Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.tv
JAKARTA, KOMPAS.TV - Saat Dewi Amor menyuruh si Cupit, anak kecil bersayap sambil membawa busur dan anak panah untuk menembak hati seseorang yang lagi mabuk asmara, di situlah logika anak Zeus mulai hilang dan perasaan indah jadi bukan kepalang.
Demikian legenda Yunani yang termahsyur dan, kita tahu, semua itu hanya fatamorgana di dunia asmara. Mereka yang terpanah oleh Cupit tidak bisa membedakan makna hakiki akan cinta sejati. Mereka tidak menyadari bahwa cinta dan benci hanya dipisahkan sehelai garis tipis dan bisa berpindah tempat secara cepat.
Sungguh, tema asmara memang selalu menarik untuk dibahas bersama. Terutama bagi mereka yang saat sedang 'jadian' dengan seseorang, atau katakanlah lagi pacaran. Dunia ini serasa milik berdua dan orang lain hanya lalu-lalang sekadarnya.
Bagi para Jomblo, udahlah! Sebaiknya jangan ngiri ya bila melihat mereka. Saran saya, mending Anda nganan aja deh!
Pacaran acapkali dianggap sebagai upaya untuk mengenal lebih dekat kelemahan dan kelebihan calon pasangan kelak sebelum hidup berumah tangga. Mungkin hal itulah yang menjadi motivasi mengapa mereka sudah mulai berani berpacaran sejak masih berada di bangku sekolah atau kuliah.
Mau melarang? Siapa juga yang mampu melakukannya? Orang tua atau guru sekali pun tidak akan bisa mencegahnya. Justru, semakin dilarang, mereka akan semakin berani dan bisa menjadi penyesalan semua pihak di belakang hari bila nekat.
Bagi mereka yang mampu dan berhasil menjalani fase masa berpacaran, dalam tanda kutip, bukan karena cinta monyet seperti halnya ABG sekolahan (Anak Baru Gede) yang sudah merasa bahagia bila berpandang-pandangan saja, bisa jadi akan memiliki pelajaran hidup yang positif saat berumah tangga.
Namun, jangan heran juga bila banyak yang gagal sebelum memasuki fase berumah tangga meski telah melakoni ritual berpacaran sejak muda. Mungkin karena di fase itu mereka masih naif, sehingga sulit membedakan mana nilai dan makna cinta sejati dengan nafsu serta ego mereka.
Aneh ya? Tapi itu mungkin terjadi loh! Saya ingin berbagi kisah seperti di atas yang sudah saya alami dan jalani.
Saya bepacaran sejak awal kuliah sampai bekerja, dan itu hampir enam tahun lamanya. Selama waktu itu, terutama setelah bekerja, kami berdua walaupun masih pacaran mencoba untuk menabung bersama demi persiapan ke jenjang hidup berkeluarga.
Kami menyadari bahwa hidup berumah tangga itu bukan melulu atau cukup bermodalkan cinta belaka. Kebutuhan ekonomi, materi, kedewasaan pikiran, logika, kesehatan dan faktor lainnya juga sama pentingnya untuk melanggengkan keluarga yang berbahagia.
Selama masa pacaran tersebut, tabungan bersama yang kami jalankan adalah dalam bentuk investasi pada logam mulia atau perhiasan emas. Alasannya sederhana: harga emas cenderung naik atau stabil.
Sedangkan semua perabotan rumah tangga, tempat tidur, lemari, meja dan lainnya saya pesan dari dana pribadi pada perusahaan mebel kayu jati karena tahan lama.
Deposito adalah pilihan yang tepat ketika saya memutuskan nabung bareng pacar. Jelas dengan berbagai pertimbangan seperti belum memutuskan kota di mana kami tinggal, kantor seperti apa kami ditempatkan, beli rumah seperti apa untuk ditinggali dan lainnya.
Sebelum membuat keputusan seperti itu, tentunya saya juga sudah sangat memahami betul karakter, sifat, serta kepribadian pacar saya selama enam tahun kami jadian. Oleh karena itu, semua investasi bersama atau tabungan pun juga atas nama pacar saya karena saya percaya penuh kepadanya.
Saat itu tak ada ketakutan sama sekali seandainya kami putus di tengah jalan. Apa yang terjadi pada tabungan dan investasi kami berdua? Bagaimana pembagiannya bila itu terjadi? Masa baru pacaran sudah meributkan harta gono-gini?
Sejujurnya, saya tidak pernah memikirkan hal itu, juga klausul pembagiannya. Satu-satunya yang saya ingat, bila hal itu terjadi, saya akan memberikan secara ikhlas tanpa syarat semua investasi logam mulia dan tabungan deposito kepada pacar.
Pertanyaannya kini, apakah akhirnya kami berdua menuju pelaminan dan hidup bahagia selamanya atau benar belaka dugaan orang-orang saat itu: saya telah berspekulasi berani dan berinvestasi ceroboh. Bukannya bikin untung, eh, malah buntung.
Mungkin Anda sudah bisa menebaknya.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Nabung Bersama Pacar, Spekulasi Berani atau Investasi Ceroboh?"
Sumber : Kompasiana
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.