> >

All England 2022: Harus Ada Wakil Indonesia yang Menang, Target Juara Dibebankan ke Kevin/Marcus

Bbc indonesia | 17 Maret 2022, 20:32 WIB
Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dalam All England 2020. (Sumber: Dok. PBSI)

Senior Kevin/Marcus, Ahsan/Hendra, menempati unggulan kedua dan di papan undian ada di blok bawah. Situasi ini memunculkan final impian bagi para pendukung badminton Indonesia: prospek all-Indonesian final ganda putra.

Di usia senja bagi atlet, Ahsan/Hendra masih memperlihatkan performa cemerlang, ditandai dengan keberhasilan menjuarai All England pada 2019. Penampilan yang konsisten juga mengantarkan pasangan ini menempati peringkat dua daftar ganda putra terbaik di dunia.

Hendra bersama Markis Kido adalah juara dunia pada 2007. Bersama Ahsan, Hendra tiga kali juara dunia, pada 2013, 2015, dan 2019.

Juga, bersama Kido, Hendra meraih medali emas ganda putra Olimpiade 2008 di Beijing. Hendra adalah satu dari sedikit pemain bulutangkis Indonesia yang mencatat prestasi paling lengkap, dari mulai emas Olimpiade, emas kejuaraan dunia, hingga juara All England.

"Mentalitas Hendra/Ahsan ini memang luar biasa. Pemain-pemain muda harus mencontoh kerja keras, komitmen, dan profesionalitas mereka yang luar biasa. Baik di dalam maupun di luar lapangan, bagaimana mereka menjaga fisik mereka untuk tetap fit, untuk bisa terus bertahan di jajaran elite sektor ganda putra," ulas Ainur.

"Mereka fokus, bekerja dan berlatih keras, tetap punya motivasi tinggi meraih prestasi maksimal di turnamen-turnamen penting," katanya.

Total ada enam pasangan ganda putra Indonesia yang bertarung di All England 2022.

Selain Kevin/Marcus dan Hendra/Ahsan, ada Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (unggulan ke-6), Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, Pramudya Kusumawardana/Yeremia Erich Rambitan, Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana.

Empat pasangan terakhir adalah pasangan-pasangan muda yang diproyeksikan segera bisa unjuk gigi di sektor ganda putra dunia.

Pram/Yere akan langsung bertemu dengan Bagas/Fikri di putaran pertama; demikian juga dengan Fajar/Rian yang ditantang sang junior Leo/Daniel.

Juara ganda putra All England 2003, Candra Wijaya, mengatakan setiap pemain punya kans untuk juara di All England, tergantung kesiapan saat berlaga di lapangan.

"Pemain-pemain muda yang menyiapkan diri dengan baik, yang punya nyali besar, bisa saja jadi juara. Seperti Loh Kean Yew yang menjadi juara dunia dan Lee Zia Jia yang menjadi juara All England [tahun lalu]," kata Candra.

"Bukan mengecilkan [pemain-pemain senior], memang terbuka peluang bagi pemain-pemain muda untuk juara asal mempersiapkan diri dengan baik. Ini kesempatan bagi atlet untuk bisa menjuara All England," katanya.

Ia menjelaskan persiapan untuk juara di turnamen bergengsi seperti All England butuh waktu yang lama.

Pemain harus memperhatikan faktor fisik, teknik, dan mental. Ia mengatakan ketiganya saling terkait dan semuanya harus dalam keadaan prima untuk bisa menyabet prestasi maksimal.

Tanda tanya di ganda campuran

Pasangan ganda campuran Praveen Jorban/Melati Daeva Oktavianti tadinya disiapkan untuk menggantikan Owi/Butet, salah satu pasangan terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.

Owi/Butet mencatat prestasi lengkap, dari mulai meraih emas Olimpiade 2016 di Rio, emas juara dunia 2013 dan 2017, hingga tiga kali menjuarai All England pada 2012, 2013, dan 2014.

Ucok/Meli, demikian mereka biasa disapa, sempat memperlihatkan prestasi cemerlang dan juara di All England pada 2020.

Sayang, mereka tampil buruk saat turun di ajang Indonesian Badminton Festival di akhir 2021 di Bali, yang membuat pelatih Nova Widianto secara terbuka mengecam mereka, sesuatu yang tak pernah terjadi dalam sejarah pelatnas.

Nova menyebut Praveen/Melati "tidak menunjukkkan kesungguhan bermain".

Praveen/Melati kemudian dicoret dari pelatnas dan kembali ke klub mereka, PB Djarum di Kudus.

Tahun ini, Praveen/Melati datang ke All England melalui jalur pemain profesional.

Menurut editor olahraga Jawa Pos, Ainur Rohman, performa Praveen/Melati akan sangat tergantung dengan kemauan dan kesungguhan bermain.

"Secara teknik dan fisik tak masalah. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana kesungguhan mereka untuk benar-benar tampil maksimal di lapangan," kata Ainur.

Pengurus PB Djarum, Yoppy Rosimin, mengatakan All England 2022 harus menjadi ajang pembuktian bagi Praveen/Melati.

"Kondisi mereka saat ini dalam keadaan baik dan siap bertanding. Pesan saya, agar mereka bisa tampil maksimal untuk pembuktian diri, bahwa mereka masih sangat layak menjadi salah satu pasangan terbaik Indonesia dan dunia," kata Yoppy, seperti dikutip situs resmi PB Djarum.

Paceklik lama di sektor tunggal dan ganda putri

Manajer tim Indonesia, Rionny Mainaky, telah memasang target juara, bisa dari sektor tunggal putra, ganda putra, atau ganda putri.

Namun sejatinya, sudah lama Indonesia paceklik juara All England di sektor-sektor ini.

Terakhir kali pemain Indonesia menjuarai tunggal putra dan tunggal putri All England adalah pada 1994, melalui Heryanto Arbi dan Susy Susanti.

Persaingan di tunggal putra sangat ketat dan sejauh ini andalah Indonesia, seperti Anthony Ginting dan Jonatan Christie belum bisa menorehkan prestasi cemerlang di All England, setidaknya dalam beberapa tahun terakhir.

Di tunggal putri, andalan Indonesia seperti Gregoria Mariska Tunjung masih di bawah pemain-pemain elite seperti Tai Tzu Ying, Akane Yamaguchi, Chen Yufei, Nozomi Okuhara, Carolina Marin, PV Sindhu, Ratchanok Intanon dan pemain baru yang menggebrak, An Se-young.

Apakah bisa terjadi kejutan? Di atas kertas, tentu saja.

Tahun lalu, di ajang Olimpiade 2020 di Tokyo, nyaris tidak ada yang memperkirakan ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu akan meraih medali.

Kenyataannya, Greys/Apri pulang membawa emas sekaligus mempertahankan tradisi kontingean Indonesia.

Greys rencananya akan segera gantung raket dan besar kemungkinan All England 2022 akan menjadi turnamen besar terakhir baginya.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : BBC


TERBARU