Kompas TV bbc bbc indonesia

Pasien Covid di RS Didominasi yang Bergejala Ringan, Efektivitas Telemedisin Dipertanyakan

Kompas.tv - 5 Februari 2022, 10:08 WIB
pasien-covid-di-rs-didominasi-yang-bergejala-ringan-efektivitas-telemedisin-dipertanyakan
Ilustrasi. Tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit terkait Covid-19 terus meningkat, akan tetapi perhimpunan rumah sakit mencatat 80%-nya didominasi pasien yang semestinya bisa melakukan isolasi mandiri. (Sumber: BBC Indonesia)
Penulis : Edy A. Putra

Tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit terkait Covid-19 terus meningkat, akan tetapi perhimpunan rumah sakit mencatat 80%-nya didominasi pasien yang semestinya bisa melakukan isolasi mandiri.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas layanan telemedisin (telemedicine) bagi pasien Covid-19 tanpa gejala dan bergejala ringan, yang menurut relawan Lapor Covid, belum bisa diukur karena keterbatasan data.

Kementerian Kesehatan mengaku belum memiliki data pengguna telemedisin, tapi layanan itu diklaim sudah banyak diakses oleh warga.

Akhir pekan kemarin, dengan kepala yang terasa berat, Siska, 34 tahun, membuka ponselnya pukul 05:00 pagi. Saat itu, ia mendapat pesan hasil tes PCR yang menunjukkan positif Covid-19.

Siska mengalami gejala badan panas seharian, "Cuma sisa tenggorokan sakit sama batuk, sampai hari ini".

"Jadi saat itu, saya memutuskan isolasi mandiri," katanya.

Perempuan yang tinggal di Jakarta Pusat ini langsung bangkit dari tempat tidur setelah mendapat pemberitahuan tersebut. Ia membatalkan rencana perjalanan, termasuk segera berkonsultasi dengan keluarga yang pernah terinfeksi Covid-19.

Dalam konsultasinya, ia mendapat informasi bisa mendapat layanan telemedisin gratis dari pemerintah berupa konsultasi dokter secara daring dan paket obat.

Tapi, setelah berjam-jam menunggu, tak ada pemberitahuan dari Kemenkes. Akhirnya, Siska menggunakan layanan telemedisin mandiri di salah satu platform dan harus merogoh kocek hampir Rp1,2 juta, untuk konsultasi dokter dan obat-obatan.

Hari itu juga obatnya sampai ke rumahnya.

"Karena sudah keburu panik segala kan… terus baru dapat WA [pesan WhatsApp] Kemenkes itu sekitar jam 2 siang. Jauh banget dari jam 05:00 pagi ke jam 14:00. Saya sudah keburu beli obat sendiri," jelasnya.

Namun, Siska tetap menggunakan layanan telemedisin gratis dari pemerintah. Ia baru menerima obat "Paket B (Ringan)" sehari kemudian yang berisi Favipirarir (antivirus), multivitamin, dan paracetamol.

Sejumlah pasien isolasi mandiri lain yang dihubungi BBC juga mengaku tak memanfaatkan layanan digital gratis tersebut karena tidak tahu.

Peran telemedisin di tengah kenaikan BOR (bed occupancy rate)

Keluhan ini disampaikan di tengah kenaikan tingkat hunian rumah sakit oleh pasien Covid-19. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mencatat saat ini tingkat keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit untuk isolasi mencapai 16%.

"Untuk [BOR] ICU (Intensive Care Unit) sekitar 16%," kata Kepala Persi, Bambang Widodo kepada BBC News Indonesia, Rabu (02/02).

Sementara itu, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit terkait Covid-19 di Jakarta mencapai 60%, dengan ICU 28%.

Bambang mengatakan, tingkat keterisian yang didominasi pasien tanpa gejala dan ringan yang terus meningkat ini, berisiko menjadi "beban rumah sakit".

"Kalau benar sampai kasus itu pecah di awal Maret, kenaikannya tinggi, itu kan butuh rumah sakit terjaga. Kalau dulu itu, rumah sakit kan roboh waktu delta itu, tidak mampu melayani," katanya.

Menurutnya, tingginya pasien tanpa gejala atau bergejala ringan yang mendominasi rumah sakit, salah satunya disebabkan minimnya pengetahuan mengenai omicron. Pemahaman yang sejatinya bisa dibantu dengan layanan telemedisin.

"Kalau pemahaman lebih baik, kemudian sosialisasi mereka dengan fasilitas telemedisin dan telekonsultasi dan telefarmasi, kalau bisa dikerjakan oleh pemerintah, saya kira itu akan membantu masyarakat untuk bisa percaya diri melakukan isolasi mandiri di rumah," tambah Bambang.

Jika layanan telemedisin "benar-benar baik", kata dia, kemungkinan bisa mengurangi keberadaan pasien tanpa gejala dan bergejala ringan di rumah sakit hingga setengahnya.

"Konsultasinya cepat untuk direspon. Kemudian mendapatkan layanan farmasinya baik, kemudian akses telemedisnya gampang, [itu] bisa menahan cukup besar," kata Bambang.

Jadi perhatian Presiden Jokowi

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya agar layanan medis daring (telemedisin) pengiriman obat kepada pasien Covid-19 isolasi mandiri dipercepat menjadi hitungan jam.

Perintah ini dikeluarkan menyusul laporan masyarakat mengenai keterlambatan pengiriman obat telemedisin. Laporan-laporan keterlambatan pengiriman obat telemedisin ini dibahas dalam rapat KSP dan telah diserahkan ke presiden.

Hal ini direspon Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Abraham Wirotomo, "Bapak Presiden memerintahkan untuk memeriksa penyebabnya kenapa dan memastikan obat bisa tiba dalam hitungan jam," katanya seperti dilansir Antara.

'Ada prosedur yang harus ditempuh'

Sejauh ini Kemenkes belum memiliki data berapa banyak masyarakat yang memanfaatkan telemedesin meskipun diklaim "sudah cukup banyak feedback dari beberapa masyarakat yang sudah mengakses layanan ini".

Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan "ada prosedur yang harus ditempuh dari proses layanan telemedesin."

"Ada proses skrining, akan diberikan resep elektronik, itu diberikan kepada Kimia Farma terdekat. [Obat dari] Kimia Farma akan diantarkan melalui [ekspedisi] SiCepat," kata Nadia kepada BBC News Indonesia.

Pengiriman ekspedisi paling cepat berlangsung selama satu hari. Dengan demikian, pasien isoman tak bisa mendapatkan paket obat pada hari yang sama.

"Kalau memang terjadi peningkatan kasus kan akan banyak pihak swasta yang akan mengulurkan bantuannya saya rasa ini bisa alternatif untuk SiCepat nanti," tambah Nadia.

Lebih lanjut, Nadia mengklaim saat ini lebih dari 90% pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan pasien tanpa gejala dan dengan gejala ringan.

Ia justru meminta pihak rumah sakit untuk menyaring pasien, dan memulangkan mereka yang tak perlu dirawat di rumah sakit untuk menjalani isoman.

"Tapi tentunya rumah sakit bisa kemudian menentukan pasiennya dipulangkan, tidak perlu dirawat, dikaitkan dengan layanan telemedesin yang ada. Jadi ini sebenarnya, untuk saringannya ada di RS juga kan," katanya.

Efektivitas layanan telemedesin sulit diukur

Anggota tim advokasi dari Lapor Covid-19, Firdaus Ferdiansyah menilai efektivitas layanan telemedesin sulit diukur. Sebab sejauh ini, tak ada data terbuka tentang pasien isoman yang mendapat akses layanan ini.

"Hanya informasinya masih terpecah dan sulit untuk melakukan validasinya," kata Firdaus.

Sejauh ini Lapor Covid-19 hanya mendapat keluhan dari masyarakat terkait dengan layanan telemedesin ini melalui media sosial ataupun pemberitaan.

"Banyak informasi keluhan lewat medsos. Pengiriman obat untuk pasien isoman terlambat," tambah Firdaus.

Ia menambahkan, prinsip yang perlu dilakukan dalam layanan telemedesin adalah pengikutsertaan pengawasan langsung terhadap pasien isoman. "Setidaknya ada yang ikut mengawasi, baik pengawasan dari Satgas Covid-19 setempat maupun pendampingan medis yang layak," katanya.

Apa itu layanan telemedisin?

Layanan telemedisin isoman sudah diterapkan sejak gelombang delta di Indonesia pertengahan tahun lalu.

Sasaran layanan telemedisin isoman adalah pasien positif tanpa gejala atau gejala ringan, berusia minimal 18 tahun, kondisi rumah layak isoman, dan diperiksa di wilayah Jabodetabek.

Layanan dari pemerintah ini menyediakan konsultasi dengan dokter secara daring dan pengiriman paket obat gratis bagi pasien yang menjalani isoman.

Sebanyak 17 platform terlibat dalam layanan ini, yaitu Aido Health, Alodokter, GetWell , Good Doctor, Halodoc, Homecare24, KlikDokter, KlinikGo, Lekasehat, LinkSehat, Mdoc, Milvik Dokter , ProSehat, SehatQ, Trustmedis, Vascular Indonesia, YesDok

Bagaimana mendapatkan layanan ini?

Syarat utama mendapatkan layanan ini adalah pasien melakukan tes PCR di laboratorium yang telah terafiliasi dengan sistem New All Record (NAR) Kementerian Kesehatan.

Jika hasilnya positif, laboratorium akan mengirim data hasil pemeriksaan ke database Kemenkes. Setelah itu pasien akan menerima pesan Whatsapp dengan centang hijau secara otomatis, seperti disebut dalam keterangan kemenkes.

Namun, jika pasien tidak mendapatkan pemberitahuan ini, maka pasien bisa memeriksa NIK secara mandiri di situs https://isoman.kemkes.go.id.

Setelah pasien mendapatkan pemberitahuan melalui WhatsApp, maka pasien bisa melakukan konsultasi secara daring dengan dokter di salah satu 17 layanan telemedisin.

Caranya, tekan link di pesan WhatsApp dari Kemenkes atau di tautan yang muncul saat pengecekan NIK mandiri di https://isoman.kemkes.go.id/pandan, lalu masukkan kode voucher untuk mendapat konsultasi dan paket obat gratis.

Selesai konsultasi, dokter akan memberikan resep digital sesuai kondisi pasien dan resep dapat ditebus melalui https://isoman.kemkes.go.id/pesan_obat.

Hanya pasien kategori layak isoman (tanpa gejala atau ringan), yang akan mendapatkan obat dan vitamin secara gratis.

Paket obat gratis apa saja yang dikirim?

Obat gratis yang didapatkan pasien berupa Paket A untuk pasien tanpa gejala, terdiri dari multivitamin C, B, E, dan Zinc 10 tablet.

Sementara itu, Paket B untuk pasien bergejala ringan terdiri dari multivitamin C, B, E, dan Zinc 10 tablet, Favipiravir 200mg 40 kapsul, atau Molnupiravir 200 mg - 40 tab dan parasetamol tablet 500mg (jika dibutuhkan).

 

 

Artikel ini merupakan hasil liputan BBC Indonesia yang ditayangkan juga di Kompas.TV






Sumber : BBC




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x