BEIJING, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri (Menlu) China menyatakan China tidak akan menjual senjata dan alat sipil yang bisa berfungsi sebagai senjata ke kedua belah pihak dalam perang di Ukraina, Jumat (14/4/2023).
Pernyataan itu diungkapkan sebagai tanggapan atas kekhawatiran Barat bahwa Beijing dapat memberikan bantuan militer kepada Rusia.
China menjaga sikap netral dalam konflik tersebut. Padahal, secara politik, retoris, dan ekonomi, China mendukung Rusia ketika negara-negara Barat memberlakukan sanksi yang merugikan dan berupaya mengisolasi Moskow karena invasi tetangganya.
Qin Gang adalah pejabat China tertinggi yang membuat pernyataan eksplisit tentang penjualan senjata ke Rusia. Dia menambahkan, China juga akan mengatur ketat ekspor barang dengan penggunaan ganda sipil dan militer.
"Mengenai ekspor barang militer, China mengadopsi sikap yang hati-hati dan bertanggung jawab," kata Qin dalam konferensi pers bersama rekan sejawatnya dari Jerman, Annalena Baerbock.
"China tidak akan menyediakan senjata kepada pihak-pihak yang terkait dengan konflik, dan mengelola dan mengontrol ekspor barang dengan penggunaan ganda sesuai dengan hukum dan peraturan."
Perang di Ukraina terkenal juga sebagai perang drone. Pasukan Ukraina kerap menggunakan drone sipil terkenal buatan China untuk pengintaian. Pun, drone sipil China yang dimodifikasi agar mampu membawa granat serta mortir untuk menghantam pasukan Rusia.
Menlu China itu juga mengulangi kesediaan China untuk membantu menemukan penyelesaian damai konflik tersebut.
Dalam konferensi pers yang sama, Qin juga menyalahkan pemerintah Taiwan atas ketegangan regional yang meningkat setelah Beijing mengadakan latihan militer besar-besaran untuk mengintimidasi pulau yang mereka klaim sebagai wilayahnya sendiri.
Baca Juga: Xi Jinping Meminta Militer China Perkuat Latihan untuk Pertempuran Sebenarnya, Sinyal Panas untuk AS
Pada bulan Februari, Menlu Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan AS punya intelijen yang menunjukkan China sedang mempertimbangkan untuk memberikan senjata dan amunisi kepada Rusia. Blinken lantas memperingatkan, keterlibatan semacam itu dalam upaya perang Kremlin akan menjadi "masalah serius".
Dalam beberapa hari terakhir, para pemimpin Eropa mengeluarkan peringatan serupa. Bahkan, ketika mereka mengunjungi China, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa menyerang Beijing, menyebut dukungannya terhadap Rusia selama invasi tersebut adalah "pelanggaran terang-terangan" dari komitmen PBB-nya.
Dalam pidatonya, Baerbock juga merujuk pada peran China sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Ia mengatakan China memiliki tanggung jawab khusus untuk membantu mengakhiri konflik tersebut.
"Tapi saya harus bertanya-tanya mengapa posisi China sejauh ini tidak mencakup seruan kepada pelaku agresi, Rusia, untuk menghentikan perang," sindirnya.
"Kita semua tahu Presiden (Vladimir) Putin memiliki kesempatan untuk melakukannya kapan saja, dan rakyat Ukraina tidak ingin apa-apa selain akhirnya bisa hidup dalam perdamaian lagi."
Kunjungan pemimpin China Xi Jinping ke Moskow bulan lalu menegaskan bagaimana Beijing semakin menjadi mitra senior dalam hubungan tersebut dengan memberikan Rusia jaringan ekonomi dan dukungan politik.
Pada Jumat, China mengumumkan Menteri Pertahanan Jenderal Li Shangfu akan mengunjungi Rusia minggu depan untuk pertemuan dengan rekannya, Sergei Shoigu, dan pejabat militer lainnya.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.