> >

Meneropong Indonesia di Tahun Politik

Advertorial | 31 Januari 2023, 20:00 WIB
Titik Pandang Kompas TV yang dibawakan Mysister Tarigan akan membahas Indonesia di tahun politik mendatang menghadirkan Wakil Ketua Umum MUI Kyai Marsudi Syuhud, Direktur PT Indofood dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) Franciscus Welirang, serta Peneliti Politik BRIN Siti Zuhro. (Sumber: Dok. KompasTV)

KOMPAS.TV –  Beberapa waktu terakhir, resesi yang menghantui Indonesia menyebabkan ketidakstabilan sejumlah kebutuhan pokok di pasaran. Tidak hanya itu, terjadi pula melambungnya harga minyak dunia akibat krisis energi global.

Titik Pandang Kompas TV yang dibawakan Mysister Tarigan akan membahas Indonesia di tahun politik mendatang, di tengah ancaman resesi serta krisis global lain.

Narasumber yang dihadirkan adalah Wakil Ketua Umum MUI Kyai Marsudi Syuhud, Direktur PT Indofood dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) Franciscus Welirang, serta Peneliti Politik BRIN Siti Zuhro.

Menghadapi tahun politik, Indonesia dibayangi dengan Pemilu 2019 silam. Pada masa tersebut, masyarakat terpecah belah yang mana kemungkinan akan ada lagi di Pemilu 2024.

Waketum MUI Kyai Marsudi Syuhud menyampaikan, setidaknya ada empat hal dalam fikih yang perlu diamalkan dalam berpolitik, berbangsa, dan bernegara.

Baca Juga: Pentingnya membangkitkan pemahaman kolektif terhadap nilai-nilai Pancasila | TITIK PANDANG

Pertama, bangsa Indonesia harus bisa merencanakan dan memprioritaskan hal yang utama. Sebagai contoh, dalam dua tahun mendatang, pemilu menjadi prioritas dalam politik Indonesia. Karena itu, semua pihak harus sama-sama menyukseskan pemilu secara baik.

Poin kedua adalah menyatukan opini-opini. Bila sudah terikat menjadi satu bangsa dan negara, harus mengakui dan mampu menjadi satu. Oleh sebab itu, Kebijakan yang berpotensi membuat kegaduhan atau polemik sebaiknya ditunda dahulu.

Ketiga, seluruh lapisan masyarakat harus bergotong royong menuju prioritas yang telah ditentukan tersebut meskipun dari latar belakang berbeda-beda.

Poin keempat yaitu kemampuan mengontrol yang tidak hanya dimiliki pemimpin sebuah negara atu bangsa, tetapi masyarakat sebagai bagian dari Indonesia pun berhak mengontrol terlaksananya sebuah kebijakan sesuai kesepakatan.

Di sisi lain, Kyai Marsudi menambahkan, di masa sekarang penggunaan media sosial juga perlu dijaga sebaik mungkin. Jangan sampai perbedaan pendapat terutama di media sosial menjadi penyebab perpecahan.

Baca Juga: Pancasila Dalam Dunia Pendidikan - TITIK PANDANG

Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Krisis Pangan dan Resesi

Meskipun membuka awal tahun dengan sisi ekonomi positif, Indonesia masih dibayangi krisis pangan. Secara anggaran, pemerintah menyediakan anggaran ketahanan pangan yang cukup tinggi, yakni sekitar 104,2 triliun.

Direktur PT Indofood dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) Franciscus Welirang mengatakan, anggaran tersebut lebih diarahkan ke mekanisasi, seperti penanganan pertanian dan budidaya.

Jadi, kebijakan yang telah dilaksanakan dianggap belum mengarah ke aktivitas pascapanen. Selain itu, kebijakan terkait pengolahan hasil pertanian menjadi produk kuliner pun belum dilakukan secara optimal.

Franciscus menyampaikan, saat ini petani Indonesia belum memiliki hak menentukan penawaran yang kuat. Hal tersebut tentu menyebabkan potensi kerugian bila tidak segera memiliki payung perlindungan yang memadai.

Peneliti Politik BRIN Siti Zuhro mengamini pernyataan Fransiscus terkait peran dan keberpihakan pemerintah dalam industri pertanian. Namun, Siti juga mengakui kehadiran pemerintah belum sepenuhnya serius, terlebih melihat Indonesia sebagai negara agraris.

Siti melihat, di era reformasi lebih menonjolkan prinsip demokrasi yang dampak-dampaknya ternyata juga belum seluruhnya positif. Oleh karena itu, kebijakan berkaitan dengan ketahanan pangan harus dilakukan secara serius lewat langkah-langkah strategis.

Sebagai perbandingan, Thailand yang sama-sama negara tropis di Asia Tenggara dengan karakteristik mirip Indonesia, bahkan tidak seluas Indonesia memiliki ketahanan pangan lebih baik, terutama di mata internasional.

Indonesia seharusnya bisa belajar dari Thailand dan Vietnam yang mampu menghasilkan produk ekspor berkualitas tinggi. Pemerintah Indonesia juga perlu meningkatkan proteksi terhadap para petani seperti di Jepang, Korea Selatan, dan Australia.

Petani harus dirangkul dan dimuliakan, bukannya dipolitisasi. Tahun 2023 sejatinya menjadi langkah awal untuk membentuk kondisi kondusif pada masa pemilu yang akan datang.

Sebagai penutup, kedua narasumber menyampaikan masukan terkait kebijakan politik yang kondusif, terutama bagi dunia usaha.

Baca Juga: Pancasila dan 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia - TITIK PANDANG

Franciscus Welirang mengharapkan pemerintah dapat memisahkan kebijakan politik dan ekonomi. Menurut Fransiscus, para petani semestinya bersatu agar lebih kuat, misalnya melalui koperasi. Dengan begitu, ekonomi akan tetap berjalan di tengah situasi tahun politik sekalipun.

Di sisi lain, ekosistem ekonomi pun mengalami perubahan menjadi terdigitalisasi. Karena itu, pemerintah juga perlu menciptakan kebijakan petani agar tidak ketinggalan zaman.

Sementara itu, Siti Zuhro berharap para peserta pemilu pendatang menunjukkan political commitment yang relevan. Seluruh pihak terlibat, terutama partai politik seharusnya turut mengedukasi masyarakat melalui literasi politik.

Dengan begitu, masyarakat tidak mudah terprovokasi dan meninggalkan politik yang bersinggungan dengan identitas, agama, hingga SARA. Sebagai tambahan, nantinya hampir 60 persen partisipan pemilu adalah generasi muda yang akrab dengan era digital dan bonus demografi.

Maka dari itu, memang tidak ada pilihan lain kecuali bagi Indonesia adalah melakukan inovasi dalam mengajarkan kebaruan transformasi konkrit sehingga nantinya menciptakan generasi yang lebih baik dan berkualitas.

Penulis : Adv-Team

Sumber : Kompas TV


TERBARU