Jokowi Akui Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Amnesty: Tanpa Pertanggungjawaban Hukum, Tiada Artinya
Peristiwa | 11 Januari 2023, 18:21 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan bahwa pengakuan Presiden RI Joko Widodo atas terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu "tidak ada artinya" jika tak diikuti pertanggungjawaban hukum.
Sebelumnya, dalam konferensi pers bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dan im Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM), Rabu (11/1/2022), Jokowi mengakui 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, mulai Peristiwa 1965-1996 hingga Peristiwa Wamena, Papua 2003.
Baca Juga: Jokowi Segera Undang Menteri hingga Kapolri, Bahas Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat
Usman dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas TV, Rabu (11/01/2023), menyatakan, meski menghargai sikap Presiden Joko Widodo dalam mengakui terjadinya pelanggaran HAM sejak tahun 1960-an di Indonesia, "pernyataan ini sudah lama tertunda mengingat penderitaan para korban yang dibiarkan dalam kegelapan tanpa keadilan, kebenaran, dan pemulihan selama beberapa dekade."
"Namun, pengakuan belaka tanpa upaya mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu hanya akan menambah garam pada luka korban dan keluarganya. Sederhananya, pernyataan Presiden tersebut tidak besar artinya tanpa adanya akuntabilitas.”
Lebih lanjut, Usman menyorot pernyataan presiden yang seakan memilah peristiwa pelanggaran HAM berat. Ia menyebut peristiwa-peristiwa berdarah yang tidak disebutkan Jokowi dalam pernyataannya, antara lain operasi militer di Timor Timur (kini Timor Leste), Peristiwa 27 Juli 1996, serta pembunuhan Munir Said Thalib pada 2004.
Usman menegaskan bahwa absennya kasus-kasus lain dari pernyataan Jokowi merupakan "penghinaan" bagi banyak korban. Ia pun menyorot para terdakwa pelaku pelanggaran HAM yang dibebaskan.
Usman mengkritik komentar Mahfud MD tentang pembebasan terdakwa empat kasus pelanggaran HAM karena bukti tidak cukup. Ia menuduh otoritas kejaksaan Indonesia tidak serius mencari bukti.
Amnesty Internasional Indonesia mengingatkan kepada pemerintah Indonesia, "bahwa mengakhiri impunitas melalui penuntutan dan penghukuman pelaku adalah satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya pelanggaran hak asasi manusia dan memberikan kebenaran dan keadilan sejati kepada para korban dan keluarganya. Pelaku harus dihadapkan pada proses hukum, jangan dibiarkan, apalagi sampai diberikan kedudukan dalam lembaga pemerintahan."
Ketika mengakui pelanggaran HAM berat di Indonesia hari ini, Jokowi mengaku menyesalkan peristiwa-peristiwa itu terjadi di Tanah Air. Sang presiden pun mengaku memberikan simpati dan empati yang mendalam terhadap korban dan keluarga korban.
Berikut peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui Jokowi terjadi di Indonesia.
- Peristiwa 1965-1966
- Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
- Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
- Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
- Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
- Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
- Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
- Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
- Peristiwa Wamena, Papua 2003
- Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Baca Juga: Mahfud MD Jelaskan Lagi Maksud Sebut Tragedi Kanjuruhan Bukan Pelanggaran HAM Berat
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV