Meski sempat terkejut, sang suami pun mendukung pekerjaan istrinya.
“Ia tahu ini bukan sekadar seks bagi saya, jadi tak ada rasa cemburu. Kami menetapkan sejumlah aturan dasar. Ia bahkan mengantarkan saya bertemu klien,” ujarnya.
“Saya bahkan mengatakan kepada klien, suami saya ada di mobil dan sejauh ini tak ada masalah,” tuturnya.
Perempuan itu mengatakan dirinya menetapkan tarif 150 poundsterling (Rp2,5 juta) per jam, dan bisa menghasilkan 1.000 poundsterling (Rp16,8 juta) per pekan.
Menurut English Collective of Prostitutes, jumlah perempuan yang menjadi PSK di Inggris terus bertambah.
English Collective of Prostitutes merupakan jaringan nasional yang mengimbau perempuan yang bekerja di industri seks untuk menjaga diri tetap aman, dan mematuhi hukum.
“Krisis biaya hidup kini mendorong perempuan untuk bekerja di industry seks dengan berbagai cara, entah itu di jalanan, di suatu tempat atau secara online,” kata Juru Bicara English Collective of Prostitutes, Niki Adams dikutip dari Sky News.
Baca Juga: Rusia Laporkan 10.000 Orang Mendaftar Mobilisasi Hanya Dalam 24 Jam untuk Berperang di Ukraina
“Secara keseluruhan, apa yang kita lihat adalah orang-orang datang ke pekerjaan itu dari tempat yang putus asa,” ujarnya.
Hal itu juga diamini oleh pekerja dari Beyond The Streets, Nikki McNeill, yang membantu orang-orang menemukan rute untuk industri seks di Inggris.
Ia mengatakan dirinya dan kolega, melihat adanya peningkatan perempuan menjual “seks bertahan hidup”.
“Kami menyebutnya seperti itu, karena hanya itu satu-satunya pilihan bagi perempuan bertahan hidup. Itu cukup memenuhi kebutuhan dasar, cukup menghasilkan uang untuk makan dan tempat tinggal,” katanya.
Sumber : Mirror/Sky News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.