> >

Angin Besar di Waduk Gajah Mungkur Bakal Terulang Lagi, LAPAN: Sulit Memprediksi

Peristiwa | 21 Januari 2021, 11:03 WIB
Angin puting beliung yang terjadi di atas Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Rabu petang (20/1/2021) (Sumber: Istimewa via TribunSolo)

WONOGIRI, KOMPAS.TV- Fenomena angin besar yang berputar di atas perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri pada Rabu petang (20/1/2021) belum bisa dipastikan bakal terulang lagi. Hal ini sebagaimana disampaikan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN Dr. Erma Yulihastin menjelaskan untuk memprediksi cuaca ekstrem termasuk puting beliung satu atau dua hari mendatang masih sulit untuk dilakukan.

“Karena kita harus mencari data perubahan temperatur dan pola aliran angin di atmosfer. Data ini sangat penting agar kita dapat memantau tingkat kelembapan, ketidakstabilan (updraft), pengangkatan (lift), dan angin gunting (wind shear) pembangkit awan badai yang berpotensi menimbulkan puting beliung,”papar Erma seperti dilansir dari laman lapan.go.id, Kamis (21/1/2021).

Baca Juga: LAPAN: Angin di Waduk Gajah Mungkur Bukan Puting Beliung Tapi Tornado

Menurut dia, pola-pola perubahan cuaca yang besar dapat membawa serta kejadian tornado, tetapi sering juga pola-pola tersebut sama sekali tidak menimbulkan cuaca ekstrem. Berbagai model komputer yang digunakan untuk memprediksi cuaca ekstrem beberapa hari mendatang dapat memiliki bias dan kekurangan ketika prakirawan cuaca mencoba menerjemahkan keadaan cuaca tersebut pada skala awan badai kilat (thunderstorm).

“Prediksi membutuhkan pengamatan cuaca pada skala waktu yang nyata (real-time) melalui satelit (dengan resolusi tinggi secara ruang dan waktu), radiometer, stasiun cuaca, balon, dan kapal udara. Membuat skema profiler angin dan pola cuaca yang diturunkan dari radar (C-band, X-band, W-band, dual polarisasi radar) juga sangat penting untuk melakukan prediksi,”tutur dia.

Terlebih, ungkapnya, karena kekuatan anginnya yang masih berada di bawah skala Fujita, (skala yang biasa digunakan untuk mengukur kekuatan tornado berdasarkan magnitudo angin dan dampak kerusakan yang ditimbulkannya).

Baca Juga: Posting Video Puting Beliung Waduk Gajah Mungkur, Ustad Yusuf Mansyur Ajak Netizen Perbanyak Ibadah

“Berdasarkan skalanya, angin puting beliung memiliki radius putar kurang dari satu kilometer dan masa hidup kurang dari satu jam,” imbuh dia.

Lebih lanjut Erma menjelaskan, model prediksi Satellite-based Disaster Early Warning System (Sadewa) LAPAN yang dikembangkan memiliki skala spasial lima kilometer dan skala waktu per satu jam sehingga tidak mungkin dapat mendeteksi fenomena puting beliung.

Namun kata dia, tidak cukup hanya dengan meningkatkan resolusi skala ruang dan waktu model prediksi cuaca numerik.

“Potensi terjadinya cuaca ekstrem seperti puting beliung juga membutuhkan dukungan berbagai peralatan seperti radiosonde, balonsonde, radar cuaca, dan lainnya untuk menghitung indeks cuaca ekstrem yang diturunkan dari parameter-parameter cuaca seperti kecepatan angin, pola angin serta temperature,”paparnya.

Baca Juga: Puting Beliung di Waduk Gajah Mungkur, BMKG Sebut Fenomena Waterspout, Apa Itu?

Selain itu, juga perlu menghitung berbagai indeks seperti CAPE (Convective Availabel Potential Energy), VGP (Vorticity Generation Potential), BRN (Bulk Richardson Number), EHI (Energy Helicity Index) dan SREH (Surface Relative Enviromental Helicity). Dari beberapa parameter tersebut yang terpenting untuk mengidentifikasi awan badai penghasil puting beliung adalah CAPE, EHI, dan SREH.

Penulis : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU