WASHINGTON, KOMPAS.TV - Amerika Serikat (AS) membela diri terkait serangan udara yang menewaskan puluhan orang di Suriah pada 2019.
Mereka menyebut serangan tersebut sebagai serangan yang sah.
Serangan yang diyakini menyasar kepada ISIS itu telah menewaskan sekitar 80 orang.
AS mengidentifikasi 16 orang yang tewas sebagai militan, dan empat orang sebagai warga sipil.
Baca Juga: Pengeboman AS yang Bunuh 64 Perempuan dan Anak di Suriah 2019 Ternyata Perintah Operasi Khusus
Tetapi para pejabat tak dapat menyimpulkan lebih datri 60 orang yang tewas.
Seorang juru bicara kemudian berkata kepada BBC, bahwa sangat mungkin lebih banyak warga sipil yang tewas.
Menurut New York Times, militer berusaha untuk menutupi insiden itu, sehingga sebuah investigasi independen terkait serangan tersebut tak pernah dilakukan.
Serangan udara dilakukan pada 18 Maret 2019 di Baghuz, sebelah timur Suriah, dan disebut sebagai benteng terakhir ISIS.
AS menjatuhkan tiga bom ke sebuah kelompok besar orang, meski rekaman drone menunjukkan kehadiran warga sipil.
Diungkapkan New York Times, komandan serangan itu mengabaikan peringatan yang diungkapkan segera setelahnya, dan penyelidikan selanjutnya oleh Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan dilucuti dari penyebutan serangan itu.
Baca Juga: Khotbah Paus Fransiskus: Jangan Hakimi Orang Miskin, Mereka Korban Ketidakadilan
Mereka menambahkan bahwa tidak ada penyelidikan independen menyeluruh yang pernah terjadi.
“Pemimpin sepertinya begitu ingin mengubur ini. Tak ada yang ingin yang ada hubungannya dengan itu,” tutur Gene Tate, pejabat yang mengerjakan kasus ini dan dipaksa keluar dari pekerjaannya.
Namun, Komando Pusat AS membantah tuduhan tersebut.
Juru Bicara Komand Pusat, Kapten Bill Urban mengatakan pasukan AS telah diyakinkan bahwa tidak ada masyarakat sipil di wilayah itu saat penyerangan berlangsung.
Baru setelahnya, ia mengatakan AS mengetahui video resolusi tinggi dari pesawat tak berawak yang dioperasikan oleh sekutu AS tak dikenal yang menunjukkan bahwa warga sipil telah hadir.
Rekaman dari pesawat tak berawak itu memungkinkan AS untuk menyimpulkan bom mereka telah menewaskan 16 pejuang dan empat warga sipil.
Meski begitu, tak secara meyakinkan mencirikan status lebih dari 60 korban lainnya.
Baca Juga: Tentang Putusan Pengadilan, Ratusan Warga Thailand Demo Tuntut Reformasi Monarki
“Alasan ketidakpastian ini adalah bahwa beberapa perempuan bersenjata dan setidaknya satu anak bersenjata terlihat dalam video, dan campuran yang tepat antara personel bersenjata dan tak bersejata tidak dapat ditentukan secara meyakinkan,” ujarnya.
“Kemungkinan besar, mayoritas dari mereka yang tewas juga adalah kombatan pada saat serangan, namun kemungkinan besar ada tambahan warga sipil yang terbunuh oleh dua serangan ini,” ujarnya.
Menurut Kapten Urban investigasi menyimpulkan bahwa kedua serangan itu adalah sah sebagai serangan pertahanan, dan tak akan ada aksi pendisiplinan.
Ia juga tak menanggapi tuduhan bahwa ada penyembunyian dalam penyelidikan yang dilakukan oleh kantor Inspektur Jenderal.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.