> >

Pancasila: Dasar dan Realitas Kehidupan Bangsa

Advertorial | 9 Juli 2021, 18:08 WIB
Ilustrasi suasana perumusan Pancasila. (Sumber: KompasTV)

Pidato ini disambut tepuk tangan meriah dari para peserta sidang sebagai tanda persetujuan mereka.

Untuk mematangkan rumusan dasar negara tersebut, dibentuk sebuah panitia kecil bernama panitia sembilan yang terdiri dari, Sukarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, A.A. Maramis, dan Muhammad Yamin.

Pada 22 Juni 1945, lahirlah rumusan dasar negara Republik Indonesia, yang dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Setelah rumusan dasar negara disepakati, BPUPK melanjutkan pembahasan persiapan-persiapan kemerdekaan lain, termasuk merancang Undang-Undang Dasar.

Meski terdapat beberapa ragam pandangan anggota sidang, tugas BPUPK dituntaskan dengan cepat pada 7 Agustus 1945, kemudian dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada 18 Agustus 1945, Pancasila secara resmi menjadi dasar negara dengan disahkannya UUD NRI 1945.

Mohammad Hatta adalah orang yang memberikan tanggapan jelas mengenai perbedaan hari lahir dan hari pengesahan Pancasila di tengah wacana pemerintah era Orde Baru menggabungkan keduanya.

"Lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 1945 tapi disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945. Dalam hal pengesahan ini tidak bertentangan, tapi lahirnya ya lahirnya," kata Hatta dikutip dari Harian Kompas, 1 Juni 1977.

Namun yang tak kalah penting dari itu, Hatta juga mengingatkan, bahwa pengamalan Pancasila tidak boleh sebatas ucapan lisan belaka.

Sebab menurutnya, Pancasila baru bisa dialami dan dimaknai ketika pemerintah dan masyarakat negara Republik Indonesia sudah bisa menaati isi UUD NRI 1945.

Baca Juga: BPIP Ajak Masyarakat Tingkatkan Solidaritas Kemanusiaan Atasi Covid-19

Pancasila sebagai realitas kehidupan

Baru-baru ini, hal senada juga pernah dikemukakan Deputi Bidang Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Prof. Dr. Adji Samekto, M.Hum.

Menurutnya, Pancasila tidak bisa diperlakukan sebagai materi eksternal yang diinternalisasikan, seolah menghapus apa yang menjadi aspirasi. Maknanya perlu dihidupkan melalui nilai-nilai yang diimplementasikan ke dalam kebijakan publik.

Cara-cara yang bersifat ekstrem dan doktriner harus dihindari. Sebagai realitas kehidupan, Pancasila perlu diwujudkan dengan secara sederhana, rasional, tidak bersifat teoritik yang sifatnya menekan.

Oleh karena itu, Adji berharap pengenalan nilai-nilai Pancasila kepada calon-calon pemuda penerus bangsa tidak hanya dilakukan dengan cara teoritik, melainkan mengarah pada ilustrasi nilai-nilai Pancasila sebagai realitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Bicara Pancasila bukan bicara di ranah kosong atau abu-abu namun di ranah konkret, mengutamakan contoh contoh riil, ranah nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai level dan tingkatan pendidikan,” ungkap Adji, dikutip dari pemberitaan KompasTV pada 15 Maret 2021.

Pancasila merupakan ideologi terbuka yang terus mengikuti perkembangan zaman. Membumikan Pancasila bisa dilakukan dengan membangun role model sesuai dengan karakter generasinya.

Penulis : Elva-Rini

Sumber : Kompas TV


TERBARU