JAKARTA, KOMPAS.TV - Jumlah korban dugaan pencabulan yang dilakukan tersangka berinisial SAS di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), bertambah dari 12 menjadi 14 orang.
Adapun sebagian besar korban di antaranya adalah anak di bawah umur.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Kepolisian Resor (Polres) Alor, Iptu Yames Jems Mbau menyebut perubahan data jumlah korban ini menyusul adanya dua korban lain yang mengaku ke penyidik pada Rabu (14/9/2022).
"Ada dua lagi korban pencabulan, tetapi usianya 19 tahun. Mereka sudah melapor ke Polres Alor pada Rabu kemarin," kata Jems dikutip dari Kompas.com, Jumat (16/9).
Seperti diketahui, SAS merupakan seorang calon pendeta Majelis Sinode GMIT di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Jems menuturkan dari 14 korban kekerasan seksual itu, 10 orang adalah anak usia di bawah 17 tahun.
Sementara empat korban lainnya merupakan remaja berusia di bawah 19 tahun.
Lebih janjut, dia mengatakan, Penyidik unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Alor juga sudah memeriksa para korban dan orangtua korban. Para korban yang diperiksa adalah saksi bagi korban yang lain.
Tak hanya itu, korban juga sudah menjalani visum di rumah sakit dan telah memberikan keterangan terkait kasus ini.
Baca Juga: Terungkap! Calon Pendeta di Alor NTT Cabuli 12 Anak di Ruang Ibadah hingga Posyandu
Diberitakan sebelumnya, SAS diduga telah melakukan perbuatan asusila terhadap korban yang sebagian besar anak di bawah umur sejak Mei 2021 hingga Maret 2022.
Kasus itu, terbongkar usai korban melapor ke polisi pada 1 September 2022 silam.
Usai menerima laporan, polisi pun menangkap SAS di Kota Kupang dan dibawa ke Alor untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
SAS pun mengakui semua perbuatannya. Dia lantas meminta maaf kepada semua pihak, mulai dari para korban, orangtua hingga pengurus Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT).
Sementara itu, Majelis Sinode GMIT menyatakan, pihak gereja telah memberi sanksi SAS dengan penundaan pentahbisan menjadi vikaris dalam jabatan pendeta.
Ketua Majelis Sinode GMIT Merry Kolimon mengatakan, Majelis Sinode GMIT menghormati hak korban dan orang tua korban untuk menempuh jalur hukum dan akan mengawal proses hukum dalam penanganan perkara kekerasan seksual tersebut.
Dia juga mengatakan, gereja tidak akan menghalang-halangi proses hukum terhadap SAS.
Terkait, kasus ini, Majelis Sinode GMIT juga telah mengirim tim psikolog serta pendamping untuk membantu korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS.
"Majelis Sinode GMIT berharap semua pihak agar turut melindungi para korban dari kekerasan berlapis," kata Merry.
Baca Juga: 6 Fakta Penyerangan KKB Papua yang Tewaskan 10 Warga Sipil, Salah Satunya Seorang Pendeta
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.