> >

Kisah Atikah dan Zaky, Asmara Terlarang Berujung Caci Maki dan Mutilasi

Kriminal | 5 Januari 2023, 06:30 WIB
Ilustrasi mutilasi. (Sumber: Tribun Sumsel-)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Atikah dan Zaky berkenalan secara tak sengaja, lewat sebuah struk belanja yang di dalamnya tertulis nomor telepon seluler. Meski tak pernah bertatap muka, keduanya bisa langsung nyambung. Mereka saling cerita, termasuk mengungkapkan keluh kesah masing-masing.

Setelah lewat tiga bulan, perkenalan iseng ini rupanya berlanjut hingga keduanya bisa kopdar alias kopi darat atau bertemu langsung di Pulogadung, Jakarta Timur, 2007 silam.

Seperti pembicaraan di telepon, saat bertemu pun mereka langsung saling suka.

"Tapi saya janda, Mas," kata Atikah berterus terang mengenai statusnya.

Awalnya, Zaky menyembunyikan statusnya yang sudah berumah tangga dengan satu anak. Namun, seperti dikutip dari Intisari.grid.id, Kamis 18 Februari 2018, Atikah awalnya kaget, tetapi kemudian menerima apa adanya.

“Ya sudah, saya terima Mas apa adanya. Yang penting Mas mau nasihati saya dan (mau) bertukar pikiran,” ujar Atikah.

Baca Juga: Fakta Kasus Mutilasi Perempuan di Bekasi, Ditemukan Berbagai Dokumen Penting di Kontrakan Pelaku

Keduanya kemudian menjalin hubungan layaknya orang pacaran, bahkan hingga melakukan hubungan badan.

Akhir 2007, usia hubungan mereka menginjak usia enam bulan. Atikah mulai menginginkan hubungan yang lebih serius dan ingin dinikahi.

Zaky pun bingung. Maklum, dia sudah punya istri dan anak. Tetapi semenjak itu, hubungan keduanya mulai renggang dan jarang berkomunikasi.

Sampai suatu ketika, Atikah mendatangi rumah mertua Zaky. “Saya pacarnya Zaky dan saya sedang hamil tiga bulan,” ujar Atikah saat itu.

Mertua Zaky jelas marah. Namun, mereka juga ingin masalah ini diselesaikan. Kalau memang hamil, Zaky harus bertanggung jawab.

Zaky kemudian mendatangi rumah Atikah. Tetapi Atikah tidak ada di rumah. Saat itu juga, Zaky memberitahu orang tua Atikah mengenai masalahnya. Orang tua Atikah marah dan mencaci maki Zaky.

Dalam kondisi serba tertekan, Zaky dan orang tua Atikah sepakat melakukan tes DNA untuk memastikan bahwa anak yang dikandung Atikah benar-benar anak Zaky.

Saat bertemu Atikah di tempat kerjanya, Zaky menyatakan niatnya untuk melakukan tes DNA. Entah kecewa atau marah, Atikah justru meninggalkan Zaky dengan pergi ke Sukabumi selama lima hari dengan alasan pekerjaan.

Hingga suatu ketika, siang hari, 17 Januari 2008, keduanya kemudian bertemu di halte yang terletak di depan Plaza Koja, tiga kilometer dari rumah Atikah. Bukan hanya cuaca Jakarta Utara yang panas, tetapi hati kedua sejoli itu pun sedang panas-panasnya. Bahkan, Atikah sampai menghubungi istri Zaky dan memaki-makinya. 

Tetapi Zaky berusaha menenangkan dengan mengajak Atikah ke hotel BM di kamar 17 AB. Di dalam kamar 17 AB, Atikah kembali meminta pertanggungjawaban Zaky.

"Mas, perut saya makin besar. Saya mau nikah tanpa janin dan minta duit untuk menggugurkan kandungan,” pinta Atikah.

Ketegangan sempat mereda ketika mereka mulai saling mengungkapkan perasaan sayang. Bahkan, keduanya sempat akan melakukan hubungan badan.

Namun akhirnya Zaky mengetahui bahwa saat itu, Atikah sedang menjebaknya. Atikah menghubungi ponsel istri Zaky dan membiarkan telepon tersebut tetap tersambung saat mereka bermesraan.

Kontan, Zaky meninju rahang Atikah. “Mas, matiin saya saja, kalau Mas berani!” tantang Atikah kala itu.

Zaky pun makin gelap mata. Pisau yang sebelumnya disiapkan untuk mengancam Atikah, ditodongkannya.

Atikah berontak. Tangannya sampai tergores. Sambil berusaha merebut pisau, Atikah terus mencaci Zaky.

Malam itu, pergumulan keduanya berlangsung begitu sengit hingga akhirnya menyebabkan Atikah harus meregang nyawa.

Untuk menghilangkan jejak, kamar yang penuh bercak darah pun dibersihkan.

Zaky juga mengganti seprai, handuk, dan bantal yang berlumuran darah dengan yang masih bersih dari kamar sebelah. Tubuh korban yang sudah tanpa kepala ditaruh di bawah tempat tidur.

Potongan kepala korban dan pakaiannya dimasukkan ke dalam tas dan dibuang ke Kali Kresek yang terletak di antara Hotel BM dan rumah Atikah.

Sementara uang senilai Rp120.000, ponsel merek Nokia tipe 3220, dan motor Yamaha Jupiter Z milik korban, dibawa pulang.

Pada 20 Januari 2008, seorang petugas kebersihan Pemerintah DKI Jakarta yang enggan disebutkan namanya, menemukan sepotong kepala manusia di tumpukan sampah di pintu air Kali Kresek di Jalan Raya Cilincing.

Temuan tersebut disambut antusias pihak kepolisian. Maklum, temuan tersebut tidak berselang lama dari penemuan tubuh perempuan tanpa kepala di Hotel BM yang berjarak 2,5 KM dari Pintu Air Kali Kresek.

Potongan kepala tersebut langsung dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Identitas korban kemudian diketahui: Atikah.

Tak butuh lama bagi polisi untuk melacak pelakunya, mengerucut pada satu nama: Zaky Afrizal Nurfaizin. Namun, keberadaan Zaky masih belum diketahui.

Keberadaan Zaky berhasil dilacak melalui sinyal ponsel Atikah. Ponsel tersebut digunakan Zaky untuk menghindari kecurigaan keluarga Atikah dengan mengirim pesan palsu yang menyatakan bahwa dirinya sedang berada di Sukabumi, serta mengabarkan bahwa telah dirampok, diperkosa, dan dibuang di Cibubur, Depok, Jawa Barat.

Baca Juga: Kasus Mutilasi di Bekasi, Kriminolog Sebut Pelaku Tidak Lagi Melihat Korban Sebagai Manusia

Pada 22 Januari 2008, atau hanya berselang lima hari setelah pembunuhan, polisi menangkap Zaky di sebuah kontrakan di Jalan Kota Bambu Utara 2, Palmerah, Jakarta Barat.

Kontrakan Zaky diisi oleh sejumlah pedagang nasi goreng, profesi asli Zaky. Di kawasan yang banyak dihuni oleh para penjual makanan seperti bakso atau nasi goreng ini, Zaky dikenal sebagai seorang pria yang baik dan sopan. Namun, asmara terlarang membuatnya gelap mata. 

Delapan bulan kemudian, tepatnya pada 8 September 2008, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis bersalah Zaky Afrizal Nurfaizin dan memberinya hukuman penjara seumur hidup.

 

 

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/intisari


TERBARU