Menilik Upaya Pemerintah Indonesia Dedolarisasi , Seberapa Efektifkah Perkuat Mata Uang Lokal?
Vod | 19 Mei 2023, 16:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Semenjak eskalasi perang Rusia-Ukraina, sejumlah negara yang tergabung dalam Aliansi Dagang Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) menggaungkan akan mengurangi dolar amerika serikat (USD) untuk perdagangan dan investasi atau dedolarisasi.
Lalu, pemerintah Indonesia lebih dahulu melakukan dedolarisasi dengan Malaysia, Thailand, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.
Dengan penggunaan mata uang lokal (local current settlement/LCS) untuk meningkatkan transaksi bilateral di antara kedua negara.
Selain itu, kekuatan ekonomi dunia mulai bergeser, seperti perekonomian Amerika yang mulai meredup, dan mulai disusul dengan meroketnya pertumbuhan perekonomian China.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) tahun 2000, Product Domestik Bruto (PDB) China hanya 7 persen dunia.
Akan tetapi dalam waktu dua dekade, Negeri Tirai Bambu ini dapat meningkatkan PDB hingga 19 persen, sedangkan AS mengalami penurunan dari 20 persen mendekati 16 persen dalam kurun waktu yang sama.
Baca Juga: Menkeu AS Pusing Kongres Tak Naikkan Batas Utang AS, Ekonomi Paman Sam dan Dollar Bisa Terpuruk
Sementara itu, Ekonom Senior, Faisal Basri melihat sejumlah negara tidak ingin lagi menggantungkan nasib mereka pada dominasi dolar.
Kerja sama penggunaan mata uang lokal di perdagangan sudah dilakukan Indonesia sejak tahun 2018; dimulai dengan kerja sama bersama Malaysia dan Thailand, lalu dengan Jepang pada 20 agustus 2020, dan kemudian bersama People Bank Of China pada 6 September 2021.
Terakhir, indonesia Menyepakati LCS dengan Korea Selatan pada awal Mei 2023.
Direktur CELIOS, Bhima Yudistira menilai sebaiknya Indonesia tidak terlalu gencar menjalin hubungan bilateral untuk melakukan dedolarisasi, karena secara tidak langsung akan berdampak.
Penulis : Edwin-Zhan
Sumber : Kompas TV