> >

Kapan Covid Omicron di Indonesia akan Berakhir? Data 2 Tahun Pandemi Ungkap Hal Ini

Bbc indonesia | 4 Maret 2022, 13:24 WIB
Warga antre mengikuti vaksinasi COVID-19 massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (26/6/2021). Pemprov DKI Jakarta menggelar program Serbuan Vaksin yang diperuntukan bagi warga ber-KTP DKI Jakarta guna mendukung program pemerintah pusat satu hari satu juta vaksinasi untuk menuju Indonesia sehat bebas COVID-19 (Sumber: Antara Foto/Galih Pradipta)

Tepat dua tahun setelah kasus pertama Covid-19 diumumkan di Indonesia pada 2 Maret 2020, penularan virus corona belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Kendati penularan harian menunjukkan tren menurun, ancaman varian Omicron masih patut diwaspadai di saat program vaksinasi belum tuntas.

Mobilitas masyarakat pun tetap tinggi terutama saat libur panjang - seperti terjadi pada akhir Februari - walau pemerintah masih menerapkan kebijakan PPKM level 3 dan 4 di berbagai tempat.

Para pakar kesehatan mengingatkan kerumunan orang di suatu tempat dengan disiplin protokol kesehatan yang longgar tetap berisiko memicu kasus infeksi Covid-19 kendati sudah banyak yang divaksin.

"Menurut saya pemerintah mulai melonggarkan aturan yang mungkin mengaminkan keinginan masyarakat," kata epidemiolog dari Universitas Sriwijaya, Najmah Usman, sehingga ini jadi tantangan dalam mengendalikan laju penularan.

Padahal, menurut grafik di bawah ini, tren garis kasus Covid yang terkonfirmasi menunjukkan Indonesia masih dilanda gelombang ketiga.

Angka infeksi harian Covid pada Februari lalu - yaitu 64.718 kasus pada tanggal 16/02 - melampaui rekor pada gelombang kedua (Juli 2021) dan gelombang pertama (Januari 2021).

Pembatasan mobilitas masyarakat, mulai dari PSBB hingga PPKM, tidak dapat menahan laju kenaikan infeksi.

Baca juga:

Walau dalam beberapa hari terakhir angka kasus baru per harinya menunjukkan tren menurun hingga akhir Februari, tingkat kematian penderita Covid tetap signifikan, masih di atas 200 kasus per hari.

Tanda-tanda Indonesia masuk gelombang ketiga adalah saat terjadi peningkatan tajam kasus harian dari 11.000 menjadi 17.000 di awal Februari dan positiviy rate sudah di atas 30 persen, ungkap Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Efek Omicron

Melonjaknya lagi kasus penularan Covid di awal tahun ini tak lepas dari varian Omicron.

Setelah tahun lalu diguncang varian Delta yang mencetak rekor kasus harian di gelombang penularan kedua, kini Indonesia berjuang mengatasi ancaman varian Omicron, yang penularannya 5 kali lipat dari Delta.

Menurut pakar epidemiologi dari Universitas YARSI, Profesor Tjandra Yoga Aditama, Omicron memiliki sejumlah perbedaan dengan varian-varian sebelumnya,

Omicron memiliki penyebaran yang lebih cepat, memiliki kemungkinan infeksi ulang dan menimbukan serangan pada sistem imun yang bisa berpengaruh pada efikasi vaksin.

Memang tidak butuh waktu lama, walau pemerintah sempat mengkarantina semua pengidapnya yang baru datang dari luar negeri Desember lalu, Omicron pun menular dengan cepat.

Lapor Covid-19 mengungkapkan bahwa dari grafik rerata 7 harian angka kasus baru Covid-19 yang mereka susun, gelombang varian Omicron melesat lebih cepat daripada varian Delta selama 30 hari pertama.

"Jumlah kasus baru Covid-19 pada hari pertama gelombang Omicron (5 Januari 2022) sebesar 404 kasus, kemudian dalam waktu 30 hari menjadi 27.197 kasus atau meningkat sebesar 67 kali lipat.

Sedangkan gelombang Delta menunjukkan peningkatan jumlah kasus baru selama 30 hari hanya 2 kali lipat," ungkap Lapor Covid-19.

Apakah sudah melewati puncak kasus?

Belum bisa dipastikan apakah puncak kasus Omicron ini telah lewat, walau di hari-hari terakhir bulan Februari terus menunjukkan penurunan jumlah kasus baru - tidak sampai mendekati rekor tertinggi pada 16 Februari lalu yang sebesar 64.718 kasus.

"Kami masih memonitor mengingat kasus konfirmasi masih fluktuatif," kata juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi, kepada BBC News Indonesia (27/2).

Namun angka kematian harian masih relatif tinggi. Sejak 17 Februari lalu angka kematian harian hampir selalu di atas 200 kasus - tertinggi sebanyak 317 kasus pada 24 Februari lalu.

Pemerintah memperkirakan untuk gelombang penularan kali ini puncak dari kasus kematian akan terjadi pada 15-20 hari sesudah puncak kasus Covid-19.

Sebelumnya, selama 1 Oktober 2021 hingga 10 Februari 2022, jumlah kematian harian tidak sampai menyentuh angka 100.

Angka kematian tertinggi harian selama pandemi terjadi pada 27 Juli 2021, yang sebanyak 2.069 kasus, ketika terjadi puncak penularan Delta.

Wilayah mana saja dengan jumlah kasus dan kematian yang tinggi?

Sejak pandemi, wilayah-wilayah di Pulau Jawa yang dihuni lebih dari setengah penduduk di Indonesia, mendominasi jumlah kasus penularan. DKI Jakarta menempati posisi teratas dengan 1,16 juta lebih kasus (21,1% dari total kasus nasional) hingga 27 Februari 2022.

Namun untuk tingkat kematian, provinsi Jawa Tengah mendominasi dengan 30.657 kasus, disusul oleh Jawa Timur dengan 30.065 kasus.

Pemerintah pun mewaspadai peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi di luar Pulau Jawa.

Dalam konferensi pers daring 21 Februari, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan jika sebelumnya perbandingan Jawa-Bali 97 persen dengan 3 persen luar Jawa-Bali, kini menjadi 72 dan 28 persen sehingga berpotensi terjadi tren pergeseran penambahan kasus.

Siapa yang paling rentan sakit dan meninggal?

Kelompok umur 60 tahun ke atas (lansia) merupakan yang paling rentan ketika terkena Covid.

Walau tidak sebanyak kelompok usia lain yang terkonfirmasi positif Covid, namun tingkat kematian akibat virus corona di Indonesia didominasi oleh kelompok lansia (47%).

Kelompok rentan lainnya berasal dari yang memiliki penyakit bawaan (komorbid). Dari 6100 lebih data yang tersedia, jumlah kematian penderita Covid yang memiliki komorbid sebagian besar adalah mereka yang sudah mengidap penyakit hipertensi, diabetes melitus dan penyakit jantung.

Itulah sebabnya pemerintah 21 Februari lalu menginstruksikan semua rumah sakit untuk langsung menerima pengidap Covid yang memiliki komorbid walau masih bergejala ringan.

Vaksinasi masih belum tuntas

Vaksinasi menjadi langkah mitigasi andalan untuk memerangi gelombang penularan Covid.

Walau dinyatakan positif dari hasil tes, pengidap yang sudah divaksin tidak akan mengalami kesakitan yang parah selama tidak memiliki komorbid, menurut para pakar kesehatan.

Pada Desember lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan 208,2 juta penduduk Indonesia sudah disuntik vaksin Covid-19 pada Maret 2022. Mulai dari manula hingga anak-anak usia 6-11 tahun.

Menjelang bulan Maret, target itu masih belum terpenuhi. Hingga 28 Februari 2022, untuk pemberian dosis pertama masih 91 persen. Lalu untuk pemberian dosis kedua pun belum sampai 70 persen. Masih 30% lebih yang belum menerima vaksin dosis lengkap.

Sedangkan pemberian dosis ketiga (booster), yang dimulai 12 Januari lalu, baru 4,9 persen dari target.

Begitu pula vaksinasi untuk kelompok rentan pun belum memenuhi target. Untuk kelompok lansia, misalnya, baru setengah dari target yang menerima vaksinasi penuh atau dosis kedua. dan masih sedikit sekali yang menerima dosis ketiga (booster).

