JAKARTA, KOMPAS.TV - Pulau Galang yang dulu dipakai kamp pengungsi Vietnam, sekarang diusulkan jadi penampungan bagi pengungsi Rohingya. Bagaimana sejarah pulau Galang ini?
Sebelumnya, usulan Pulau Galang sebagai penampungan bagi pengungsi Rohingya ini disampaikan oleh Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin.
"Dulu pernah kita menjadikan Pulau Galang untuk pengungsi Vietnam. Nanti kita akan bicarakan lagi apa akan seperti itu," kata Wapres dalam keterangan pers usai menghadiri Peluncuran Indonesia Sharia Economic Outlook (ISEO) 2024 dan Pembukaan Universitas Indonesia Industrial-Government Expo (UI I-Gov Expo) ke-3 2023, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, Selasa (5/12/2023) lalu.
Warpres Ma'ruf mengatakan bahwa harus ada solusi yang tepat bagi para pengungsi Rohingya sebagai bentuk kemanusiaan namun tetap mementingkan keamanan dan kenyamanan masyarakat.
Namun usulan tersebut tidak disetujui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.
"Enggak (pengungsi Rohingya di pulau Galang), justru jangan sampai seperti Pulau Galang," kata Mahfud usai menggelar rapat membahas pengungsi Rohingya di Kantor Kemenpolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2023), dikutip dari Kompas.com.
Hal senada juga diungkapkan warga sekitar yang merasa keberatan apabila Pulau Galang digunakan sebagai penampungan pengungsi Rohingya.
"Janganlah bang, menyusahkan saja nanti. Kita saja sudah susah tambah susah lagi nanti," kata Amir, salah seorang warga Pulau Galang, dilansir dari Tribun Batam, Jumat (8/12/2023).
Sementara itu, Pemkot Batam siap menjadikan Pulau Galang sebagai lokasi penampungan Rohingya apabila memang gagasan tersebut nantinya direalisasikan oleh pemerintah pusat.
"Pemkot Batam merupakan pemerintah penyelenggara negara di lini terbawah," kata Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad di Batam Centre, Kamis (7/12/2023).
Baca Juga: Pandangan Cak Imin soal Pengungsi Rohingya di Aceh
"Artinya, kalau negara sudah memiliki kebijakan seperti itu, kami pemerintah daerah siap melaksanakannya, karena kami yakin pemerintah pusat pasti sudah memikirkannya secara matang dan siap akan konsekuensi yang akan terjadinya ke depan jika benar Pulau Galang dijadikan lokasi penampungan,” imbuhnya.
Lantas, seperti apakah sejarah dari Pulau Galang ini?
Dilansir dari laman Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, Galang, dalam cerita rakyat di masyarakat sekitar, memiliki arti "landasan" dan dikenal sebagai pulau dengan potensi kayu seraya.
Kayu seraya digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat perahu atau kapal berkualitas.
Pulau ini menjadi tempat lahirnya "lancang" (bahtera raja) yang dianggap sebagai milik Sultan Malaka oleh masyarakat setempat, dan dari kisah penciptaan kapal itu kemudian muncul nama Galang sebagai toponimi.
Pulau Galang dan sekitarnya, menurut cerita rakyat di masyarakat setempat, menjadi pusat konsentrasi lanun atau bajak laut dengan kekuatan "luar biasa".
Raja Kecil dari Pagaruyung merupakan satu-satunya yang mampu mengalahkan mereka.
Lanun tersebut dipimpin oleh 7 panglima yang lahir dari 7 perempuan hamil anak pertama, yang menjadi landasan turunnya "lancang" ke laut.
Ketujuh panglima, yang merasa dendam karena ibu mereka dijadikan landasan "lancang", kemudian memiliki sifat pemberani dan tidak pernah putus asa.
Berdasarkan cerita rakyat tersebut, ketujuh panglima galang yang berperan sebagai "koordinator" lanun di sekitar Pulau Galang tersebar di beberapa pulau, termasuk Pulau Abang, Pulau Sembur, Pulau Cate, Pulau Tokok, Pulau Selat Nenek, Pulau Pecung, dan Pulau Panjang.
Baca Juga: Jokowi Sebut Dapat Laporan Terkait Pengungsi Rohingya dan Keterlibatan TPPO
Selain dalam cerita rakyat, kisah ini juga tercatat dalam beberapa sumber sejarah tertulis yang menyebutkan adanya penyerangan lanun di perairan Pulau Galang.
Dalam masa kolonial, Pulau Galang berada di bawah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Pulau Galang termasuk dalam wilayah geografis Tanjungpinang.
Namun, baru pada tahun 1992, dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 28 Tahun 1992, wilayah kerja Otorita Batam diperluas untuk mencakup Pulau Batam, Rempang, Galang, dan pulau-pulau sekitarnya (Barelang).
Luas wilayah keseluruhan mencapai sekitar 715 km², yang setara dengan 115% dari luas Singapura.
Pulau Batam, termasuk Pulau Galang, memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 26-34 derajat Celsius. Karakteristik geografis Kota Batam melibatkan dataran yang berbukit, berlembah, dan keberadaan vegetasi mangrove di garis pantai.
Masyarakat Kota Batam, yang heterogen dengan berbagai suku dan golongan, mengusung budaya Melayu dan menghargai prinsip Bhineka Tunggal Ika, menciptakan kondisi kondusif untuk kegiatan ekonomi, sosial politik, dan budaya.
Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, tersedia fasilitas mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, dan puskesmas, pun memastikan pelayanan kesehatan terpenuhi bagi masyarakat.
Dilansir dari artilel Kompas.com pada 31 Januari 2023, disebutkan bahwa sekitar 250.000 pengungsi Vietnam hidup di Pulau Galang yang dikhususkan sebagai penampungan sementara, sejak tahun 1979.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Buka Opsi Pulau Galang di Batam Jadi Tempat Penampungan Pengungsi Rohingya
Pengungsi ini datang akibat Perang Saudara Vietnam atau yang disebut Perang Indocina kedua terjadi antara tahun 1957 hingga 1975.
Sejumlah fasilitas pun dibangun di kamp vietnam yang didirikan di lahan seluas 80 hektar tersebut oleh Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Pemerintah Indonesia.
Sarana yang dibangun, di antaranya barak pengungsian, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah agar digunakan oleh para pengungsi dari Vietnam.
Barak pengungsian dibagi menjadi enam zona. Masing-masing zona dapat dihuni sebanyak 2.000-3.000 orang.
Tempat ibadah di pulau ini adalah Vihara Quan Am Tu, Gereja Katolik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem, gereja protestan, dan mushala.
Di dalam Vihara Quan Am Tu terdapat tiga patung, salah satunya Dewi Guang Shi Pu Sha. Konon, dewi ini mampu memberikan jodoh, keberuntungan, keharmonisan dalam rumah tangga, dan banyak lainnya.
Tidak hanya itu, dibangun pula penjara bagi pengungsi yang melakukan tindak kriminal.
Di Pulau Galang juga dibangun pemakaman bernama Ngha Trang Grave. Setidaknya 503 pengungsi Vietnam dimakamkan di tempat ini.
Program kamp pengungsian Vietnam ini pun berakhir pada 3 September 1996.
Saat ini, kamp pengungsian yang telah ditinggali oleh warga Vietnam itu dijuluki sebagai Kampung Vietnam dan kini menjadi salah satu tempat wisata di Kota Batam.
Baca Juga: Polisi Tangkap 3 Warga Aceh yang Bawa Kabur 6 Pengungsi Rohingya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.