> >

Mabes Polri Didesak Ambil Alih Kasus Perusakan Masjid Ahmadiyah di Sintang

Berita daerah | 8 September 2021, 09:11 WIB

SINTANG, KOMPAS.TV - Kasus perusakan masjid dan bangunan milik jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, terus disidik polisi.

Hingga hari Selasa (7/9/2021), polisi telah menetapkan 21 orang tersangka baik pelaku lapangan maupun aktor intelektual perusakan.

Para tersangka lapangan dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang perusakan bangunan secara bersama-sama dengan ancaman hukuman 5 tahun 6 bulan.

Sedangkan untuk aktor intelektual atau dalang perusakan akan dijerat pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya 6 tahun penjara.

“Iya benar. Telah ditetapkan sebanyak 21 tersangka. Sebanyak 18 orang pelaku perusakan dan 3 orang aktor intelektual,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalbar, Kombes Donny Charles Go, dikutip dari Kompas.com.

Di tengah penyidikan yang berjalan, anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, mendesak agar Mabes Polri mengambil alih penanganan kasus perusakan tempat ibadah dan bangunan milik jemaah Ahmadiyah di Sintang dengan alasan ada dugaan pembiaran oleh aparat setempat.

Senada, Komnas HAM juga mendorong Mabes Polri mengambil alih penanganan dan mencegah eskalasi kekerasan menyebar ke wilayah lain.

Dalam konferensi pers secara daring, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menyoroti pula surat keputusan bersama tiga menteri nomor 3 tahun 2008 tentang peringatan dan perintah kapada jemaah Ahmadiyah Indonesia.

Menurut Anam, SKB yang ditandatangani Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung saat itu menimbulkan diskriminasi dan memicu kekerasan pada jemaah Ahmadiyah.

Peristiwa perusakan rumah ibadah jemaah Ahmadiyah di Sintang juga disesalkan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. 

Melalui juru bicaranya, Masduki Baidlowi, Wakil Presiden menyatakan perbedaan pendapat dan pandangan keagamaan sebaiknya diselesaikan lewat dialog bersama dan tidak disikapi dengan kekerasan.

Diskriminasi dan kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah sudah beberapa kali terjadi di tanah air.

Apapun alasannya, baik karena dianggap ajaran sesat maupun keberadaannya meresahkan, dalam negara hukum, kekerasan dan diskriminasi tak dibenarkan.
 

Penulis : Reny-Mardika

Sumber : Kompas TV


TERBARU