Beroperasi Sejak 2018, Begini Modus Operandi Pabrik Obat Keras Ilegal di DIY
Peristiwa | 27 September 2021, 19:23 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pabrik obat keras ilegal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang digerebek Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Direktorat Tindak Pidana Narkoba sudah beroperasi sejak 2018.
Dalam penggerebekan tersebut, selain menyita 30 juta butir obat keras siap edar, polisi juga menetapkan tiga tersangka.
Mereka adalah LSK (49) warga Kasihan, Bantul, WZ (53) warga Karanganyar, Jawa Tengah, dan JSR alias Joko (56) warga Kasihan, Bantul.
“Joko ditangkap di kediamannya dan diperoleh keterangan dia dikendalikan seseorang berinisial EY yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO),” ujar Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno H Siregar, Senin (27/9/2021).
Baca Juga: Penggerebekan Pabrik Obat Keras Ilegal di Bantul Jadi Kasus Terbesar Bareskrim Polri
Berdasarkan hasil interogasi kepada Joko, diketahui biaya produksi pabrik selama satu bulan mencapai Rp2 miliar-Rp3 miliar. Biaya itu untuk keperluan membeli bahan baku dan menggaji pekerja.
Joko juga mengaku selain mengirimkan obat keras ilegal ini berdasarkan pesanan, pabriknya juga menyetok. Modus operandi pabrik itu adalah memproduksi obat-obat keras yang sudah dicabut izin edarnya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kemudian mengirimkannya ke berbagai daerah menggunakan jasa ekspedisi.
Sementara Kepala BBPOM Yogyakarta Dewi Prawitasari membenarkan obat-obat jenis trihex atau hexymer sudah dilarang diproduksi dan nomor izin edar untuk kemasan botol berisi 350, 500 dan 1.000 butir sudah tidak diperpanjang lagi.
Baca Juga: Digerebek Bareskrim Polri, Kapasitas Produksi Pabrik Obat Keras Ilegal di DIY 14 Juta Butir per Hari
Ia tidak menampik obat-obatan tersebut kerap disalahgunakan karena memiliki efek samping euforia dan menimbulkan kecanduan.
Penulis : Switzy Sabandar Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV