JAKARTA, KOMPAS.TV - Penyusutan dan terbuangnya pangan (food loss and waste) di Indonesia dilaporkan menimbulkan kerugian ekonomi sekitar Rp213 triliun hingga Rp551 triliun per tahun. Nilai itu setara dengan 4-5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Kementerian Pertanian (Kementan) RI dilaporkan akan meneliti penyebab penyusutan dan terbuangnya pangan tersebut.
Di Indonesia, buah dan sayuran disebut sebagai jenis pangan yang paling banyak terbuang dari rantai pangan.
"Buah dan sayuran adalah komoditas bergizi yang paling banyak hilang dan terbuang. Kita perlu bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memperbaiki situasi dan mengurangi susut dan limbah pangan di Indonesia," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Retno Sri Hartati Mulyandari, Sabtu (3/9/2022), dikutip Antara.
Data Bappenas menunjukkan, per 2021, angkat penyusutan dan terbuangnya pangan di Indonesia mencapai 115-184 kilogram per kapita per tahun selama dua dekade terakhir. Limbah pangan terbesar ditimbulkan di tahap konsumsi.
Menurut FAO, angka per kapita itu juga mencakup terbuangnya pangan dalam proses dari produsen ke grosir dan sisa pangan dari eceran ke rumah tangga.
Baca Juga: Stop Buang Makanan! Indonesia Masuk 3 Besar Negara Penyumbang Sampah Makanan
Makanan yang berasal dari tanaman disebut paling banyak terbuang, terutama jenis cereal. Sedangkan jenis pangan yang paling banyak terbuang dan penyalurannya tidak efisien adalah buah-buahan dan sayuran.
"Sangat penting untuk memahami hambatan dan tantangan dalam rantai nilai untuk mengurangi kehilangan pangan, terutama untuk komoditas yang mudah rusak, seperti buah-buahan dan sayuran,” kata Perwakilan FAO di Indonesia Rajendra Aryal.
Lebih lanjut, menurut FAO, hampir setengah dari buah dan sayuran terbuang atau hilang, bahkan sebelum sampai ke piring konsumen di kawasan Asia-Pasifik.
Menurut FAO, makanan yang terbuang paling banyak ditemukan pada tanaman, terutama sereal.
Sementara sektor pangan yang paling tidak efisien, karena banyak terbuang (menyusut) dalam rantai pangan adalah buah dan sayur.
Aryal menyatakann bahwa terbuangnya pangan sering kali disebabkan berbagai keterbatasan manajerial dan teknis dalam teknik panen, penyimpanan, transportasi, pengolahan, fasilitas pendinginan, infrastruktur, pengemasan dan sistem pemasaran.
Untuk menanggulanginya, FAO pun akan memberikan bantuan teknis kepada Kementan untuk mengeksplorasi hambatan dalam mengurangi susut dan terbuangnya pangan pada komoditas hortikultura yang mudah rusak.
Kajian FAO bersama Kementan akan berfokus pada tiga komoditas terpilih, yakni cabai di Banyuwangi, Jawa Timur; bawang merah di Brebes, Jawa Tengah; dan kubis di Cianjur, Jawa Barat.
Penelitian ini akan dilakukan mulai September 2022 hingga Januari 2023.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang titik susut dan terbuangnya pangan yang kritis dan solusi untuk mengatasinya pada tahap produksi hingga mencapai pasar grosir.
Hasil studi mendalam terhadap ketiga komoditi tersebut juga akan dijadikan model bagi studi-studi selanjutnya di berbagai komoditi yang berisiko mengalami penyusutan.
Baca Juga: Jokowi Bilang 800 Juta Orang Berpotensi Kelaparan, Minta Semua Lahan Diproduktifkan
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.