> >

Nestapa Pinjol (II): Tak Kenal Usia dan Profesi hingga Lamaran Kerja dan KPR Ditolak

Peristiwa | 8 Oktober 2023, 09:00 WIB
Ilustrasi pinjaman online. Data menunjukkan bahwa pengguna pinjol didominasi oleh Gen Z dan milenial, apa alasan mereka berutang di pinjol? (Sumber: Surya/EBEN HAEZER)

JAKARTA, KOMPAS.TV - “Pinjol bikin benjol,” itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi para korban pinjaman online (pinjol). Dana cair cepat, tanpa jaminan, dan proses yang mudah seolah menyamarkan bunga tinggi yang diterapkan para penyelenggara pinjol.

Tak sedikit yang bertanya, “Mengapa orang berutang di pinjaman online?” Memenuhi gaya hidup dan ‘memberi makan’ gengsi menjadi asumsi yang banyak digaungkan terhadap orang yang berutang.

Alasan orang berutang di pinjol dijelaskan oleh NoLimit Indonesia, sebuah perusahaan teknologi yang berfokus untuk memonitori dan analisis pada media online dengan menggunakan teknologi Big Data.

Baca Juga: Duet Maut Judi Online-Pinjol, Lingkaran Setan yang Bikin Kriminalitas Meningkat

NoLimit Indonesia melakukan riset dengan memantau pembahasan terkait pinjol di media sosial sepanjang 11 September -15 November 2021. Mereka menggunakan kata kunci “pinjol”, “pinjaman online”, dan “pinjaman ilegal”, kemudian menemukan ada 135.681 perbincangan.

Dari data tersebut, dapat diketahui mengapa seseorang bisa terjerat pinjol. Alasan paling banyak adalah membayar utang lain yang sudah ada sebelumnya.

Alasan kedua adalah latar belakang ekonomi menengah ke bawah, diikuti dengan sifat pinjol yang bisa mencairkan dana dengan cepat. Pada angka keempat, kebutuhan mendesak juga menjadi alasan.

Infografis: alasan seseorang berutang di pinjol berdasarkan hasil survei NoLimit Indonesia 2021. (Sumber: Kompas TV/Fiqih Rahmawati)

Profesi Guru Ikut Terjerat

NoLimit Indonesia juga memetakan kalangan yang terjerat pinjol berdasarkan profesi. Ironisnya, kalangan yang paling banyak melakukan pinjaman online adalah mereka yang berprofesi sebagai guru, yakni sebesar 42 persen.

Pada nomor dua, pengguna pinjol adalah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 21 persen, diikuti dengan ibu rumah tangga sebanyak 18 persen, karyawan 9 persen, pedagang 4 persen, pelajar 3 persen, tukang pangkas rambut 2 persen, dan ojek online 1 persen.

Peneliti ekonomi digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menduga alasan banyak guru terjerat pinjol, yakni kesejahteraan guru yang belum optimal.

Kebutuhan hidup yang tinggi membuat guru yang memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah terpaksa berutang di pinjol.

“Guru ini kan juga sudah melek digital, mereka punya ponsel cerdas yang akhirnya digunakan untuk mengunduh dan meminjam ke pinjol,” ujar Huda, sebagaimana dikutip dari pemberitaan Kompas.id yang tayang pada 7 Oktober 2022.

Terpisah, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan bahwa fenomena guru terjerat pinjol menunjukkan lemahnya kondisi perekonomian di kalangan guru.

“Kalau guru mau dihargai masyarakat dan peserta didik, maka perlu ada upaya peningkatan kesejahteraan serta edukasi bahwa pinjol ilegal ini berbahaya agar mereka tak terjerat di dalamnya,” ujar Unifah.

Baca Juga: Identitas Korban Bunuh Diri Akibat Pinjol yang Viral di Medsos Sudah Didapat, Polisi Sarankan Lapor

Gen Z pun Dimangsa 

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kelompok usia yang menyumbang kredit macet pinjol per Juni 2023. Kredit macet pinjol tersebut disusun berdasarkan tingkat wanprestasi (TWP) >90 hari.

Artinya, kredit macet dalam hal ini adalah debitur gagal membayar utang lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.

Data tersebut menunjukkan bahwa kelompok usia yang paling banyak mengalami kredit macet adalah kelompok usia 19-34 tahun, kelompok generasi Z dan milenial. Nilai akumulasi kredit macet pada usia tersebut adalah Rp763,7 miliar atau 44,14 persen dari total kredit macet pinjol nasional.

Gen Z dan milenial juga konsisten menjadi penyumbang nilai kredit macet pinjol terbanyak sepanjang tahun 2023.

Pada urutan kedua, ada kelompok usia 35-54 tahun dengan total akumulasi Rp541,3 miliar atau 31,29 persen, diikuti dengan kelompok usia di atas 54 tahun dengan akumulasi Rp43,7 miliar, lalu kelompok usia di bawah 19 tahun dengan total akumulasi Rp1,4 miliar.

Infografis: usia penyumbang kredit macet pinjaman online (pinjol) berdasarkan catatan OJK per Juni 2023. (Sumber: Kompas TV/Fiqih Rahmawati)

Data OJK terkait penerima pinjaman online perorangan berdasarkan usia per Juni 2023 juga memberikan gambaran yang jelas soal siapa kelompok usia yang melakukan pinjaman online.

Urutan pertama merupakan kelompok usia 19-34 tahun dengan jumlah rekening sebanyak 10,9 juta dengan nominal Rp26,87 triliun, diikuti dengan usia 35-34 dengan jumlah rekening 6,48 juta dan nominal Rp17,9 triliun.

Pada urutan ketiga kelompok usia di atas 54 tahun dengan jumlah rekening 686 ribu dan nominal Rp1,9 triliun, lalu kelompok usia di bawah 19 tahun dengan jumlah rekening 72 ribu dan nominal Rp168,8 miliar.

Infografis: penerima pinjaman online perorangan berdasarkan catatan OJK per Juni 2023. (Sumber: Kompas TV/Fiqih Rahmawati)

Masa Depan Suram

Fenomena pinjol di kalangan anak muda menjadi pembahasan yang terus ada di berbagai platform media sosial. Salah satu yang cukup ramai diperbincangkan adalah adanya integrasi data di pinjaman online dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK OJK, dulu BI Checking.

Perbincangan soal pinjol dan BI Checking bermula dari cuitan di akun X @kawtuz yang menyebutkan bahwa ada lima orang lulusan baru (fresh graduate) yang tidak diterima kerja lantaran skor kredit SLIK OJK mereka berada di Kolektibilitas (Kol) 5.

Kol 5 merupakan level berisiko tinggi. Pasalnya, debitur memiliki kredit macet atau tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga selama lebih dari 180 hari. Level ini disebut menggambarkan pengelolaan finansial seseorang.

Rupanya, kredit macet atau gagal bayar dalam pinjol bisa membuat seseorang terancam susah mendapatkan pekerjaan.

Baca Juga: Biaya Pinjaman Utang Dinilai Tinggi, AdaKami Sebut Ada Biaya Asuransi dalam Pinjol

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi menjelaskan bahwa skor kredit pada SLIK OJK yang buruk tak hanya berpengaruh pada pekerjaan, tetapi masa depan yang lebih panjang lagi.

Anak muda yang mengalami kredit macet bisa kesulitan memiliki rumah lantaran pengajuan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) bisa ditolak.

“Enggak cuma susah nyari kerja, saya juga dapat laporan dari beberapa bank yang menyalurkan kredit untuk KPR pertama, banyak sekali anak-anak muda yang seharusnya lebih penting beli rumah daripada beli hal-hal yang sifatnya konsumtif, jadi enggak bisa, karena mereka sudah kesangkut di SLIK-nya,” ucap Frederica dalam program Business Talk Kompas TV, 6 September 2023.

Menilik pada data OJK, mayoritas debitur pinjol adalah anak muda, gen Z dan milenial. Frederica mengaitkannya pada fenomena fear of missing out (FOMO). Fenomena tersebut mendorong seseorang untuk berperilaku konsumtif.

Terlebih, pada tahun 2020, muncul figur publik yang menyebut diri mereka sebagai crazy rich alias sultan. Tak sedikit anak muda yang menjadikan mereka sebagai role model, mengutamakan gaya hidup dan gengsi agar bisa memanjat sosial.

Ketika mereka tak memiliki uang untuk membeli ‘perlengkapan’ panjat sosial, pinjol menjadi jalan tikus. Bermodalkan jempol dan data pribadi, uang pun cair dengan mudah. Frederica menyebut, anak muda acapkali tak bijaksana dalam berutang hingga terjerat pinjol.

“Kemudian pada saatnya mereka sudah menjadi manusia dewasa yang harus bertanggung jawab sama dirinya, mencari pekerjaan, membeli rumah pertama mereka, membeli kendaraan, akhirnya enggak bisa cuma gara-gara kesangkut hal-hal yang sebenarnya enggak penting sama sekali,” jelasnya.

Baca Juga: Teror Pinjol Diduga Sebabkan Warga Bunuh Diri, Polisi Sebut Terjadi di Baturaja Sumsel

Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai arah masa depan, dengan banyak generasi muda yang terjebak dalam jeratan pinjol. 

 

Meskipun upaya telah dilakukan untuk mengatur industri ini, tantangan nyata tetap ada, dan edukasi mengenai manajemen keuangan dan pengendalian diri tampaknya menjadi langkah awal yang penting untuk mencegah benjol-benjol ekonomi semakin besar.

Untuk mengetahui lebih lanjut terkait pinjaman online, baca seri liputan "Nestapa Pinjol (III): Terjerat Rentenir Online, Bunga Selangit, OJK Bisa Apa?

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV, Kompas.id, NoLimit Indonesia, OJK


TERBARU