Masalah Kesehatan Intai Suku Baduy Dalam: Negara Gagal Penuhi Hak Dasar Sehat Warganya (2)
Bbc indonesia | 22 Januari 2022, 19:57 WIBSeorang bocah Baduy Dalam mengalami patah tulang selama dua tahun hingga tulang tungkainya membusuk. Relawan dan dokter menyelamatkan gadis cilik itu dari kehilangan kaki, juga nyawanya. Pakar kesehatan masyarakat menilai negara telah gagal memenuhi hak dasar kesehatan warganya.
Setiap bulan ada bayi meninggal
Atirah bukan satu-satunya kasus medis di komunitas Baduy Dalam yang harus ditangani tim medis secara "on the spot".
Setelah operasi Atirah yang sukses, tim medis dan relawan Klinik Saung Sehat kembali mendatangi pasien di Kampung Cibeo, seorang laki-laki yang mengalami retensi urin karena pembesaran kelenjar prostat.
"Pasien sudah 20 hari tidak bisa buang air besar dan kecil. Kondisi perut sudah membesar karena air dari kandung kemih tidak bisa keluar," sebut Arif yang juga mendampingi tim medis.
Pasien yang berusia 60 tahun ini, lanjut Arif, awalnya mau dioperasi, tapi adat melarangnya. Akhirnya, pasien hanya dipasang kateter dan diberi obat.
"Alhamdulillah langsung kempes perutnya dan air kencing keluar empat kantung," jelas Arif.
Berbeda dengan Atirah yang merupakan cucu salah satu ketua adat, pasien ini adalah warga biasa yang proses persetujuan untuk operasi harus melibatkan diskusi dengan lebih banyak pihak.
Sementara, kondisinya sudah tak bisa menunggu lama.
Arif berkata, kurangnya edukasi tentang kesehatan dan kegawatdaruratan di Baduy membuat banyak warga belum paham.
"Jika mereka belum paham, maka penolakan pasti ada. Mereka takut dengan operasi dan penggunaan obat bius. Tapi jika dijelaskan, mau juga," kata Arif.
Namun masalah adat dan pengetahuan hanya satu dari sejumlah persoalan yang menghambat pemenuhan hak kesehatan dasar warga Baduy. Faktor lainnya adalah minimnya fasilitas dan tenaga kesehatan.
Ini menimbulkan kerawanan Angka Kematian Anak (AKA) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Arif mencontohkan, tak jarang ibu melahirkan yang harus dioperasi sesar ditandu dengan kayu dan kain sarung.
"Pernah ada pasien ibu hamil yang dihukum adat karena naik mobil ambulance saat melahirkan. Sekarang agar tidak dihukum adat, maka dokter kita ajak ke Baduy," kata Arif.
"Baduy sangat pelosok dan data yang dimiliki pemerintah tidak lengkap," kata Arif.
Untuk data AKI dan AKA, misalnya, pemerintah menyebutkan rata-rata dua sampai tiga per tahun. Namun Arif curiga, angka ini tak mencerminkan keadaan sebenarnya.
"Ketika sekarang kita mengadakan layanan kesehatan keliling, hampir setiap bulan ada bayi yang meninggal, ada anak-anak yang meninggal," tuturnya.
Meski dikelilingi kota besar dan modern — jaraknya hanya sekitar 57 kilometer dari Kantor Bupati Lebak — Baduy terasa seperti daerah terpencil dan terpelosok.
Tak ada bidan dan puskesmas
Suku Baduy Dalam tersebar di tiga kampung, yakni Cibeo, Cikertawarna, dan Cikeusik, yang masuk dalam wilayah Desa Kanekes.
Hanya ada satu puskesmas pembantu (pustu) bagi warga Desa Kanekes, tapi larangan adanya bangunan permanen di kawasan Baduy Dalam membuat fasilitas kesehatan itu dibangun di perbatasan desa, empat kilometer dari Kampung Cibeo.
Tapi tak ada tenaga kesehatan yang bertugas di situ. Praktis, bangunan itu terbengkalai.
"Sudah hampir dua tahun ini tidak berfungsi karena tidak ada tenaga medis, tidak ada bidan," ungkap Arif yang telah aktif menjadi relawan di Baduy sejak 2002.
Dua bulan lalu, ketika Menteri BUMN Erick Thohir datang ke Baduy, Arif mengaku sempat meminta dukungan pengadaan alat dan layanan kesehatan untuk pustu. Kala itu, lanjut dia, Erick mengiyakan.
"Ya, namanya BUMN [mungkin] kebanyakan prosedur, jadi agak lama untuk memulai kembali pustu. Padahal teman-teman bidan juga mau [membantu]," tukas Arif.
Namun para bidan yang bersedia membantu pustu, menurut dia, juga diberikan tugas ganda untuk bertugas di puskesmas induk. Itu menyebabkan para bidan terkendala waktu dan biaya.
"Mereka harus tetap kerja di puskesmas induk yang perjalanannya satu jam naik motor. Akhirnya mereka, 'Sudahlah tidak usah ke pustu, di puskesmas induk saja'. Capek tidak ada uangnya," kata Arif menyebutkan, bidan honorer di puskesmas hanya digaji Rp800 ribu per bulan.
Kondisi itu yang mendorong Arif mendirikan Klinik Saung Sehat, melalui Yayasan Sahabat Relawan Indonesia, sebuah fasilitas kesehatan alternatif untuk warga Baduy Dalam.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : BBC