Kompas TV advertorial
advertorial

Cara Masyarakat Iban Warisi Rimba Borneo

Kompas.tv - 29 Mei 2024, 13:30 WIB
cara-masyarakat-iban-warisi-rimba-borneo
Ada nilai lokal yang sampai saat ini terus dilestarikan, salah satunya ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak Iban, Kalimantan Barat. (Sumber: Dok. Oase Indonesia)
Penulis : Adv Team

KOMPAS.TV – Saat ini, perubahan iklim dan pemanasan global menjadi isu yang terus dibicarakan pegiat lingkungan di dunia. Kondisi bumi yang tidak lagi bersahabat terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya memicu kesenjangan antara manusia dengan alam.

Praktik eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan telah mendorong terjadinya kerusakan lingkungan. Hal menarik adalah masih ada praktik lokal yang dilakukan masyarakat adat dalam mengendalikan laju perubahan iklim dan upaya pemulihan lingkungan.

Ada nilai lokal yang sampai saat ini terus dilestarikan, salah satunya ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak Iban, Kalimantan Barat.

Suku Dayak Iban kiranya dapat menginspirasi masyarakat Indonesia dan dunia untuk turut menjaga alam. Terlebih, saat ini kondisi alam sedang tidak baik-baik saja salah satunya akibat deforestasi yang berlebihan.

Dengan begitu, setidaknya masyarakat dan seluruh pihak dapat berbuat kebaikan untuk alam sebagaimana yang dilakukan Suku Dayak Iban.

Praktik tradisional masyarakat Suku Dayak Iban dalam menjaga dan merawat kelestarian hutan membudaya hingga sekarang. Hal itu karena adanya dukungan dari pemerintah setempat dengan menetapkan hutan adat agar berlandaskan pada hukum adat.

Pengakuan hutan adat Sungai Utik berimbas terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca, dalam tataran global dan keberlangsungan mata air di tengah peningkatan deforestasi. 

Sungai Utik merupakan sebuah dusun yang berada di Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat yang memberikan napas dan kehidupan bagi Suku Dayak Iban.

Tak mau dieksploitasi oleh anak cucu, para orang tua di Sungai Utik menurunkan tradisi hidup di Hutan Sungai Utik dengan mengelola hutan secara berkelanjutan berdasarkan hukum adat. Selain melaksanakan ritual tabur beras, Suku Dayak Iban juga pandai membaca sinyal alam saat hendak memanfaatkan isi hutan.

Praktik tradisional masyarakat Suku Dayak Iban dalam menjaga dan merawat kelestarian hutan membudaya hingga sekarang. (Sumber: Dok. Oase Indonesia)

Warga Iban membagi tiga zona kawasan hutan sesuai fungsinya. Zona pertama, Kampung Taroh yaitu hutan simpan yang tidak boleh sama sekali dilakukan aktivitas penebangan pohon.

Zona kedua, Kampong Galau, hutan tebang pilih yang menjadi wilayah mengolah kayu untuk keperluan bangunan. Kampong Endor Kerja atau kawasan hutan produksi yang dikelola secara adil dan berkelanjutan termasuk untuk kegiatan pertanian.

Selain itu pula, mereka memiliki rentetan tata cara yang wajib dilakukan sebelum proses membuka ladang dilakukan hingga masa panen tiba. Orang Iban memotong helai demi helai tanaman padi menggunakan ketam sejenis pisau kecil.

Setelah memanen padi, warga biasanya memisahkan bulir beras dengan proses Nungko. Nungko dilakukan dengan cara menginjak batang tanaman padi tersebut sampai bulir padi terpisah dengan sendirinya.

Pelestarian hutan berbasis kearifan lokal menjadi potret kehidupan yang melekat pada Suku Dayak Iban. Sebagai dukungan pembangunan hutan yang berkelanjutan, pemerintah pun menetapkan hutan adat Sungai Utik melalui penerbitan Surat Keputusan nomor: 3238/menlhk-pskl/pktha/psl.1/5/2020 oleh Kementerian lingkungan hidup dan kehutanan.

SK tersebut sebagai cara dari pemerintah untuk melindungi hak-hak komunal masyarakat Utik dalam mengelola hutan adat. Hal itu juga menjadi cara bagi pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat tradisional tersebut.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x