JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum J.J. Amstrong Sembiring angkat bicara terkait putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang mengubah masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Amstrong menilai putusan tersebut telah melampaui kewenangan MK. Sebab, aturan masa jabatan suatu lembaga seperti KPK merupakan kewenangan pembuat undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR.
"Putusan MK yang membuat norma baru dengan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK,” kata J.J. Amstrong dikutip dari keterangan resminya di Jakarta, Kamis (1/6/2023).
Baca Juga: Anggota DPR Nilai Putusan MK Harusnya Berlaku untuk Pimpinan KPK Berikutnya, Ini Alasannya
"Hal ini melampaui kewenangan MK karena Undang-Undang Dasar 1945 mengatur Pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang dan norma di dalamnya atau positive legislator."
Amstrong menilai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK bersifat multitafsir dan problematik sebab Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 membuat jabatan pimpinan KPK yang awalnya hanya 4 tahun menjadi 5 tahun.
Menurut dia, perpanjangan masa jabatan hingga penentuan syarat usia adalah kewenangan sepenuhnya pembentuk undang-undang.
Artinya, open legal policy merupakan kebijakan yang hanya bisa dibuat oleh pembentuk beleid itu sendiri, yakni Pemerintah dan DPR.
"Jika merujuk berdasarkan referensi pada putusan-putusan MK sebelumnya, materi gugatan yang sifatnya open legal policy atau kebijakan hukum terbuka seperti yang diajukan Nurul Ghufron, hakim konstitusi akan menolak gugatan tersebut," kata calon pimpinan KPK periode 2019-2023 itu.
Baca Juga: Anggota DPR Kritik Masa Jabatan Pimpinan KPK 5 Tahun: Konstitusi Rusak akibat MK Ikut Main Politik
Ia berpendapat bahwa putusan MK secara implisit atau tidak langsung sudah mencampuri urusan DPR dengan mengatur masa jabatan dan batas usia pimpinan KPK.
Dengan begitu, MK diduga secara tidak langsung terseret ke dalam politik praktis. Apalagi, putusan berlakunya masa jabatan 5 tahun itu juga ditujukan kepada Dewan Pengawas KPK yang tentu bisa menimbulkan konflik kepentingan.
Merujuk pada pertimbangan hakim, lanjut Amstrong, pada halaman 117 tafsirnya adalah memberikan kepastian hukum kepada panitia seleksi (pansel) untuk segera bekerja.
Akan tetapi, putusan MK tidak bisa ditafsirkan sendiri sebab putusan itu tidak boleh berlaku surut.
"Dalam struktur manajemen, tentunya menjadi tidak make sense. Jika jabatan Firli dkk. ditambah 1 tahun lagi, ini kacau semua anggaran sampai rencana kegiatan,” ujarnya.
“Hal itu juga dapat membuktikan perencanaan yang sudah dipersiapkan menandakan tidak valid, tersistematis, dan terstruktur.”
Baca Juga: Eks Hakim MK: Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun Tak Masuk Akal, Harusnya MK Tak Masuk Ranah Itu
Gugatan yang diajukan oleh Nurul Ghufron, menurut dia, berkaitan dengan kepentingan pribadinya, yaitu mengenai masalah minimal umur pimpinan KPK.
Setelah itu, Nurul Ghufron memasukkan kembali gugatan yang berkaitan dengan masa jabatan pimpinan KPK.
"Gugatan Nurul Ghufron mengandung conflict of interest (konflik kepentingan) karena pemohon mengajukan berkaitan dengan kepentingan pribadi versus ketentuan aturan hukum KPK," ucapnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.