Rugikan Negara Rp1,38 Miliar, Jaksa Ajukan Kasasi Vonis Bebas Terdakwa Kasus Korupsi Taman Kota
Hukum | 1 Februari 2022, 18:05 WIBAMBON, KOMPAS.TV – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku berupaya melakukan kasasi atas vonis bebas Direktur PT Inti Artha Nusantara (IAN) Hartanto Hutomo.
Hartanto merupakan terdakwa dugaan korupsi anggaran proyek taman kota dan pelataran parkir pada Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku.
"Vonis majelis hakim tipikor pada Senin (31/1) membebaskan terdakwa dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), namun kami masih menyatakan pikir-pikir dan akan mengajukan kasasi ke MA RI," kata Kasi Penuntutan Kejati setempat Achmad Atamimi di Ambon, Selasa (1/2/2022), dilansir dari Antara.
Dalam hal ini, Majelis Hakim Tipikor Ambon diketuai Jenny Tulak, didampingi Ronny Felix Wuisan dan Yefta Jefri Sinaga selaku hakim anggota membebaskan terdakwa dari segala tuntutan JPU Kejati Maluku Achmad Atamimi, Ye Ocheng Ahmadali dan, Novi Tatipikalawan.
Sedangkan JPU meminta majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 dan Pasal 16 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: ICW Minta Jaksa Agung Tarik Pernyataan Soal Korupsi di Bawah Rp50 Juta Tak Dihukum
Terdakwa juga melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) KUHP, sehingga dituntut 8,5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Hartanto juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 1,035 miliar subsider enam bulan kurungan.
JPU menyebutkan, berdasarkan hasil audit BPKP RI Perwakilan Provinsi Maluku, akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian hingga Rp 1,38 miliar.
Terdakwa Hartanto Hutomo selaku Direktur PT IAN ini menangani pengerjaan proyek taman kota, pelataran parkir, drainase, dan jalan yang masuk pada tahun anggaran 2017 di Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Namun, status terdakwa dalam proyek ini sejak awal tidak jelas, karena ada orang lain yang disebut-sebut sebagai kontraktor atau pimpinan perusahaan. Juga, tidak ada dokumen pendukung, dan terdakwa menerima pembayaran proyek sebesar Rp 4 miliar lebih. Sementara, hasil pekerjaan fisik proyeknya di lapangan tidak sesuai dengan kontrak.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Antara