Program Petani Peneliti dan Pertanian Cerdas Iklim Tingkatkan Kemandirian Pertanian
Advertorial | 21 September 2023, 16:30 WIBKOMPAS.TV - Sebagai negara agraris Indonesia terus mengembangkan modernisasi di sektor pertanian dan perkebunan.
Peningkatan sumber daya manusia menjadi fokus utama pemerintah karena sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yakni menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menaikkan ekspor.
Petani Indonesia dengan seluruh pemangku kepentingan dituntut mampu meningkatkan produksinya melalui peningkatan produktivitas dan indeks pertanaman, juga memperbaiki kualitas, menekan ongkos produksi pertanian nasional.
Oleh karena itu, di masa kini petani harus bertransformasi selaras dengan kemajuan teknologi dan inovasi pengetahuan.
Menurut Kementerian Pertanian (Kementan), tanpa SDM yang andal, mustahil tujuan pembangunan pertanian nasional akan tercapai.
Agar pertanian maju, hal utama dan pertama yang harus ditingkatkan adalah SDM-nya, salah satunya dengan mentransformasi peran petani sebagai peneliti pertanian.
Transformasi ini juga guna memenuhi rasio jumlah kebutuhan dan ketersediaan generasi penerus petani saat ini, serta meningkatkan kolaborasi petani modern dan petani konvensional dalam memaksimalkan kapasitas produksi.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi mengatakan, petani masa kini harus cerdas sehingga mampu bertani dengan cara-cara yang cerdas pula agar produktivitas bisa digenjot bahkan ongkos produksi bisa ditekan.
“Yang dituntut dari petani adalah bagaimana mengimplementasikan inovasi teknologi. Di saat yang sama, tentu saja jangan hanya puas di produksi, tetapi juga di bagian pengolahan,” tutur Dedi.
Data Badan Pusat Statistik Tahun 2022 menyebutkan, kurang lebih terdapat 33 juta Petani Indonesia. Dalam jumlah tersebut, 70 persen petani berusia 45 tahun ke atas yang sebagian besar lulusan sekolah dasar. Selebihnya, sebanyak 30 persen merupakan petani milenial lulusan perguruan tinggi.
Baca Juga: Kementerian Pertanian Lakukan Antisipasi Dampak El Nino di Indonesia
Kondisi ini menjadi salah satu tantangan pemerintah, tetapi tidak menghalangi pertanian Indonesia untuk maju dalam pengetahuan dan teknologi.
Dedi menambahkan, kontribusi SDM terhadap peningkatan produktivitas pertanian sebesar 50 persen. Menurut Dedi, sesungguhnya pembangunan pertanian harus dimulai dari SDM seperti di sejumlah negara maju misalnya Tiongkok, Jepang, Korea, serta negara-negara di Eropa dan Amerika.
“Jadi, pembangunan pertanian bukan dari pupuk atau benih menurut saya. Kalau SDM-nya bagus, dengan sendirinya akan menggenjot produktivitas bahkan dapat memikirkan inovasi-inovasi baru,” tutur Dedi.
Selangkah demi selangkah, kini petani bertransformasi dalam peran, citra, maupun kinerjanya. Petani Indonesia harus punya tujuan lebih besar, tidak hanya sekadar menyejahterakan keluarga, tetapi juga membangun sistem pertanian.
Dewan Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Benny Pasaribu meyakini bahwa petani Indonesia sejatinya cerdas karena para nenek moyang yang belajar dari pengalaman.
Menurut Benny, yang menjadi masalah adalah image kurangnya kesejahteraan petani sehingga tak jarang dari para petani sendiri berjuang menyekolahkan anak sampai ke perguruan tinggi agar tidak menjadi petani.
Akibatnya, generasi pintar harus keluar dari pertanian sehingga SDM berkompetensi tinggi dalam bidang pertanian menjadi terbatas.
Salah satu cara pemerintah memacu petani untuk semakin berinovasi dalam pengetahuan dan teknologi yaitu melalui kehadiran Pertanian Cerdas Iklim Climate Smart Agriculture - SIMURP.
Program Kementerian Pertanian ini bertujuan memacu cara kerja petani agar lebih modern dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman serta meningkatkan pendapatan menuju ketahanan pangan berkelanjutan.
“Jadi, Climate Smart Agriculture adalah pertanian yang mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri menghadapi perubahan iklim yang tidak bisa dicegah,” kata Dedi.
Demi percepatan modernisasi di bidang pertanian untuk menciptakan para petani peneliti perguruan tinggi juga ikut berperan penting dalam menyebarkan ilmu pengetahuan.
Sinergi ini selaras dengan keinginan para petani yang terus ini menyesuaikan diri beradaptasi pada sistem pertanian modern.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB (Institut Pertanian Bogor) Dwi Andreas mengatakan, para petani sesungguhnya memiliki kemampuan lebih di luar yang non-awam pikirkan.
Petani Peneliti Pengukur Curah Hujan
Gairah petani untuk berinovasi dan beradaptasi dalam sistem pertanian modern ditunjukkan oleh sekelompok petani peneliti yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Tanggap Perubahan Iklim (P2TPI) di Indramayu, Jawa Barat.
Sejak 2009, P2TPI rutin mengukur dan mencatat curah hujan setiap pagi, untuk menentukan strategi tanam di tengah perubahan cuaca yang makin tidak menentu.
Setelah belasan tahun, kini mereka sudah mampu menganalisis secara mandiri data yang mereka catat dan kumpulkan setiap hari. Hasilnya, berbagai cuaca ekstrem berhasil dilalui tanpa harus mengalami kegagalan panen bahkan mampu meningkatkan produktivitas.
Chondra, salah satu petani di Indramayu mengukur curah hujan menggunakan pena, penggaris, sebilah bambu, dan buku tulis. Kegiatan pengukuran tersebut berlangsung antara pukul 6.30 sampai 7.30 pagi.
Penulis : Adv-Team
Sumber : Kompas TV