LISBON, KOMPAS.TV - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak para pemimpin dunia berbuat lebih banyak untuk melindungi lautan, seperti disimpulkan konferensi besar organisasi antarpemerintah itu, Jumat (1/7/2022).
Kesimpulan tersebut membidik perjanjian baru untuk melindungi laut lepas di luar yurisdiksi nasional negara-negara, seperti dilaporkan France24, Sabtu (2/7/2022).
"Ambisi yang lebih besar diperlukan di semua tingkatan untuk mengatasi keadaan laut yang mengerikan," kata Konferensi Kelautan PBB di Lisbon dalam deklarasi terakhirnya.
Pertemuan di ibu kota Portugal itu -- yang dihadiri pejabat pemerintah, pakar, dan advokat dari 140 negara -- bukanlah forum negosiasi.
Tapi pertemuan tersebut menetapkan agenda perundingan internasional pada Agustus nanti yang akan menyusun sebuah perjanjian internasional untuk melindungi laut lepas, perairan internasional di luar yurisdiksi nasional.
"Hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kesehatan laut, bagaimana krisis iklim berlangsung... semuanya memiliki satu alasan yang sama, yaitu... perilaku manusia, kecanduan kita pada minyak dan gas, dan semuanya harus ditangani," kata Utusan Khusus PBB untuk Lautan Peter Thomson, seperti dikutip France24.
Baca Juga: Jokowi: Pemerintah Kerja Konkret Perbaiki Lingkungan sebagai Komitmen Hadapi Perubahan Iklim
Lautan menghasilkan setengah dari oksigen yang kita hirup, mengatur cuaca, dan menyediakan satu-satunya sumber protein terbesar bagi umat manusia.
Lautan juga menyerap seperempat polusi CO2 dan 90 persen kelebihan panas dari pemanasan global, sehingga memainkan peran kunci dalam melindungi kehidupan di Bumi.
Tapi lautan saat ini didorong ke tepi kehancuran oleh kegiatan manusia.
Air laut makin berubah menjadi asam, mengancam rantai makanan akuatik dan kapasitas laut untuk menyerap karbon.
Pemanasan global melahirkan gelombang panas laut besar yang membunuh terumbu karang dan memperluas zona mati yang kehilangan oksigen.
Manusia telah menangkapi beberapa spesies laut hingga ke ambang kepunahan dan menggunakan perairan dunia sebagai tempat pembuangan sampah.
Baca Juga: China Janjikan Rp3,3 Triliun untuk Dana Konservasi Keanekaragaman Hayati
Saat ini, berbagai perjanjian tumpang tindih dan badan regulator mengatur pengiriman, penangkapan ikan, dan ekstraksi mineral dari dasar laut.
Thomson mengatakan dia "sangat yakin" pemerintah nasional dapat menyepakati perjanjian laut lepas yang "kuat tetapi dapat dioperasikan" pada Agustus.
Tiago Pitta e Cunha, kepala yayasan Portugis Oceano Azul (Blue Ocean) mengatakan, "Tekanan meningkat pada negara-negara yang kurang tertarik menciptakan mekanisme yang efektif untuk melindungi laut lepas.
Laura Meller dari Greenpeace menyerukan lebih banyak aksi.
"Kami tahu jika kata-kata bisa menyelamatkan lautan, maka mereka tidak akan berada di ambang kehancuran," katanya seperti dikutip France24.
"Jadi pada bulan Agustus ketika berbagai pemerintah bertemu di PBB, mereka benar-benar perlu menyelesaikan perjanjian laut global yang kuat."
Baca Juga: Contoh Sukses Konservasi Perairan, Kehadiran Lumba-Lumba Meningkat Drastis di Sungai Tagus Portugal
Upaya untuk melindungi lautan kemudian akan berlanjut pada dua pertemuan puncak akhir tahun ini, pembicaraan iklim PBB pada November dan negosiasi keanekaragaman hayati PBB pada Desember.
Inti dari rancangan perjanjian keanekaragaman hayati PBB adalah rencana untuk menetapkan 30 persen daratan dan lautan Bumi sebagai zona lindung pada tahun 2030.
Saat ini, baru di bawah delapan persen lautan dilindungi.
Sejumlah wilayah laut baru yang dilindungi dapat dinyatakan terlarang untuk penangkapan ikan, pertambangan, pengeboran atau kegiatan ekstraktif lainnya yang menurut para ilmuwan mengganggu ekosistem dasar laut yang rapuh.
Yang memperburuk keadaan adalah semburan polusi yang tak berkesudahan, termasuk plastik seukuran satu truk sampah setiap menit, kata PBB.
"Lautan bukanlah tempat pembuangan sampah," Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan pada Senin (27/6/2022).
"Ini bukan sumber penjarahan yang tak terbatas. Ini adalah sistem rapuh yang menjadi sandaran kita semua."
Sumber : Kompas TV/France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.