Menurut epidemiolog Najmah Usman, berdasarkan beberapa penelitian, lansia yang sudah mendapat dosis lengkap pun tetap berisiko tertular Covid dan mengalami kondisi kritis, dibanding mereka yang sudah mendapat dosis ketiga.

"Ini bisa jadi pertimbangan Kemenkes untuk mempercepat penyediaan vaksin booster untuk kelompok risiko tinggi, termasuk lansia, mengingat Omicron sungguh cepat penularannya dan bisa mengakibatkan kondisi kritis untuk lansia."

Sedangkan Profesor Tjandra Yoga Aditama menyatakan bila cakupan vaksinasi sudah 60 persen atas, biasanya akan makin besar tantangannya.

"Kemungkinan menghadapi dua kelompok, pertama kelompok orang yang tempatnya sulit dijangkau dan yang kedua adalah kelompok yang tidak mau divaksin dengan alasan apapun, mulai dari masalah keyakinan hingga kesehatan. Maka perlu ada upaya khusus menjangkau mereka," kata Tjandra.

Menurutnya, masalah seperti itu tidak hanya dihadapi Indonesia namun juga melanda negara-negara lain dalam memenuhi target vaksinasi.

Sementara itu, dari 34 provinsi, masih 10 lagi yang belum sampai 50% dari target dalam memvaksinasi warganya dengan dosis penuh.

Papua menjadi provinsi dengan capaian vaksinasi terendah - baik untuk dosis pertama dan kedua yang belum sampai 32% - dan ini sangat berbeda dengan DKI Jakarta dan Bali yang sudah melampaui 100 persen dari target.

Masalah lain yang muncul adalah 20,8 juta orang melewatkan jadwal penyuntikan dosis kedua. Ada yang sudah lewat dari enam bulan dan ada yang masih kurang dari enam bulan.

Terbanyak dari jumlah itu ada di "Jawa Barat, kurang lebih 4 juta orang," kata Siti Nadia Tarmizi, juru bicara vasinasi Kemenkes saat dikonfirmasi BBC News Indonesia.

Kemenkes pun mengidentifikasi bahwa setidaknya ada 2,5 juta warga yang tidak segera mengakses vaksinasi dosis kedua selama lebih dari enam bulan.

Mengingat tingkat kemanjuran (efikasi) vaksin covid turun drastis dalam enam bulan, maka mereka diminta mengulang vaksinasi primer.

Bagaimana dengan tingkat keterisian pasien Covid di rumah sakit?

Dari 3120 rumah sakit yang tersebar di Indonesia, sebanyak 76 persen (2388) melayani pasien Covid dengan sekitar 102 ribu tempat tidur (kasur), berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan yang dihimpun dinas-dinas kesehatan daerah.

Juru bicara vaksinasi Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan bahwa tingkat keterisian rumah sakit Covid (BOR) dalam beberapa hari terakhir hingga akhir Februari terus menunjukkan penurunan.

BOR merupakan persentase perbandingan tempat tidur yang tersedia dengan tempat tidur yang terpakai.

Menurut Kemenkes, persentase pasien Covid yang dirawat di rumah sakit per 26 Februari 2022 turun menjadi 36% dari hari sebelumnya (25/2) 37%. Pada data sepekan sebelumnya, yaitu 19 Februari, tingkat BOR sebesar 37,46 persen.

Profesor Tjandra menyebut bahwa mengingat pasien Covid kini relatif tidak sebanyak gelombang delta tahun lalu, kemungkinan jumlah tempat tidur yang tersedia itu belum dihitung maksimal.

"Jadi kalau BOR saat ini dihitung seperti Juni-Juli lalu, bisa lebih rendah lagi dari 30 persen," ujarnya.

Dia berharap rumah sakit tidak lagi kewalahan seperti menghadapi gelombang Delta tahun lalu setelah pemerintah kini memberikan layanan telemedisin bagi pengidap Covid bergejala ringan, yang cukup isolasi mandiri di rumah.

Penulis : Vyara-Lestari

Sumber : BBC


TERBARU