JERUSALEM, KOMPAS.TV - Lebih dari selusin tabung gas air mata, granat kejut, dan peluru karet ditembakkan polisi Israel ke dalam Masjid Al-Aqsa, situs tersuci ketiga umat Islam, sebagaimana dilaporkan seorang fotografer Associated Press, Senin, (10/05/2021)
215 warga Palestina terluka dalam kekerasan di kompleks Masjid Al-Aqsa, 153 orang dirawat di rumah, dan empat orang menderita luka serius, ungkap petugas medis Palestina.
Sementara polisi Israel mengklaim sembilan anggotanya terluka, termasuk satu orang dirawat di rumah sakit.
Baca Juga: Terus Terdiam Bukanlah Pilihan Bagi Rakyat Palestina di Yerusalem Timur
Beberapa saat setelah pukul 07.00 pagi bentrokan meletus. Orang-orang di dalam kompleks masjid Al-Aqsa melemparkan batu ke polisi yang dikerahkan di luar. Polisi Israel menerobos kompleks tersebut lalu menembakkan gas air mata dan granat kejut.
Di beberapa titik sekitar 400 orang warga Palestina, baik pengunjuk rasa muda dan jemaah yang lebih tua, berada di dalam Masjid Al-Aqsa.
Polisi Israel mengklaim, tindakan itu dilakukan karena pengunjuk rasa melemparkan batu ke petugas dan ke jalan yang berdekatan di dekat Tembok Barat, tempat ribuan orang Yahudi Israel berkumpul untuk berdoa.
Israel mendapat kecaman internasional yang meningkat atas tindakan kerasnya di situs tersebut, terutama selama bulan suci Ramadhan.
Ofir Gendelman, juru bicara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengklaim dalam sebuah tweet bahwa "ekstremis Palestina telah merencanakan jauh sebelumnya untuk melakukan kerusuhan" di situs suci itu.
Dia melampirkan foto dari dalam kompleks yang menunjukkan tumpukan batu dan papan kayu, menunjukkan benda benda itu adalah bagian dari persiapan pengunjuk rasa untuk konfrontasi.
Gendelman mengatakan Israel menjamin kebebasan beribadah, tetapi "bukan kebebasan untuk membuat kerusuhan dan menyerang orang yang tidak bersalah."
Baca Juga: Wamenag Kecam Polisi Israel yang Serang Warga Palestina di Masjid Al-Aqsa
Episentrum Konflik
Kompleks tersebut adalah episentrum konflik dan telah menjadi pemicu putaran kekerasan Israel-Palestina di masa lalu.
Sebelumnya pada hari Senin lalu, polisi Israel melarang warga Yahudi mengunjungi kompleks Masjidil Aqsa.
Hal itu ditandai oleh warga Israel sebagai Hari Yerusalem. Mereka berparade mengibarkan bendera Israel dan berjalan melalui Kota Tua dan Kawasan Pemukiman Palestina hingga ke Tembok Barat, situs paling suci tempat orang Yahudi berdoa.
Para peserta pawai setiap tahun merayakan pendudukan Israel atas Yerusalem timur dalam perang Timur Tengah tahun 1967.
Israel merebut Yerusalem timur, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza dalam perang 1967 dan menyatakan seluruh kota Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Palestina sendiri menetapkan Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem sebuah negara mereka di masa depan, dengan Yerusalem timur sebagai ibu kota Palestina.
Baca Juga: Benjamin Netanyahu Bela Aksi Polisi Israel dalam Kerusuhan di Yerusalem
Keputusan Polisi Memicu Provokasi
Keputusan polisi untuk sementara melarang pengunjung Yahudi pergi ke situs suci mereka diputuskan beberapa jam sebelum dimulainya pawai Hari Yerusalem.
Pawai itu sendiri secara luas dianggap oleh warga Palestina sebagai penghinaan dan provokasi hegemoni Israel atas kota yang diperebutkan.
Polisi kemudian mengizinkan pawai Hari Yerusalem berlangsung meskipun ada kekhawatiran hal itu bisa meningkatkan ketegangan lebih lanjut.
Tahun ini pawai tersebut bertepatan dengan bulan suci Ramadan, saat sensitivitas agama meningkat sehingga memicu bentrokan berminggu-minggu antara polisi Israel dan warga Palestina di Yerusalem.
Kekerasan terjadi hampir setiap malam sepanjang bulan suci Ramadan, dimulai ketika Israel memblokir tempat populer di mana umat Islam Palestina secara tradisional berkumpul untuk berbuka puasa.
Israel kemudian menghapus pelarangan berkumpul warga Palestina untuk berbuka puasa, tetapi bentrokan berlanjut di tengah ketegangan atas rencana penggusuran di Sheikh Jarrah, lingkungan Arab di mana pemukim Israel melancarkan tuntutan hukum yang panjang untuk mengambil alih properti yang ditinggali warga Palestina.
Mahkamah Agung Israel menunda putusan mereka yang rencananya diumumkan hari Senin ini dengan alasan "situasi yang belum memungkinkan".
Putusan tersebut, bila memenangkan warga Israel, bisa menyebabkan penggusuran puluhan warga Palestina dari rumah mereka.
Baca Juga: RI Kecam Pengusiran Paksa Warga Palestina oleh Israel
Menuai Kecaman dan Keprihatinan
Tindakan keras Israel dan rencana penggusuran menuai kecaman keras dari sekutu Arab Israel dan ekspresi keprihatinan dari AS, Uni Eropa, dan PBB.
Dewan Keamanan PBB menjadwalkan konsultasi tertutup pada hari Senin membahas ketegangan yang melonjak di Yerusalem. Para diplomat mengatakan pertemuan itu diminta oleh Tunisia, perwakilan Arab di Dewan Keamanan PBB.
Minggu dini hari, Penasehat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Jake Sullivan, berbicara dengan mitranya dari Israel, Meir Ben-Shabbat, dan meminta diwujudkannya ketenangan.
Gedung Putih mengatakan, Sullivan meminta Israel untuk "mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan ketenangan" dan menyatakan "keprihatinan serius" AS tentang kekerasan yang sedang berlangsung dan rencana penggusuran warga Palestina.
Ketegangan di Yerusalem Menyebar ke Wilayah Sekitar
Militan Palestina di Jalur Gaza menembakkan beberapa roket dan pengunjuk rasa yang bersekutu dengan kelompok Hamas meluncurkan lusinan balon pembakar ke Israel. Hal itu memicu kebakaran di bagian selatan Israel.
"Penjajah bermain-main dengan api! Merusak Yerusalem sangat berbahaya," kata Saleh Arouri, seorang pejabat tinggi Hamas, kepada stasiun TV Al-Aqsa milik kelompok militan itu.
Sebagai tanggapan, COGAT, organ kementerian pertahanan Israel yang bertanggung jawab atas penyeberangan dengan Jalur Gaza, mengumumkan akan menutup penyeberangan Erez sampai pemberitahuan lebih lanjut untuk semua orang kecuali kasus kemanusiaan dan kasus luar biasa .
"Tindakan ini mengikuti keputusan untuk menutup zona penangkapan ikan kemarin, dan menyusul tembakan roket dan peluncuran balon pembakar dari Jalur Gaza menuju Israel, yang merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan Israel," kata COGAT dalam sebuah pernyataan, Senin (10/5/2021).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.