Catatan Apresiatif Pertunjukan The Makeup oleh Peqho Teater
Advertorial | 26 Maret 2024, 17:35 WIBKOMPAS.TV – Pertunjukan "The Makeup" yang dipersembahkan Peqho Teater berlangsung pada tanggal 1–3 Maret 2024 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki. Pertunjukan yang disutradarai Adjie N.A ini dimainkan oleh aktor-aktor berpengalaman.
"The Makeup" adalah naskah yang diadaptasi Mima Yusuf dan Adjie N.A dari naskah “The Man With The Green Necktie” karya dramawan Rusia Arkady Timofeevich Averchenko. Naskah ini telah disadur bebas oleh Achdiat K. Mihardja dan diberi judul ”Pakaian dan Kepalsuan”.
Pertunjukan dimulai dengan iringan lagu“Waktu Hujan Sore-Sore”, saat layar terbuka suasana café segera terhampar. Ruangan terbagi menjadi lima titik.
Jika dilihat dari arah penonton, bagian depan sisi kanan panggung telah diisi oleh dua pengunjung pria, persis di bagian belakangnya para musisi café. Sementara, di bagian depan sisi yang berlawanan kemudian diisi oleh dua orang aktivis. Di bagian belakangnya terdapat etalase tempat pramusaji berkumpul mempersiapkan hidangan.
Di bagian tengah terdapat satu set sofa mewah standar café dengan meja dan kursi tambahan dikanan-kirinya tempat kemudian para pembual berkumpul merayakan kepalsuan. Di bagian tengah kebelakang ada pintu keluar masuk pengunjung.
Sebuah penyiasatan tata ruang yang baik dan tepat guna. Kerja tim artistik patut mendapat apresiasi, semua yang ada dipanggung terasa cukup, memadai, tidak kurang dan tidak berlebihan, mulai dari set, properti, kostum, tata cahaya, dan lainnya.
Begitu pula halnya dengan tata suara dan musik, hanya saja pada beberapa bagian penempatan musik terasa kurang tepat, salah satunya juga karena volume yang kurang pas sehingga terasa agak mengganggu.
Dua orang laki-laki aktivis menyandera sekelompok orang di dalam sebuah café. Dua orang ini muak dan menelanjangi 3 orang pria perlente yang gemar membual, mereka adalah aktivis pada masanya, dan kini telah mendulang sukses.
Ketiga peran ini dimainkan dengan cukup baik oleh Luthfi Triadi sebagai Sumantri, Andri Palo sebagai Sams, dan Tomy Babap sebagai Daru. Begitu pula dengan Supri Boemi sebagai Hares dan Onkar Sadawira sebagai Supribadi.
Lima aktor ini dan tiga pemain pramusaji bermain memadai, cukup baik. Sedangkan pemeran Nidal (King Domines) dan Rustam (Rizwan Haris) malam itu bermain dengan gairah yang kurang dan seperti terbebani.
Untung saja kedua aktor ini memiliki cukup pengalaman sehingga pertunjukan tetap mengalir dan ternikmati. Semua aktor menerapkan apa yang disebut sebagai “tumbuh sepanggung, aktor tidak berebut nama” sehingga dalam hal ini kerja penyutradaraan patut diapresiasi.
Sayangnya, kemungkinan kurangnya ketersediaan waktu berlatih para aktor tidak maksimal sehingga kesempatan mereka melakukan restore behavior dan penjelajahan sangat terbatas dan itu berimbas pada permainan kurang lengkap pada beberapa pemain, termasuk pemeran Yolanda (Ditya Metharani).
Peqho Teater tidak bermaksud membuat penonton berkerut kening, mereka hanya ingin menumbuhkan kesadaran dan membuat penonton terus bertanya secara kritis tentang realita masyarakat pada hari ini.
Secara singkat, tentang memudarnya integritas dan keikhlasan berujung pada perilaku manipulatif dan ntuk menutupi kebobrokan orang mengumbar kepalsuan.
Pemilihan naskah sangat aktual dan strategi pemanggungan yang tepat sehingga cukup berhasil membuat pertunjukan ini mudah dicerna.
Kemudian yang sangat menggembirakan adalah mereka melibatkan seluruh anggota kelompok, termasuk Peqho Kids untuk berpartisipasi dalam rangkaian acara sebelum memasuki pentas utama.
Kelompok yang berdiri sejak 2002 dan telah mempersembahkan 31 pertunjukan ini adalah wadah kreatif bagi berbagai jenis kesenian, utamanya teater dan film. Peqho Teater juga telah melahirkan banyak aktor dan aktris berbakat, juga pelaku di bidang kesenian lainnya. Selamat untuk Peqho Teater.
*Artikel ditulis oleh Derry Oktami (Pegiat Teater dari Bulungan)
Penulis : Adv-Team
Sumber : Kompas TV