ICW: Akses Firli Bahuri ke Gedung KPK Harus Dicabut, Tidak Bisa Lagi Dianggap Pimpinan
Hukum | 23 November 2023, 10:59 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang Ketua KPK Firli Bahuri yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, terlibat dalam kegiatan lembaga antirasuah tersebut.
Tidak hanya itu, ICW juga meminta KPK segera mencabut akses Firli untuk masuk ke gedung KPK.
“Per hari ini, Firli harus dilarang terlibat dalam semua kegiatan KPK. Bahkan, pihak Sekjen KPK harus segera mencabut akses masuk Firli ke gedung KPK,” ucap peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS TV, Kamis (23/11/2023).
Baca Juga: Ketua Bawaslu soal Acara Desa Bersatu: Katanya Deklarasi Kemudian Berubah Jadi Silahturahmi
Menurut Kurnia, Firli sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai Ketua KPK usai Polda Metro Jaya mengumumkannya sebagai tersangka pada Rabu (22/11/2023) malam. Hal tersebut mengacu pada Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang KPK.
“Pasca ditetapkannya Firli Bahuri sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, maka purnawirawan jenderal bintang tiga kepolisian itu tidak lagi bisa dianggap berstatus sebagai pimpinan KPK,” ujarnya.
“Sebab, Pasal 32 ayat (2) UU KPK mengatakan bahwa 'dalam hal Pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, maka Pimpinan KPK diberhentikan sementara dari jabatannya.' Proses pemberhentian tinggal menunggu berkas administrasi saja berupa Keputusan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (4) UU KPK.”
Polda Metro Jaya mengumumkan penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo pada Rabu malam.
Baca Juga: APDESI: Sesuai AD/ART Organisasi Kami Netral dalam Segala Bentuk Perhelatan Politik
Firli dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12B, dan Pasal 11 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.20 Tahun 2001 tentang perubahana atas Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.
“Adapun perkara yang dilakukan penyidikan terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi, atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementan RI pada kurun waktu tahun 2020-2023,” ucap Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Ade Safri Simanjuntak.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV