BRUSSELS, KOMPAS.TV - Perang antara Rusia dan Ukraina bakal kian berkecamuk apabila pertemuan puluhan menteri pertahanan anggota NATO dan dari negara lain di Brussels hari Rabu (15/06/2022) menyepakati suplai senjata ke Ukraina.
Agenda pertemuan puluhan menteri pertahanan itu diungkapkan oleh pejabat Amerika Serikat seperti laporan Antara, Rabu (15/06/2022). Pertemuan itu digelar setelah Kiev meminta senjata tambahan dalam jumlah besar untuk menghadapi pasukan Rusia di wilayah timur Ukraina.
Penasihat Presiden Ukraina Mykhailo Podolyak pada hari Senin(13/6/2022) menatakan negaranya memerlukan 1.000 howitzer, 500 tank dan 1.000 drone tempur, dan senjata berat lain.
Negara-negara Barat selama ini menjanjikan senjata-senjata standar NATO, termasuk roket-roket canggih buatan AS, tetapi perlu waktu untuk mengirimkannya ke Ukraina, ditambah pelatihan yang dibutuhkan personil Ukraina untuk mengoperasikan senjata-senjata tersebut di medan tempur.
Ukraina menuntut konsistensi dukungan Barat ketika cadangan senjata dan amunisi mereka yang berasal dari era Soviet semakin menipis.
Pertemuan hari Rabu dipimpin menhan AS Llloyd Austin dan digelar di sela-sela pertemuan para menteri pertahanan NATO.
Baca Juga: Separatis Ukraina: Kiev Gunakan Artileri Kaliber NATO untuk Bombardir Donetsk
Itu adalah pertemuan ketiga dari hampir 50 negara untuk membahas dan mengoordinasikan bantuan ke Ukraina. Pertemuan luring sebelumnya digelar di Pangkalan Udara Ramstein di Jerman pada April.
"Rusia belum menyerah dalam perang ini, meski kemajuannya sedikit… Apa yang kita lihat adalah operasi Rusia yang bertahap, lambat dan sedikit demi sedikit," kata seorang pejabat pertahanan AS yang berbicara secara anonim.
"Jadi pertanyaannya adalah apa yang diperlukan Ukraina untuk melanjutkan keberhasilan mereka sejauh ini dalam memperlambat dan menghalangi tujuan Rusia, dan itulah fokus utama bagi para menhan," kata pejabat itu.
Para pejabat AS berharap keputusan tentang tambahan senjata ke Ukraina akan dibuat dalam beberapa hari ke depan.
Amerika Serikat memberikan komitmen bantuan keamanan senilai 4,6 miliar dolar atau setara 67,82 triliun rupiah kepada Ukraina sejak invasi Rusia dimulai pada 24 Februari.
Bantuan itu termasuk senjata artileri seperti howitzer dan senjata jarak jauh seperti sistem peluncur roket HIMARS.
Baca Juga: Paus Fransiskus Kecam ‘Kebuasan dan Kekejaman’ Rusia, Sanjung ‘Heroisme’ Ukraina
Hadir dalam pertemuan di Brussels itu adalah asisten menteri luar negeri AS untuk urusan politik-militer, Jessica Lewis, yang memberikan arahan kebijakan untuk keamanan internasional, perdagangan senjata dan bantuan keamanan.
Lewis mengatakan dalam wawancara dengan Reuters pada Jumat bahwa negara-negara sekutu AS dapat meminta banyak peralatan militer untuk membantu melengkapi senjata yang dikirim ke Ukraina.
Peralatan itu mencakup tank buatan General Dynamics Corp atau sistem pertahanan udara dari Lockheed Martin atau Raytheon Technologies.
Banyak negara kini beralih dari peralatan era Soviet ke peralatan standar NATO, kata Lewis.
Akibat perang di Ukraina, kata dia, banyak negara yang memahami kebutuhan pertahanan mereka secara berbeda, khususnya jika mereka berada di dekat Ukraina.
"Saya pikir orang-orang merasa lebih khawatir, karena keinginan Rusia untuk menginvasi Ukraina," kata Lewis.
Pemerintah AS sebelumnya mengatakan mereka menerima jaminan dari Kiev bahwa senjata roket jarak jauh yang dipasok oleh Barat tidak akan digunakan untuk menyerang wilayah Rusia, karena dikhawatirkan akan memperparah konflik.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.