> >

Mengapa Indonesia Tak Menyebut 'Invasi' dan 'Rusia' dalam Merespons Serangan Militer ke Ukraina?

Bbc indonesia | 5 Maret 2022, 08:49 WIB
Seorang tentara Ukraina merokok di depan kendaraan lapis baja di luar kota Kharkiv, Ukraina, Sabtu (26/2/2022). (Sumber: AP Photo/Andrew Marienko)

"Kami akan berdiri tegak dan meraih kemenangan. Namun dengan dukungan Anda, maka kemenangan dapat kami raih dengan lebih mudah, lebih pasti dan lebih cepat."

"Rakyat Indonesia, keadaan saat ini sungguh berat dan menyakitkan bagi kami. Oleh karena itu, kami menunggu dukungan Anda. Kami berharap dapat mendengar suara Anda yang lantang dan berani dalam membela kami," tulisnya.

Suzie Sudarman menambahkan, Ukraina pernah membantu Indonesia di tahun 1940-an saat berjuang memperoleh kemerdekaannya.

"Diplomatnya (Ukraina) membawa isu Indonesia saat AS belum berpihak pada Indonesia, itu satu hal yang harus kita ingat. Belarus dan Ukraina memperjuangkan isu Indonesia untuk dibahas ke PBB, pada saat AS kurang menarik pada Indonesia karena masih berpihak pada Belanda," ujarnya.

Untuk itu menurutnya, Indonesia perlu mengambil sikap tegas atas yang terjadi di Ukraina dan juga agar pola akusisi seperti ini tidak terulang kembali.

"Kita harus ingat bahwa kita pernah dibantu oleh negara yang teraniaya negara adidaya ini. Sebagai sejarah masa lalu dan juga pola seperti ini tidak bisa diulangi oleh negara-negara lain," ujarnya.

Pengamat hubungan internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, Nanto Sriyanto, juga melihat Indonesia perlu menunjukkan sikap tegas terkait perang di Ukraina.

"Indonesia harus menyatakan dengan tegas bahwa Rusia melakukan invasi. Itu bukan politik naming dan shaming. Tapi sikap dari prinsip Konferensi [Asia-Afrika] Bandung yang menekankan penghormatan pada kedaulatan," kata Nanto.

Jika tidak, sikap Indonesia yang hati-hati berpotensi menjadi bumerang di masa mendatang.

"Ketidaktegasan Indonesia menciptakan institutional memory dalam diplomasi. Dan bisa menjadi bumerang di masa depan. Kedaulatan adalah norma luhur dalam hukum internasional dan ketika itu dilanggar, Indonesia harus berdiri tegak membela itu," ujarnya.

Kemenlu: Sikap Indonesia sudah tegas

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menegaskan, sikap dan posisi Indonesia telah tegas terkait serangan di Ukraina.

"Posisi Indonesia adalah penegakan prinsip Piagam PBB, hukum internasional, dan terpenting lagi penghormatan terhadap integritas wilayah dan kedaulatan suatu negara... Sebenarnya tidak perlu diragukan lagi bagaimana kita melihat permasalahan yang sedang terjadi sekarang."

"Kita betul-betul melihat apa yang sebagai serangan itu sebagai suatu serangan militer yang harus dihentikan," kata Faizasyah saat ditanya terkait permintaan dukungan dari Ukraina.

Sementara terkait tidak adanya penyebutan nama Rusia, Faizasyah mengatakan posisi tegas Indonesia tidak harus menyebutkan satu pihak tertentu.

"Jadi dalam kasus-kasus yang spesifk yang disebutkan tadi, kita berangkat dari posisi yang sangat jelas, berangkat dari hukum internasional, tanpa harus menyebutkan satu pihak tertentu sekalipun. Apa yang disampaikan oleh pemerintah sudah betul-betul dipahami oleh berbagai pihak," ujarnya.

Senada, mantan Duta Besar Indonesia untuk Rusia, M. Wahid Supriyadi, menyebut upaya dan pernyataan yang diungkapkan Indonesia telah cukup tegas, di tengah faktor-faktor yang sangat rumit mempengaruhi dan juga hubungan baik Indonesia dengan kedua negara.

Baca juga:

"Bagaimanapun invasi itu tidak dibenarkan secara hukum internasional, tapi di sisi lain memang, kita punya kapasitas yang cukup sulit dalam kondisi seperti ini," ujarnya.

Seperti dengan Rusia, katanya, Indonesia memiliki hubungan perdagangan sebesar US$3 miliar. Indonesia juga memiliki forum bilateral yang erat, dan kini dalam tahap penandatanganan strategic partnership dengan Rusia.

"Jadi posisi Rusia penting, dan Indonesia juga dekat dengan Ukraina. Jadi menghadapi dua sahabat memang tidak mudah. Karena menjadi penengah bukan mudah dan harus ada persetujuan dua pihak," ujar Wahid.

Pertempuran sengit masih terus terjadi, dengan kota-kota kunci seperti Kyiv dan Kharkiv yang menjadi sasaran gempuran Rusia.

Menurut PBB, sekitar 900.000 warga Ukraina menyelamatkan diri ke negara-negara tetangga sejauh ini.

Sementara itu, berdasarkan informasi hingga Selasa (01/03), 99 WNI telah dievakuasi dari Ukraina.

Sementara, ada sekitar 13 WNI yang belum dapat dievakuasi dan 24 WNI memilih tetap tinggal di Ukraina.

 

Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV

Penulis : Edy-A.-Putra

Sumber : BBC


TERBARU