Pakar Hukum Pidana Sesalkan Konflik LPSK dan Kejaksaan soal Tuntutan untuk Eliezer
Hukum | 19 Januari 2023, 20:34 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum pidana, Firman Wijaya, menyesalkan konflik yang terjadi antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait tuntutan jaksa terhadap terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E.
"Terus terang, saya menyesalkan konflik kelembagaan antara kejaksaan dengan LPSK. Ini menunjukkan tidak adanya sistem koordinasi yang jelas dalam sistem peradilan pidana," kata Firman dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (19/1/2023).
Seperti diberitakan, LPSK menyayangkan tuntutan jaksa terhadap Eliizer yang lebih berat dibandingkan dengan terdakwa lainnya yang juga istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Baca Juga: Putri Candrawathi Dituntut Lebih Rendah dari Eliezer, Kriminolog UI: Jaksa Nilai Perannya Tak Aktif
Meski berstatus justice collaborator (JC), Eliezer tetap dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa.
Richard Eliezer dinilai terbukti melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, tiga terdakwa lainnya yaitu Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal, masing-masing dituntut 8 tahun penjara. Sedangkan terdakwa Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup.
"Kami berharap begitu (diringankan). Jadi, sejak kami memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada Bharada E sebagai JC, kita kemudian melakukan upaya untuk bisa memenuhi tiga hal yang menjadi hak JC yakni pengamanan, perlindungan, pengawalan itu dilakukan oleh LPSK dan itu kita laksanakan sampai sekarang," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2023), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Kasus Brigadir J, LPSK Minta Jaksa Revisi Tuntutan Hukuman untuk Richard Eliezer Jadi Paling Rendah
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana meminta LPSK tidak melakukan intervensi proses penegakan hukum yang dilakukan jaksa.
Menurut Fadil, LPSK terlalu banyak berkomentar dan tidak pernah puas. Ia menegaskan lembaga lain tidak boleh mengintervensi kewenangan Jaksa Agung.
"LPSK enggak pernah puas. Ya enggak apa-apa. Makanya saya bilang lembaga lain tidak boleh mengintervensi kewenangan Jaksa Agung. Kan masih ada upaya hukum. Masih ada pembelaan segala macam," ucap Fadil dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Baca Juga: Pakar Hukum Pidana Sebut Tuntutan 12 Tahun Penjara Untuk Eliezer Terlalu Berat! Mengapa?
Adapun Firman Wijaya menilai intervensi yang dilakukan oleh LPSK menunjukkan tidak adanya sistem peradilan yang terintegrasi.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Jakarta itu menyebut perbedaan tafsir antara LPSK dan Kejaksaan Agung harus segera diakhiri, karena hanya akan merugikan JC.
"Perbedaan tafsir antara jaksa dan LPSK, kalau tidak, hanya akan menempatkan posisi JC di posisi yang tidak menguntungkan," papar Firman.
Baca Juga: Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara, LPSK Khawatir Orang Enggan Jadi Justice Collaborator
"Bagi saya, sebenarnya penentuan tuntutan sebesar 12 tahun dan kemudian menimbulkan gesekan antarlembaga ini akan menjadi potret kondisi JC di Indonesia."
"Katakanlah melalui kasus ini, posisi JC tidak menguntungkan, maka JC sebagai ruang partisipasi publik, akan sepi dukungan," sambungnya.
Penulis : Gilang Romadhan Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Kompas.com