Selain dalam cerita rakyat, kisah ini juga tercatat dalam beberapa sumber sejarah tertulis yang menyebutkan adanya penyerangan lanun di perairan Pulau Galang.
Dalam masa kolonial, Pulau Galang berada di bawah kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Pulau Galang termasuk dalam wilayah geografis Tanjungpinang.
Namun, baru pada tahun 1992, dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 28 Tahun 1992, wilayah kerja Otorita Batam diperluas untuk mencakup Pulau Batam, Rempang, Galang, dan pulau-pulau sekitarnya (Barelang).
Luas wilayah keseluruhan mencapai sekitar 715 km², yang setara dengan 115% dari luas Singapura.
Pulau Batam, termasuk Pulau Galang, memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata 26-34 derajat Celsius. Karakteristik geografis Kota Batam melibatkan dataran yang berbukit, berlembah, dan keberadaan vegetasi mangrove di garis pantai.
Masyarakat Kota Batam, yang heterogen dengan berbagai suku dan golongan, mengusung budaya Melayu dan menghargai prinsip Bhineka Tunggal Ika, menciptakan kondisi kondusif untuk kegiatan ekonomi, sosial politik, dan budaya.
Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, tersedia fasilitas mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, dan puskesmas, pun memastikan pelayanan kesehatan terpenuhi bagi masyarakat.
Dilansir dari artilel Kompas.com pada 31 Januari 2023, disebutkan bahwa sekitar 250.000 pengungsi Vietnam hidup di Pulau Galang yang dikhususkan sebagai penampungan sementara, sejak tahun 1979.
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Buka Opsi Pulau Galang di Batam Jadi Tempat Penampungan Pengungsi Rohingya
Pengungsi ini datang akibat Perang Saudara Vietnam atau yang disebut Perang Indocina kedua terjadi antara tahun 1957 hingga 1975.
Sejumlah fasilitas pun dibangun di kamp vietnam yang didirikan di lahan seluas 80 hektar tersebut oleh Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dan Pemerintah Indonesia.
Sarana yang dibangun, di antaranya barak pengungsian, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah agar digunakan oleh para pengungsi dari Vietnam.
Barak pengungsian dibagi menjadi enam zona. Masing-masing zona dapat dihuni sebanyak 2.000-3.000 orang.
Tempat ibadah di pulau ini adalah Vihara Quan Am Tu, Gereja Katolik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem, gereja protestan, dan mushala.
Di dalam Vihara Quan Am Tu terdapat tiga patung, salah satunya Dewi Guang Shi Pu Sha. Konon, dewi ini mampu memberikan jodoh, keberuntungan, keharmonisan dalam rumah tangga, dan banyak lainnya.
Tidak hanya itu, dibangun pula penjara bagi pengungsi yang melakukan tindak kriminal.
Di Pulau Galang juga dibangun pemakaman bernama Ngha Trang Grave. Setidaknya 503 pengungsi Vietnam dimakamkan di tempat ini.
Program kamp pengungsian Vietnam ini pun berakhir pada 3 September 1996.
Saat ini, kamp pengungsian yang telah ditinggali oleh warga Vietnam itu dijuluki sebagai Kampung Vietnam dan kini menjadi salah satu tempat wisata di Kota Batam.
Baca Juga: Polisi Tangkap 3 Warga Aceh yang Bawa Kabur 6 Pengungsi Rohingya
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.