JAKARTA, KOMPAS.TV – Sebanyak 24 negara mengalami kenaikan kasus Covid-19 yang terutama terkait dengan kehadiran subvarian baru, Omicron XBB atau BA.2.10.
Di Indonesia, kasus konfirmasi positif sub varian Omicron XBB hingga Selasa (25/10), tercatat empat pasien.
“Pasien semuanya bergejala ringan seperti batuk dan pilek. Tapi semua pasien sudah sembuh dan mereka hanya melakukan isolasi mandiri, tidak dirawat di rumah sakit,” ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr. Mohammad Syahril pada konferensi pers virtual, Rabu (26/10).
Dari empat pasien tersebut, tiga di antaranya berlokasi di DKI Jakarta dengan dua pasien transmisi lokal dan satu pasien transmisi luar negeri. Sisanya satu pasien lagi berlokasi di Surabaya dengan transmisi luar negeri.
Peneliti keamanan dan ketahanan kesehatan global di Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebut, kecepatan infeksi subvarian Omicron XBB bisa 2-3 kali lipat dibandingkan dengan subvarian sebelumnya.
Dengan subvarian BQ1, subvarian XBB ini berada di posisi teratas untuk menurunkan antibodi tubuh. Hal itu kemudian menyebabkan terapi antibodi monoklonal pada akhirnya tidak efektif.
“Lalu, ini yang juga menyebabkan kasus breakthrough infection atau orang yang sudah divaksinasi, tetapi kemudian terinfeksi menjadi semakin banyak itu, ya, bisa-bisa mendekati 50 persen gitu. Ya dari kasus itu,” jelas Dicky, dilansir Kompas.id, Kamis (27/10/2022).
Masyarakat dinilai telah memiliki bekal atau modal imunitas yang memadai setelah memperoleh vaksinasi dosis ketiga. Namun, jumlah orang yang masuk kelompok rawan dan belum mendapat vaksin juga masih banyak.
Hal ini berpotensi memperpanjang masa krisis pandemi Covid-19. Selain itu, potensi dampak jangka panjang atau long covid juga semakin besar.
Baca Juga: Kemenkes: Ada 4 Kasus Omicron XBB Tersebar di DKI dan Surabaya, 2 Transmisi Lokal
Meski penularannya lebih cepat, tingkat perawatan dan fatalitas dari subvarian itu dinilai lebih rendah. Pusat Pengendalian Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyebutkan, gejala Omicron XBB, antara lain:
Pemerintah terus memperkuat pengawasan, pengetesan, pelacakan, serta genome sequencing untuk mengetahui sebaran subvarian XBB.
Sebagaimana diketahui, varian Omicron XBB ini dilaporkan tidak bisa terdeteksi oleh pengujian antigen.
Hal ini diketahui lewat Departemen Kesehatan Filipina yang mengungkapkan pendeteksian virus hanya bisa dilakukan dengan pengurutan genom dengan sampel yang dikumpulkan dari tes RT-PCR.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro, mengatakan, varian XBB pertama kali diidentifikasi pada Agustus 2022.
Gelombang XBB di Singapura diketahui ternyata lebih cepat menular 0,79 kali dibandingkan dengan gelombang varian BA.5.
“Varian ini juga 0,46 kali gelombang BA.2,” ujar Reisa di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (27/10/2022).
Dengan demikian, negara belum bisa dikatakan aman dari pandemi Covid-19. Sebab berbagai mutasi varian baru masih berpotensi terus terjadi.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr. Mohammad Syahril meminta masyarakat tetap mengedepankan protokol kesehatan seperti memakai masker, menghindari kerumunan, dan mencuci tangan pakai sabun, serta melakukan testing apabila mengalami tanda dan gejala Covid-19.
“Selain itu juga segera melengkapi vaksinasi Covid-19 (2 dosis), termasuk vaksinasi booster, untuk meningkatkan perlindungan terhadap Covid-19,” sebutnya dalam keterangan pers, Rabu (26/10).
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.