Selain itu juga tak sesuai TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan juga TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000 yang menegaskan bahwa TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
Baca Juga: Ini Penjelasan Mahfud MD Tentang Penunjukkan Anggota Aktif TNI-Polri sebagai Pj Kepala Daerah
Menurutnya juga melanggar ketentuan norma pasal 47 ayat (1) UU No. 34/2004 tentang TNI,
Fahri Bachmid berpendapat bahwa secara teoritik maupun yuridis, mandat konstitusional yang dikirimkan MK kepada pemerintah dalam berbagai pertimbangan hukum di berbagai putusan MK adalah bersifat wajib dan mengikat.
DIa menyatakan, pertimbangan hukum dalam putusan MK adalah mempunyai daya mengikat serta wajib untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya,
“Jika tidak, maka potensial menjadi masalah hukum serta berimplikasi terhadap keabsahan semua tindakan serta perbuatan pemerintahan itu sendiri, ini adalah sesuatu yang sangat serius,” ujar Fahri.
Baca Juga: Pimpinan Komisi II DPR: Tak Ada Larangan bagi Perwira TNI/Polri Aktif Jadi Pj Kepala Daerah
Pertimbagan hukum MK terkait hal tersebut adalah bahwa Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN dan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri.
Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002).
“Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” jelas Fahri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.