Kompas TV nasional hukum

Pengamat Ingatkan DPR Kritisi RUU Ibu Kota Negara Terutama Soal Pembiayaan

Kompas.tv - 1 Oktober 2021, 13:07 WIB
pengamat-ingatkan-dpr-kritisi-ruu-ibu-kota-negara-terutama-soal-pembiayaan
Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengingatkan DPR untuk lebih kritis dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Terutama pada poin-poin pembiayaan. (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengingatkan DPR untuk lebih kritis dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Terutama pada poin-poin pembiayaan.

Menurut Yayat Supriatna, pada poin pembiayaan, DPR perlu memandang kritis dengan lebih mengedepankan kecermatan, kedalaman, dan pemahaman rakyat. Hal itu dilakukan agar rakyat tidak kecolongan akibat pembiayaan untuk pembangunan ibu kota baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Terlebih saat ini kondisi Indonesia masih dalam masa pandemi Covid-19.

"Jadi saya kira, DPR harus lebih mengkritisi pada poin poin pembiayaan ini apalagi kita mengingat di tengah krisis pandemi seperti ini kecermatan, kedalaman, pemahaman, dan konteks yang paling penting waktu karena bagaimanapun kendala waktu ini hanya hitungan ibarat menghitung hari ke depan ini," kata Yayat dalam program "Sapa Indonesia Pagi" Kompas TV, Jumat (01/10/2021).

Adapun salah satu poin yang perlu disoroti, yakni terkait pasal dalam RUU IKN yang membahas tentang pemanfaatan aset negara sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan.

Sebagaimana tercantum dalam pasal 36 ayat 3 RUU IKN, kata Yayat, bahkan pemanfaatan aset negara dapat dipindahtangankan hanya dengan persetujuan Presiden RI tanpa keterlibatan DPR.

"Sumber pembiayaan lain terkait pemanfaatan aset negara salah satunya penjualan atau pemanfaatan untuk pembiayaan pembangunan. Itu bisa hanya dengan persetujuan presiden tanpa persetujuan DPR. Nah ini yang dikhawatirkan oleh kita. Apakah disini nantinya akan ada upaya upaya transaksional yang mungkin tidak bisa dipantau," jelas Yayat.

Baca Juga: RUU Ibu Kota Negara Rencananya Dibahas DPR pada Pertengahan November 2021

Dalam hal ini, Yayat menekankan pentingnya peran serta DPR untuk mengkritisi RUU IKN terutama terkait sumber pembiayaan karena tidak mungkin seluruh biayanya dibebankan pada APBN.

"Saya kira ini fokus pemerintah agar supaya mencari sumber pembiayaan lain di luar ketergantungan dari APBN. Katakanlah APBN untuk pembiayaan awal, sementara lainnya ini yang jadi catatan penting khususnya itu tadi tentang pemanfaatan aset negara yang bisa dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan di sana," sambungnya.

Perlu diketahui, dalam pasal 36 ayat 1 disebutkan sumber biaya persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan TImur, yakni bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); b. Pengelolaan Barang Milik Negara; c. Pendanaan swasta; d. Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (KPBU); e. Sumber lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Sejak sekarang harus dihitung aset-aset mana yang bisa ditransaksikan atau aset yang perlu mendapatkan pengawasan dan persetujuan dari DPR," ujar Yayat.

Yayat juga menyebut peran DPR kini menjadi kunci soal pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Sebab, saat ini yang sedang dibutuhkan pemerintah ialah payung hukum atau legalitas sehingga bisa melakukan eksekusi dalam konteks program pembiayaan.

"Tanpa legalitas pemerintah ini tidak bisa bergerak, kuncinya itu ada di DPR sekarang ini. Ketika pemerintah sudah menyerahkan RUU nya otomatis tanpa payung hukum eksekusi dalam konteks program pembiayaan itu tidak bisa jalan. Karena tidak ada nonmeklatur yang mengatur IKN di dalamnya."

Sejauh ini, pemerintah masih berkutat dalam persoalan perencanaan lantaran belum ada nonmeklatur yang mengatur IKN di dalamnya.

Kendati demikian, RUU IKN menjadi penting bagi pemerintah mulai dari segi pembiayaan, waktu eksekusi pembangunan hingga pemindahan.

Meskipun dalam RUU tersebut sudah tertulis bahwa pemindahan ibu kota negara akan dilakukan pada tahun 2024.

"Jadi kalau nanti akan dibahas bulan November apakah akan tercapai tidak di akhir tahun ini. Sehingga tahun 2022 itu eksekusi bisa dijalankan karena saat ini sebetulnya bergeraknya pada tataran perencanaan semua. sementara di isi undang undang itu dikatakan salah satu pasal kapan pemindahannya. itu kalau pemerintah minta di 2024 maka dengan begitu resmi ibu kota akan pindah itu ada dalam undang undang," pungkasnya.

Perlu diketahui, DPR RI telah menerima surat presiden terkait RUU IKN yang diserahkan oleh Menteri Sekretariat Negara Pratikno dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa di ruang pimpinan DPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Agenda Pembangunan Ibu Kota Baru Tetap Berlanjut

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemindahan Ibu Kota Negara (RUU IKN) pada pertengahan November 2021 setelah masa reses berakhir.

"Paling cepat pembahasan (RUU IKN) di masa awal sidang setelah reses, itu di pertengahan bulan November," kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x