Yang Hilang Dari TIM - SINGKAP
Singkap | 22 Desember 2019, 15:00 WIBRevitalisasi Taman Ismail Marzuki yang sedang dalam tahap pembangunan menuai kontroversi, beberapa waktu lalu beredar video diskusi yang berlangsung panas. Pembahasan rancangan revitalisasi TIM nyatanya daoat penolakan dari sejumlah seniman karena tidak melibatkan seniman. Pengadaan hotel berbintang lima dalam area Taman Ismail Marzuki, menjadi inti kemarahan sejumlah seniman. Kontroversi ini membuat DPRD DKI Jakarta akan memangkas dana penyertaan modal daerah atau PMD pembangunan TIM dan melarang berdirinya bangunan hotel.
Lepas dari kontroversi revitalisasi gedung TIM, kita patut menilik sejarah berdirinya gedung ini yang diinisiasi oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin kala itu yang diresmikan tahun 1968. Gedung TIM juga selalu melekat dengan keberadaan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin yang sudah menjadi bagian TIM sejak tahun 1977. Sebelum peresmiannya Gubernur Ali Sadikin sempat menyerahkan segala kepengurusan gedung TIM kepada dewan bentukannya yaitu Dewan Kesenian Jakarta. DKJ bertugas sebagai mitra gubernur untuk merumuskan kebijakan serta merencanakan berbagai program yang mendukung kesenian yang berada di wilayah DKI Jakarta.
Berbicara gedung TIM pasti sangat membekas bagi seniman-seniman melegenda yang lahir dan tumbuh berkembang di TIM. Sebut saja kelompok seni teater, Teater Koma yang sejak awal berdiri dan perjalanannya dalam berkesenian selalu menggunakan gedung TIM sejak tahun 1977. Ratna Riantiarno salah satu pendiri dan juga aktris dari seni teater tersebut berbagi cerita bagaimana TIM menjadi saksi berjayanya kesenian teater kala itu. Selain dari kesenian teater, tak sedikit pula sastrawan yang lahir dan mencicipi gemerlap panggung TIM untuk menyuarakan karya. Salah satunya adalah Sutardji Calzoum Bachri, saeorang sastrawan yang telah melantukan goresan penanya dipanggung TIM sejak tahun 1970-an.
#TIM #TamanIsmailMarzuki
Penulis : Yudho-Priambodo
Sumber : Kompas TV