Akan tetapi, ketika demonstrasi terus mendekati istana presiden, pasukan khusus Taliban berlari ke tengah demonstran dan menembakkan senjata api ke udara.
Baca Juga: Amerika Serikat Tandai Era Baru Pasca Afghanistan: Berhenti Paksakan Kehendak atas Bangsa Lain
Mereka juga menembakkan gas air mata ke tengah kerumunan. Demonstran pun bubar menyelamatkan diri.
Farhat Popalzai, seorang peserta demo berumur 24 tahun mengaku mengikuti aksi protes itu demi menyuarakan suara perempuan lain yang ketakutan.
“Aku adalah suara bagi perempuan yang tidak bisa menyatakan keinginannya. Mereka pikir ini adalah negara laki-laki, tapi tidak. Ini juga negara perempuan,” ujar Popalzai.
Popalzai tak mengingat bagaimana cara Taliban berkuasa. Meski begitu, ia mendengar cerita masyarakat Afghanistan soal Taliban yang melarang perempuan bekerja dan bersekolah.
Di sisi lain, Taliban sedang berunding dengan dengan mantan presiden Hamid Karzai dan mantan kepala negosiasi pemerintah Abdullah Abdullah soal pemerintahan Afghanistan yang baru.
Selama dua minggu terakhir, para pejabat Taliban juga telah mengadakan pertemuan di antara mereka. Informasi beredar menyebut kemunculan perbedaan pendapat di antara petinggi Taliban.
Meski Taliban berjanji membentuk pemerintahan inklusif, tidak ada yang tahu apakah faksi dengan ideologi garis keras akan mendominasi atau tidak.
Baca Juga: Penuhi Undangan Taliban, Kepala Badan Intelijen Pakistan Tiba di Kabul
Di tengah ketidakpastian itu, kepala intelijen Pakistan Jenderal Faiez Hameed melakukan kunjungan mendadak ke Kabul.
Tidak jelas apa yang ia katakan kepada para pemimpin Taliban, tetapi dinas intelijen Pakistan memiliki pengaruh kuat pada Taliban.
Hal ini karena markas Taliban sebelumnya berada di Pakistan. Pemerintahan Afghanistan sebelumnya dan Amerika Serikat kerap menuduh Pakistan membantu Taliban.
Sumber : Kompas TV/Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.