JAKARTA, KOMPAS.TV - Perubahan iklim merupakan masalah global, krusial dan harus segera ditangani. Hal ini mendorong pusat penelitian Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node menggelar acara diskusi publik sekaligus peluncuran buku bertajuk “Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024: Panduan Komunikasi untuk Para Politisi”.
Diskusi ini menghadirkan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, pengusung calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan Surya Tjandra, Juru Bicara capres Anies Baswedan dan calon wakil presiden (cawapres) Muhaimin Iskandar (AMIN).
Riset MCCCRH Indonesia Node bertajuk "Modelling the Indonesian Politicians’ Interests in Climate Change" menunjukkan akun media sosial (medsos) ketua partai politik yang masih minim membahas tentang perubahan iklim.
Secara rinci, unggahan terkait perubahan iklim dari kalangan ketua parpol hanya 8% dibicarakan, jauh lebih rendah dibandingkan unggahan dari kelompok Menteri yang mencapai 80%.
"Isu perubahan iklim yang dibicarakan politisi pun masih di taraf kebijakan dan tidak menyentuh dampak yang dirasakan langsung masyarakat," ujar Chair MCCCRH Indonesia Node, Ika Idris.
Baca Juga: Ini Jawaban Juru Bicara Tim Prabowo Subianto, Andre Rosiade saat Ditanya Pilihan Gibran atau Erick!
Surya Tjandra, Juru Bicara Pasangan AMIN menilai, mayoritas masyarakat tidak tahu tentang isu perubahan iklim. "Tapi tugas kita sebagai politisi untuk memulai dan mengedukasi masyarakat bahwa ini penting. Kuncinya adalah kolaborasi dan penting mengkombinasikannya dengan aksi nyata," ujarnya.
Sementara, Rahayu Saraswati menilai, mengedukasi konstituen dengan isu perubahan iklim sangat menantang. "Berangkat dari pengalaman, yang mereka tangkap itu ya isu sandang, pangan, papan, " kata Rahayu.
Isu perubahan iklim penting menjadi salah satu agenda kampanye di Pemilu 2024 karena dampaknya kian mencekam. Menurut Grace Wangge, Pakar Kesehatan Publik Monash University, banyak dari kaum muda yang mengalami gangguan kecemasan dan kesedihan akibat bencana terkait perubahan iklim.
Adapun sumber stres menurut Grace adalah akibat dari krisis pangan, kehilangan mata pencaharian, ataupun kerusakan dan kehancuran lingkungan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Selain itu, data Air Quality Life Index (AQLI) pada tahun 2022 menunjukkan beberapa daerah di Indonesia, khususnya DKI Jakarta dan kota di sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) diproyeksi mengalami penurunan angka harapan hidup rata-rata selama 2,4 tahun karena polusi udara.
Jawa Barat adalah provinsi paling tercemar di Indonesia, di mana polusi udara memperpendek angka harapan hidup 48 juta penduduk hingga 1,6 tahun. Polusi ini berasal dari asap dari kebakaran hutan, ditambah emisi karbon yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor, pembangkit listrik dan mesin pada industri, dan sebagainya.
Baca Juga: KPU: Anies-Cak Imin Akan Tes Kesehatan 21 Oktober, Ganjar-Mahfud MD 22 Oktober
Contoh lain dampak perubahan iklim juga dialami DKI Jakarta. Peneliti MCCCRH Indonesia Node Eka Permanasari, yang fokus risetnya berkaitan dengan pengembangan perkotaan, mengatakan bahwa perubahan iklim memperparah gempuran hujan deras terhadap DKI Jakarta. "Jakarta saat ini berjuang untuk tidak tenggelam," kata Eka.
Dampak ekonomi perubahan iklim juga mengkhawatirkan. Bappenas memprediksi Indonesia akan mengalami kerugian sebesar Rp 544 triliun pada periode 2020-2024. Selain itu, Indonesia juga bisa kehilangan 30%-40% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 132 triliun akibat kerugian dari sektor pertanian, kesehatan, dan kenaikan permukaan laut.
Sumber : MCCCRH
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.