JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengumumkan pihaknya telah menggelar penyidikan untuk mengusut kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pada tanggal 19 Maret 2024 KPK meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan. Ia mengaku pihaknya sudah menangani kasus tersebut sejak 10 Mei 2023.
“Dugaan penyimpangan atau tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan," kata Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).
Baca Juga: Usai Sri Mulyani Lapor ke Kejagung, KPK Ngaku Sudah Usut Kasus Dugaan Korupsi di LPEI Sejak 2023
Namun demikian, Ghufron menjelaskan, KPK mengambil kebijakan berbeda dari biasanya dalam menangani kasus dugaan korupsi di LPEI tersebut.
Selama ini, jika KPK mengumumkan suatu perkara naik ke penyidikan biasanya dibarengi dengan penetapan tersangkanya. Namun, untuk kasus ini tidak demikian.
"Sekali lagi ini semua adalah kebijakan internal KPK, namun dalam perkara ini kami memutuskan untuk kemudian merilis dan mengumumkan status penyidikan perkara ini pada hari ini, sebelum kemudian kami menetapkan tersangkanya," ujar Ghufron.
Lebih lanjut, Ghufron berbicara mengenai Pasal 50 Undang-Undang KPK dalam kesempatan tersebut.
Merujuk aturan itu, Ghufron menuturkan, kepolisian maupun kejaksaan tidak lagi berwenang menangani suatu perkara korupsi apabila perkara itu sudah dilakukan penyidikan lebih dulu oleh KPK.
Baca Juga: Sri Mulyani Laporkan 4 Debitur Terindikasi Fraud Rp2,5 Triliun, LPEI: Sepenuhnya Mendukung
"Dalam hal KPK sudah melakukan penyidikan, kepolisian dan kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan," ujar Ghufron.
Namun ketika penyidikan suatu perkara korupsi sudah didahului oleh kepolisian dan kejaksaan, maka kedua penegak hukum itu wajib memberitahukan KPK paling lambat 14 hari setelah dimulainya penyidikan.
KPK juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mempelajari tiga korporasi dalam perkara dugaan korupsi tersebut. Hal itu juga berbeda dengan Kejaksaan Agung yang menyampaikan ada empat korporasi yang terindikasi fraud.
Ghufron juga menyebut total indikasi kerugian keuangan negara pada kasus LPEI yang ditangani pihaknya yakni mencapai Rp3,45 triliun.
"Yang sudah terhitung dalam tiga korporasi sebesar Rp3,45 triliun," ujarnya.
Baca Juga: Jatam Laporkan Bahlil ke KPK Atas Dugaan Korupsi Tambang, Dokumen Aliran Dana Kampanye Jadi Bukti
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan dugaan fraud debitur LPEI kepada Kejaksaan Agung.
“Hari ini kami bertandang ke Kejaksaan Agung untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud, yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan debitur,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (18/3).
Dia menuturkan terdapat empat debitur yang terindikasi fraud dengan nilai outstanding Rp2,5 triliun. Keempat debitur yang dimaksud yaitu PT RII, PT SMS, PT SPV, dan PT PRS.
Laporan tersebut merupakan hasil penelitian kredit bermasalah yang dilakukan LPEI bersama dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, atau yang bergerak di bawah tim terpadu.
Baca Juga: KPK Periksa Fadel Muhammad untuk Kasus Korupsi Pengadaan APD di Kemenkes Senilai Rp3,03 T
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.