SELAYAR, KOMPAS.TV - Sebuah pulau tak berpenghuni di Sulawesi Selatan menjadi perbincangan masyarakat Indonesia baru-baru ini. Pulau bernama Lantigiang itu dijual dengan harga Rp900 juta.
Pulau itu terletak di Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Luasnya sekitar 10 hektare.
Nur Aisyah Amnur, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Jinato, menyebut pulau itu termasuk bagian kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
Pulau Lantigiang itu dijual oleh seorang warga bernama Syamsu Alam. Penyelidikan polisi menyebut, Syamsu memiliki surat keterangan kepemilikan dari pemerintah Desa Jinato pada 2019.
Baca Juga: Ini Sosok Perempuan Pembeli Pulau Lantigiang Selayar Sulsel, Ternyata…
“Menurut keterangan dari Syamsu Alam bahwa Pulau Lantigiang tersebut dikuasai atau ditinggali oleh neneknya dulu. Adapun hak yang dimiliki oleh penjual adalah surat keterangan kepemilikan ditangani oleh Sekdes tahun 2019," kata Aipda Hasan, Perwira Urusan (Paur) Humas Polres Selayar.
Syamsu Alam menjual pulau itu pada seorang pembeli bernama Asdianti Baso. Asdianti telah membayar uang muka sebesar Rp10 juta.
Penelusuran Kompas TV menemukan, Asdianti adalah pengusaha di bidang pariwisata. Ia adalah Direktur PT Selayar Mandiri Utama dan Taka Bonerate Dive Resort.
Pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengaku baru mengetahui soal penjualan pulau itu.
“Terkait dengan kepemilikan pulau, satu pulau itu tidak boleh dibeli atau dikuasai oleh satu individu, itu ada di Peraturan Menteri Nomor 17 tahun 2016," jelas Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian ATR/BPN, Indra Gunawan.
Baca Juga: Terkait Banjir, Ini 5 Perusahaan Tambang Terbesar di Kalsel
Mengutip hukumonline.com, seseorang atau sebuah perusahaan hanya bisa menguasai maksimal 70 persen luas pulau. Bagian pulau lainnya mesti digunakan untuk kawasan lindung atau kepentingan publik.
Pajak Penjualan Pulsa
Pemerintah baru meresmikan aturan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa, kartu perdana, voucer dan token.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani aturan itu pada 22 Januari 2021.
Aturan ini akan berlaku mulai 1 Februari 2021.
Baca Juga: Kritik Sri Mulyani Soal Pajak Pulsa, Rizal Ramli: Karena Utang Ugal-Ugalan
Begitu sah, aturan ini membikin geger publik Indonesia. Pakar Ekonomi Rizal Ramli menyebut aturan ini sebagai langkah tak kreatif untuk menutup utang pemerintah.
Sri Mulyani pun menjelaskan isi aturan itu melalui akun Instagram smindrawati. Sri Mulyani menyatakan, tak ada pajak baru untuk pulsa, kartu perdana, voucer pulsa, dan token listrik.
Ia juga memastikan PPN dan PPh ini tidak akan memengaruhi harga pulsa, kartu perdana, voucer pulsa, dan token listrik.
Orang yang wajib membayar pajak itu adalah perusahaan penyedia jasa telekomunikasi, distributor tingkat 2 kartu perdana, agen penjual token listrik, dan agen penjual voucer.
Menurut Sri Mulyani, PPN dan PPh ini sudah ada sejak dulu. Aturan ini hanya untuk menjamin kepastian hukum dan menyederhanakan pengenaan PPN dan PPh pulsa.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.