JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah riset terbaru yang dirilis pada Minggu (15/8/2022) melalui jurnal Nature Food mengungkap beberapa skenario jika terjadi perang nuklir.
Konflik senjata nuklir, ungkap riset itu, bahkan dengan eskalasi relatif kecil, disebut berpotensi menimbulkan krisis pangan di seluruh dunia, mengancam ratusan juta orang, setidaknya sepanjang sepuluh tahun.
Ryan Heneghan, dosen ekologi matematika dari Queensland University of Technology, Australia, menuliskan penjelasannya via The Conversation.
"Kendati perang hanya berlangsung beberapa hari atau minggu, dampaknya pada iklim di bumi dapat bertahan lebih dari satu dekade," kata Heneghan yang terlibat dalam riset itu.
Baca Juga: Riset SIPRI: Jumlah Senjata Nuklir Dunia akan Melonjak (I)
Untuk menjawab pertanyaan apa yang terjadi pada sektor pangan ketika terjadi perang nuklir, Heneghan dan kolega menggunakan simulasi iklim global, ditambah model tanaman utama, perikanan, dan produksi ternak.
Simulasi itu diklaim bisa menilai dampak perang nuklir terhadap pasokan pangan global selama 15 tahun selepas berakhirnya perang nuklir.
Periset memilah enam skenario berdasar skala perang, mulai dari yang relatif kecil, antara India vs Pakistan (tiga persen pemilik senjata nuklir global), hingga level holocaust antara Rusia vs Amerika Serikat yang menyimpan 90 persen senjata nuklir dunia.
"Keenam skenario itu menyembulkan antara 5 juta hingga 150 juta ton jelaga (butiran arang yang halus -red) ke atmosfer atas," terang Heneghan.
"Sebagai konteks, kebakaran hutan musim panas Australia 2019-20, yang membakar area yang lebih luas dari Inggris, menyuntikkan sekitar satu juta ton asap ke stratosfer," imbuhnya.
Jika itu terjadi, sinar matahari yang menyinari tanaman di dunia, pada awalnya akan turun sekitar 10 persen, sementara suhu rata-rata global akan turun hingga 1-2°C.
Selama satu dekade atau lebih, ini bahkan mengalahkan semua efek pemanasan yang disebabkan oleh manusia sejak Revolusi Industri yang dimulai sejak abad ke-18.
Dalam skenario perang nuklir skala terbatas, produksi pangan global akan menurun sebesar 7 persen dalam lima tahun pertama selepas perang.
Kendati angkanya telihat kecil, penurunan 7 persen nyaris setara dengan dua kali lipat dari penurunan produksi makanan terbesar yang tercatat sejak 1961.
Dampaknya, lebih dari 250 juta orang bakal tanpa makanan dalam rentang dua tahun sejak perang nuklir.
Baca Juga: Riset SIPRI: Jumlah Senjata Nuklir Dunia akan Melonjak (I)
"Tidak mengherankan jika perang nuklir dalam skenario terbesar jadi ancaman peradaban, berpotensi membuat lebih dari lima miliar orang kelaparan," tegas Heneghan.
Dalam skenario itu, jika Rusia dan Amerika Serikat meledakkan semua hulu ledak nuklirnya, suhu rata-rata dunia diprediksi turun 10 hingga 15°C sepanjang lima tahun pertama sejak perang berakhir.
Adapun sinar matahari diprediksi meredup 50 hingga 80 persen, yang berimbas pada menurunnya curah hujan hingga lebih dari 50 persen.
Masih dalam skenario yang sama, produksi pangan global dari darat dan laut bakal turun menjadi kurang dari 20 persen dari tingkat sebelum perang. Butuh setidaknya lebih dari satu dekade bagi dunia untuk pulih.
Baca Juga: Asia Tenggara "Dikepung" Negara-Negara Bersenjata Nuklir (II)
Sumber : Kompas TV/The Conversation
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.