Vaksinasi Covid-19 di Wilayah Pedalaman Hadapi Tantangan, Kolaborasi Semua Pihak Dibutuhkan
Advertorial | 25 November 2021, 11:59 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Sebagai upaya pemerataan dan percepatan vaksinasi, pemerintah terus mendistribusikan vaksin hingga ke pedalaman di seluruh Indonesia. Dukungan dan kerja sama seluruh pihak juga didorong agar vaksinasi dapat menjangkau pelosok daerah yang memiliki keunikan serta tantangan berbeda-beda.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Sulbar, Mustari Mula mengakui jika kondisi geografis yang beragam menjadi salah satu tantangan pelaksanaan vaksinasi di Sulawesi Barat.
Bahkan di wilayahnya, beberapa daerah cukup terisolasi dan tidak terjangkau kendaraan roda dua.
“Sangat bersyukur banyak dibantu, bahu membahu dengan berbagai elemen terutama TNI Polri, nakes (tenaga kesehatan), dan masyarakat,” ungkap Mustari dalam dialog virtual bertema Perjuangan Vaksinasi di Pedalaman Indonesia di Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) KPCPEN, Rabu (24/11/2021).
Tak hanya bagi vaksinator, kondisi geografis ini juga menjadi tantangan bagi distribusi vaksin, khususnya sebagai upaya tetap menjaga kualitasnya.
Terkait ini Mustari mengatakan, untuk distribusi ke daerah terpencil telah ditentukan dan dikalkulasi waktu serta jarak tempuhnya, sehingga vaksin rata-rata tiba tetap dalam kondisi baik.
“Stok vaksin juga terpenuhi,” imbuhnya. Ia menyebutkan, hingga dua hari lalu, capaian vaksinasi adalah sekitar 56 persen. Hal ini didukung antusiasme masyarakat pedalaman akan pentingnya vaksinasi.
Pada awalnya mereka cenderung menghindar bahkan menolak tenaga vaksinator, karena belum mendapatkan informasi yang benar.
“Tapi setelah teredukasi dengan baik, justru partisipasi masyarakatnya lebih proaktif untuk divaksin,” jelas Mustari seraya menambahkan bahwa selain sosialisasi dari nakes, masyarakat juga sangat terbantu dengan informasi dari media utama seperti televisi.
Baca Juga: Butuh Partisipasi Semua Pihak untuk Cegah Kenaikan Kasus Covid-19 saat Libur Natal dan Tahun Baru
Seperti halnya Sulawesi Barat, kondisi geografis juga menjadi tantangan tersendiri bagi Pacitan dalam melakukan vaksinasi.
“Pacitan 85 persen terdiri dari pegunungan dan perbukitan,” jelas Wakapolres Pacitan, Kompol Sunardi.
Dengan pertimbangan tersebut, serta kendala mobilitas masyarakat khususnya lansia dan kaum difabel, maka untuk mempermudah akses vaksinasi, pihaknya menggencarkan vaksinasi door to door atau mengumpulkan masyarakat di suatu tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka.
Sunardi mengatakan, masyarakat senang dengan kemudahan yang diberikan. Selain vaksinasi, petugas juga membagikan bantuan sosial, serta peralatan seperti kursi roda yang sangat bermanfaat bagi kaum difabel.
Lanjut Sunardi, cuaca ekstrim juga cukup menjadi kendala. Dalam hal ini, Puskesmas di tingkat kecamatan masih terjangkau, namun untuk vaksinasi ke desa-desa, peran Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan bidan desa juga dimaksimalkan untuk mendatangi dan melayani penduduk.
Penguatan jalur komunikasi dan edukasi juga dilakukan dengan pembentukan grup WhatsApp hingga ke tingkat RT dan RW. Didukung respon baik masyarakat, upaya tersebut menghasilkan cakupan vaksinasi cukup tinggi.
“Capaian vaksinasi 72,61 persen dan kami mengejar vaksinasi lansia yang baru 52 persen,” beber Sunardi.
Meski tidak memiliki tantangan geografis seperti di pedalaman, vaksinasi di perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya juga memiliki kendala tersendiri, selain karena terlalu banyaknya informasi.
“Berdasarkan studi, keengganan masyarakat untuk vaksinasi adalah persoalan teknis,” ungkap Ketua Yayasan Sinergi Vaksinasi Merdeka, Devi Rahmawati.
Baca Juga: 13.000 Dosis Vaksin Pfizer dan Sinovac Dibagikan Nasdem Sumut ke 5 Kabupaten/Kota
Persoalan teknis dimaksud adalah kendala akses, transportasi, waktu, juga biaya menuju sentra vaksinasi.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, ujar Devi, pihaknya bekerja sama dengan banyak unsur, melakukan vaksinasi kolosal di 900 titik di DKI Jakarta dan wilayah-wilayah peyangganya, sehingga diharapkan dapat menyentuh semua warga.
Devi memaparkan, vaksinasi juga mengambil tempat yang dekat dengan masyarakat untuk mempermudah pendekatan sosial dan mengetahui kendala yang dihadapi warga setempat. Tak hanya itu, waktu pelaksanaan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah tersebut.
“Membujuk masyarakat menjadi lebih mudah karena tahu persis kendala yang dihadapi,” kata Devi. Program Vaksinasi Merdeka ini telah terlaksana 3 kali dengan melibatkan ribuan orang relawan.
Dalam pelaksanaannya, Devi menyatakan pentingnya 3 unsur, yakni kerelawanan, kedermawanan, dan kepemimpinan.
Ia meyakini, selama 3 unsur tersebut tercipta, maka program serupa Vaksinasi Merdeka dapat diadopsi di seluruh tempat di Indonesia.
“Pandemi membuat kearifan sosial gotong royong betul-betul terlihat, bagaimana warga dari berbagai latar belakang siap membantu,” ujarnya.
Selain itu, ia menambahkan, saat ini yang sangat diperlukan adalah aksi dari “kolabor-aksi”.
“Jadi selain kerja sama, aksi juga paling penting,” tandasnya.
Selain kondisi geografis dan transportasi, Ketua Persatuan Perawat Nasional, Harif Fadhillah mengutarakan adanya tantangan lain yang sering dihadapi kegiatan vaksinasi di daerah terpencil.
Kendala tersebut adalah kurangnya pemahaman masyarakat. Karena itu, perawat yang memberikan pelayanan kesehatan ke daerah harus memiliki kreativitas dan kemampuan untuk memberikan pendekatan dan pengertian lebih spesifik, dengan bahasa yang dapat diterima warga setempat.
“Kita harus punya kreativitas untuk membuat media-media sederhana (misalnya gambar) yang dapat dipahami mereka,” tutur Harif.
Ia menyatakan, pembekalan informasi dan pengetahuan bagi perawat yang bertugas selalu dilakukan melalui berbagai cara. Seperti pembekalan virtual yang diberikan bagi perawat seluruh Indonesia juga pelatihan dan orientasi di masing-masing daerah.
Sedangkan tentang vaksinasi Covid-19, menurut Harif, sejatinya pemberian vaksinasi adalah pekerjaan yang sudah sering dilakukan tenaga kesehatan.
“Hanya ada aspek-aspek yang harus diperhatikan, seperti KIPI, harus diinformasikan kepada nakes,” katanya.
Harif menandaskan, tantangan utama vaksinasi adalah bagaimana masyarakat dapat memahami dengan baik. Edukasi, dikatakannya, bukan sekadar memberi informasi, namun bagaimana informasi tersebut juga harus dapat dipahami dan diikuti oleh masyarakat.
Untuk itu, maka diperlukan sinergi, kolaborasi, juga "kolabor-aksi" antar semua komponen
Penulis : Elva-Rini
Sumber : Kompas TV