Jika saja serangan itu sukses, Rusia tampaknya akan menggunakan landasan Hostomel sebagai akses mendatangkan unit-unit dan suplai pesawat transport tambahan yang lebih besar.
Namun ternyata, serangan itu adalah kalkulasi perang yang buruk.
Baca Juga: 100 Hari Serangan Rusia ke Ukraina, Putin Disebut Kehabisan Pasukan dan Peralatan Militer
Peralatan dan pasukan tambahan yang seharusnya tiba dalam 24 jam, kata Ponomarev, ternyata tiba lebih lama.
“Setelah tiga hari, ternyata kami masih sendirian,” akunya.
Meskipun lapangan Hostomel belum berhasil dikuasai, tank-tank dan kendaraan baja Rusia berbaris melaju ke Ukraina utara menuju Kiev. Dalam pidato dramatis pada 25 Februari, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bahkan memperingatkan bahwa tentara Rusia akan segera menyerbu ibu kota.
Ponomarev masih ingat betul, esok paginya, situasi di Hostomel hening seperti sebelum badai menerjang. Tiba-tiba, katanya, artileri Ukraina menghujani bangunan dan area Hostomel. Badai artileri itu berlangsung selama 2 jam nonstop, menewaskan lusinan tentara Rusia dan menghancurkan banyak peralatan berat.
“Tak ada yang tersisa, bahkan menara (pandang),” kata Ponomarev. “Nyaris tak seorang pun selamat pada hari itu.”
Selama ini, sejak awal invasi, Rusia enggan mengungkap jumlah korban tewas, atau mengonfirmasi kematian tentaranya pada kerabat. Akibatnya, mustahil mengetahui berapa banyak personel Brigade ke-31 yang gugur dalam pertempuran di bandara Hostomel.
Baca Juga: China Ingin Beri Bantuan Finansial kepada Rusia, Lagi Cari Cara untuk Hindari Sanksi Barat
Kendati begitu, Ponomarev memperkirakan sedikitnya 60 tentara terbunuh.
Menurut laporan media independen Mediazona, sebanyak 34 pasukan payung dari Brigade ke-31 tewas antara tanggal 25 Februari hingga 7 Maret.
Pada akhirnya, para komandan Rusia memutuskan untuk mundur dari lapangan udara Hostomel.
Sumber : The Moscow Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.