Koalisi Masyarakat Sipil: Revisi UU TNI Masih Berpotensi Mengembalikan Dwi Fungsi dan Militerisme
Politik | 14 Maret 2025, 13:24 WIB
JAKARTA, KOMPAS TV – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan memperkuat militerisme di Indonesia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan ini terdiri dari: SETARA Institute, Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta,
Kemudian, LBH Pers, LBH Masyarakat, LBH Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), BEM SI, dan Dejure.
Baca Juga: Dirut Bulog Masih Anggota TNI Aktif, Panglima: Harus Mundur dari TNI
Koalisi menilai revisi ini tidak mendesak, karena UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 masih relevan untuk mendorong transformasi TNI menjadi institusi militer yang profesional.
"Pemerintah sudah menyampaikan DIM RUU TNI kepada parlemen pada 11 Maret 2025. Dari DIM yang diserahkan, draft RUU TNI masih mengandung pasal-pasal bermasalah yang tetap akan mengembalikan dwi fungsi TNI dan menguatnya militerisme," tulis keterangan tertulis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Jumat (14/3/2025).
Menurut mereka, yang seharusnya direvisi adalah UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, agar prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum dapat diadili di peradilan umum, sesuai dengan prinsip persamaan di hadapan hukum yang dijamin dalam Konstitusi.
Koalisi menyoroti penambahan jabatan sipil bagi prajurit TNI aktif dalam revisi ini, termasuk di Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurut mereka, penempatan prajurit TNI aktif di Kejaksaan Agung tidak tepat, karena fungsi utama TNI adalah sebagai alat pertahanan negara, sementara Kejaksaan adalah lembaga penegak hukum.
"Saat ini sudah ada Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) di Kejaksaan Agung. Namun, perwira TNI aktif yang menjabat di Kejaksaan Agung seharusnya mengundurkan diri terlebih dahulu," kata Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Jumat (14/3/2025).
Koalisi juga menilai keberadaan Jampidmil tidak diperlukan dan seharusnya tidak dipermanenkan sebagai jabatan tetap. Mereka menilai peradilan koneksitas yang ditangani oleh Jampidmil justru menjadi sarana impunitas, sehingga sebaiknya dihapus.
Selain itu, penempatan prajurit TNI aktif di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga dianggap tidak tepat. KKP merupakan lembaga sipil, sehingga pejabat di dalamnya seharusnya berasal dari kalangan sipil, bukan militer.
Koalisi berpendapat bahwa revisi UU TNI seharusnya bukan memperluas jabatan sipil bagi TNI, melainkan membatasi dan mengurangi jumlah jabatan yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU TNI.
Koalisi juga menyoroti perluasan tugas operasi militer selain perang yang diberikan kepada TNI dalam revisi ini. Salah satunya adalah pelibatan TNI dalam penanganan narkotika, yang dinilai sebagai kebijakan berlebihan.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menegaskan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) tidak akan mengembalikan peran ganda TNI seperti di era orde baru atau orba.
Baca Juga: Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto Tegaskan TNI Aktif yang Duduki Jabatan Sipil Harus Mundur
Hal ini merespons kekhawatiran berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), terkait potensi kembalinya dwifungsi ABRI.
"Beberapa teman-teman dari LSM sudah kami undang, seperti Setara dan Imparsial. Mereka khawatir dwifungsi ABRI kembali seperti zaman Orba. Kalau menurut saya, semua itu bisa dipagari melalui undang-undang," ujar Utut di gedung DPR, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV