> >

LPSK soal Konflik Rempang: Tak Boleh Ada Penahanan yang Sengaja Batasi Akses dengan Dunia Luar

Hukum | 18 September 2023, 16:48 WIB
Foto arsip. Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution. (Sumber: Dok. LPSK)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan, proses hukum bagi tahanan yang ditangkap usai bentokan terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau harus menjamin prinsip fair trial. 

Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution berharap, proses hukum yang berjalan mengacu kepada prinsip yang menjamin hak perlindungan hukum terhadap orang yang ditangkap atau ditahan. 

“Tidak boleh dilakukan penahanan yang sengaja untuk menghalangi atau membatasi akses tahanan dengan dunia luar (keluarga atau penasihat hukumnya) atau lazim disebut penahanan incommunicado,” kata Nasution, Senin (18/9/2023) melalui keterangan tertulis yang diterima KOMPAS.TV.

Sebagai infomasi, kepolisian telah menahan setidaknya 43 orang usai terjadi bentrokan antara warga dengan aparat pada Senin (11/9/2023) di depan Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Ia menerangkan, meski Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) melalui UU Nomor 5 Tahun 1998, tetapi tindakan aparatur negara ditempat-tempat penahanan seringkali tidak terkontrol, sehingga menimbulkan peristiwa-peristiwa yang masuk dalam kategori penyiksaan.

Baca Juga: Update Konflik Rempang: Pemerintah akan Beri Sertifikat Hak Milik untuk Warga yang Mau Direlokasi

Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 2014, kata dia, memandatkan agar LPSK untuk memberikan perlindungan bagi korban penyiksaan.  

Ia pun berharap, penegak hukum yang saat ini bertugas berpedoman pada proses peradilan yang adil sesuai prosedur dan memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM).

“Pendekatan persuasif penting diterapkan dalam penyelesaian kasus Rempang ini, jika nantinya kasus tersebut tetap berproses dalam lingkup penegakan hukum pidana, perlu dipertimbangkan penyelesaian melalui pendekatan restorative justice,” tegas Nasution.

Karena itu LPSK menyatakan prihatin atas peristiwa bentrokan di Pulau Rempang dan di depan Kantor BP Batam akibat penolakan warga atas rencana pembangunan Rempang Eco-City. 

“Seharusnya proyek besar seperti Rempang Eco City itu dipersiapkan dengan matang dan menggunakan pendekatan yang humanis serta mengutamakan dialog atau partisipasi masyarakat setempat,” jelasnya.

Baca Juga: Soal Proyek Rempang Eco-City, Menteri Bahlil Khawatir Ditinggal Investor: Kita Butuh Mereka

LPSK pun mempersilakan saksi maupun korban atau pihak terkait lainnya yang membutuhkan perlindungan LPSK untuk mengajukan permohonan.

Ia menekankan, LPSK akan memproses permohonan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebelumnya, ketegangan antara warga Pulau Rempang dengan aparat gabungan TNI dan Polri terjadi beberapa kali karena rencana relokasi warga Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru.

Warga menolak kehadiran aparat yang akan melakukan pematokan dan pengukuran lahan di Pulau Rempang yang dinilai akan menggusur permukiman mereka.

Mereka juga menolak relokasi 16 titik kampung tua yang dianggap telah ada sejak 1843 di Pulau Rempang, Batam.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, pihaknya akan menggunakan cara-cara yang lebih humanis saat berkomunikasi dengan penduduk Pulau Rempang yang terdampak relokasi proyek Rempang Eco-City.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Singgung Konflik Rempang di Kuliah UI, Jelaskan soal Konflik Agraria Tanah Adat

"Kami akan mengerahkan cara-cara yang lembut," kata Bahlil, Minggu (17/9/2023) usai menghadiri rapat koordinasi percepatan pengembangan proyek Rempang Eco City, di Batam Kepulauan Riau.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun angkat bicara soal konflik Rempang ini.

Menurut Presiden, ketegangan antara warga dengan petugas kepolisian dan TNI di Pulau Rempang terjadi karena komunikasi yang kurang baik.

Ia mengeklaim, warga di lokasi tersebut akan diberi lahan seluas 500 meter persegi dan bangunan tipe 45.

"Itu komunikasi yang kurang baik, lah. Saya kira kalau warga diajak bicara, diberikan solusi, karena di situ sebetulnya sudah ada kesepakatan bahwa warga akan diberi lahan 500 meter, plus bangunannya tipe 45," kata Presiden Jokowi, Selasa (12/9/2023), sebagaimana dilaporkan jurnalis Kompas TV Suherdi di Cilegon, Banten.

"Tapi ini kurang dikomunikasikan dengan baik, sehingga terjadi masalah," imbuhnya, menegaskan.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU