> >

Dewas Jadwalkan Sidang Putusan Sidang Etik Pungli Pegawai Rutan KPK Digelar 15 Februari

Hukum | 22 Januari 2024, 22:53 WIB
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (kanan), Anggota Dewas KPK Albertina Ho (tengah) dan Syamsuddin Haris (kiri) saat jumpa pers di Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024). (Sumber: ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK menjadwalkan sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran etik pungutan liar atau pungli di Rutan KPK akan digelar pada 15 Februari 2024 mendatang.

Menurut Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, pembacaan putusan sidang pelanggaran etik terhadap 93 pegawai Rutan KPK akan dilaksanakan secara terbuka.

“Putusannya nanti tanggal 15 (Februari). Ya untuk semua, semua yang disidangkan dalam berkas itu,” kata Albertina saat ditemui awak media di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).

Baca Juga: Terungkap Praktik Pungli di Rutan KPK: Selundupkan HP Bayar Rp20 Juta, Ngecas Rp300 Ribu

Albertina menambahkan bahwa persidangan terhadap puluhan pegawai Rutan KPK itu sampai saat ini masih bergulir. 

Dalam pelaksaan persidangannya, Albertina menjelaskan bahwa sebanyak 93 pegawai itu dibagi menjadi tujuh kelompok berdasarkan pada kesamaan saksi.

Adapun pada hari ini, Dewas KPK telah menyidangkan sebanyak 18 terlapor dengan agenda pemeriksaan saksi.

“Seperti biasa pemeriksaan,” ujar Albertina.

Sementara itu, anggota Dewas KPK lainnya, Syamsuddin Haris mengatakan sejauh ini pihaknya baru menyepakati pembacaan putusan untuk enam perkara, bukan tujuh.

Satu perkara yang belum disepakati dibacakan 15 Februari menyangkut kasus tiga orang yakni, kepala rutan aktif, mantan kepala rutan, dan komandan.

“Tiga lagi belum disepakati,” ujar Syamsuddin.

Baca Juga: Dewas Sebut 35 Pegawai KPK yang Sudah Disidang Etik Akui Tindakan Pungli di Rutan KPK

Menurut Syamsuddin, secara umum tuduhan yang didakwakan kepada para pegawai Rutan KPK itu sama. Mereka diduga menyalahgunakan wewenang sebagai petugas KPK.

Lebih lanjut, guru besar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menyebut, pihaknya tidak bisa menyidangkan 93 orang sekaligus karena terlalu banyak.

Di sisi lain KPK, lanjut Syamsuddin, Dewas KPK juga tidak bisa menyidangkan mereka satu per satu.
“Klaster itu tuduhannya sama, yang membedakan itu, apa namanya, jumlah siapa dapat dari siapa itu,” kata Syamsuddin.

Sebelumnya, anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK Albertina Ho mengungkapkan perkiraan nilai pungutan liar atau pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK mencapai Rp6,148 miliar.

"Jadi, teman-teman menanyakan totalnya berapa? Saya tidak bisa menyatakan yang pasti, tetapi sekitar Rp6,148 miliar sekian itu total kami di Dewas," kata Albertina di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).

Baca Juga: Dewas Gelar Sidang Etik Pegawai KPK yang Diduga Terlibat Pungli di Rutan Senilai Rp 6,1 M

Albertina menjelaskan nominal yang diduga diterima para pihak terkait perkara pungli tersebut bervariasi, dengan penerimaan terbesar mencapai Rp504 juta.

"Lalu kalau kita hubungkan dengan uang-uang yang diterima itu paling sedikit itu menerima Rp1 juta, dan yang paling banyak menerima Rp504 juta sekian itu yang paling banyak," ujar Albertina.

Adapun pemeriksaan oleh Dewan Pengawas KPK menemukan ada 93 pegawai KPK yang diduga terlibat dalam perkara pungli di Rutan KPK.

 

Sebanyak 93 pegawai lembaga antirasuah itu akan berhadapan dengan Majelis Sidang Kode Etik Dewan Pengawas KPK pada Rabu, 17 Januari 2024.

Albertina mengatakan sidang kode etik itu akan terbagi dalam sembilan berkas, masing-masing enam berkas untuk 90 orang dan tiga berkas lainnya masing-masing untuk satu orang.

"Kasus pungli rutan ini dibagi dalam enam perkara yang akan disidangkan segera dan ada tiga lagi yang akan disidangkan setelah perkara ini. Jadi, kita bagi dalam sembilan berkas karena yang terlibat cukup banyak ada 93 (orang)," katanya.

Baca Juga: Dewas KPK: Jumlah Pungli di Rutan Capai Rp6 Miliar Sejak 2021

Albertina mengatakan pemisahan berkas sidang etik itu dilakukan karena penerapan pasal kode etik yang berbeda. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal pasal yang diterapkan.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU