Siapkan Keterampilan Abad ke-21, Guru Indonesia Ikut Pelatihan ENZ dan Massey University
Advertorial | 17 Agustus 2021, 09:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Dalam era globalisasi, guru harus memiliki sikap adaptif, responsif, inovatif terhadap permasalahan dan perubahan dalam pembelajaran agar proses belajar terus relevan dengan kebutuhan sumber daya manusia tinggi.
Menjawab tantangan tersebut, Education New Zealand bersama Massey University menginisiasi program pelatihan guru dari Indonesia, Vietnam, Korea Selatan, dan New Zealand.
“Dampak dari program GCC sangatlah signifikan dan abadi. Keahlian yang dipelajari akan menolong partisipan untuk menjadi warga negara global yang memiiki dampak sosial nyata di lingkungan kerja dan komunitas mereka di seluruh dunia,” kata Koordinator Program dari Massey University, Hilde Celie.
Global Competence Certificate atau “GCC at Home” merupakan wadah di mana para tenaga pengajar dapat mengasah skill kompetensi global dan menerapkannya di dalam kelas kepada siswa.
“Keterampilan ini disebut sebagai keterampilan abad ke-21 (21st century skills), seperti kreativitas, pemecahan masalah kompleks, dan kolaborasi,” jelas High School Guidance Counsellor Binus, Irna Silawaty.
“Guru yang memahami keterampilan ini dan mengajarkannya pada siswa-siswanya berarti telah memperlengkapi mereka dengan keterampilan abad ke-21,” lanjutnya.
Baca Juga: ENZ dan Massey University Ajak Guru Ciptakan Kompetensi Global di Kelas
Irna menjelaskan, era Revolusi Industri 4.0 telah menggeser peran manusia dengan mesin, robot, dan algoritma. Karenanya, banyak siswa akan mengalami tantangan pekerjaan berbeda di bursa kerja.
GCC at Home menjadikan guru sebagai jembatan untuk para siswa dalam mengembangkan keterampilan nonteknis yang akan berguna dalam berbagai jenis pekerjaan.
Keterampilan yang diberikan dalam program, antara lain empati, mendengarkan aktif, menyikapi perbedaan, dan resiliensi
“Siswa-siswa yang masih bersekolah masih terbatas dalam mengembangkan hard skill terkait pekerjaan di masa mendatang. Namun, mereka dapat diajak untuk mengembangkan soft skill yang akan berguna untuk menghadapi masa depan yang semakin tidak pasti dibandingkan generasi sebelumnya,” tegas Irna.
Tantangan sekolah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dan dinamika perubahan globalisasi lainnya memunculkan tantangan serius di dunia pendidikan. Grade Level Head Binus, Joan M. Ventura yang merupakan pengajar asal Filipina mengungkapkan, beberapa negara masih mengalami masalah perbedaan latar belakang.
“Jika saya akan menyebutkan kendala dalam belajar mengajar, pasti ada banyak. Hambatan-hambatan ini juga berbeda sifatnya dan harus ditangani secara berbeda. Ditambah dengan situasi pandemi yang kita alami, baik guru maupun siswa menghadapi tantangan transformasi digital yang tiba-tiba dalam proses belajar mengajar,”
“Ini tiba-tiba menjadi hal yang wajib dilakukan meskipun sebagian besar siswa dan guru belum siap,” tuturnya.
Lewat GCC at Home, guru-guru berbagai negara bertemu dan berbagi pandangan satu sama lain.
Joan mengatakan, desain inisiatif ini dapat mengatasi satu kendala umum dalam pengajaran yang dihadapi sebagian besar pendidik, baik mengajar online atau offline, yaitu perbedaan budaya dan identitas.
“Berada di negara asing membuat saya sadar bahwa budaya yang saya identifikasi berbeda dari beberapa rekan dan siswa saya. Kursus ini membuat saya lebih sadar akan kemungkinan situasi yang dihadapi orang lain serta sadar dengan hak istimewa yang saya miliki yang mungkin tidak dimiliki orang lain,” imbuhnya.
Baca Juga: ENZ dan Massey University Melatih 30 Guru Binus dalam "GCC At Home"
Melalui kesadaran ini, para guru peserta diajarkan tentang pendekatan yang tepat untuk menjembatani perbedaan dan menjaga hubungan yang harmonis dengan siswa, sehingga dapat tercipta lingkungan belajar yang inklusif dan kompeten.
Subject Head English Binus, Angela C. Tijam menyebutkan, penting bagi sekolah untuk tidak hanya membentuk siswa yang unggul dalam bidang akademik, tetapi juga berkarakter baik.
“Di kelas, kita dapat mengajar siswa untuk merasa bahwa mereka adalah bagian dari komunitas global dan bahwa mereka memiliki tanggung jawab sebagai pelayan dunia,” ujarnya.
Angela menjelaskan beberapa contoh nyata tentang bagaimana membangun pola pikir dan karakter siswa.
Di antaranya dengan memasukkan peristiwa dan masalah kehidupan nyata dalam diskusi seperti membaca tentang bagaimana beberapa negara berubah untuk mencapai tujuan berkelanjutan, menerapkan inklusi dalam perusahaan, mengadakan diskusi tentang stereotip dan diskriminasi.
Direktur Regional Asia ENZ, Ben Burrowes mengungkapkan dukungan terhadap para guru peserta, khususnya Indonesia, dalam membentuk kompetensi global masa depan siswa.
Penulis : Elva-Rini
Sumber : Kompas TV