Pengamat: Kasus Tambang Ilegal yang Seret Nama Kabareskrim Polri Lebih Besar dari Kasus Brigadir J
Hukum | 2 Desember 2022, 04:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai kasus setoran uang hasil tambang ilegal yang diembuskan Ismail Bolong lebih besar daripada kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Penilaian tersebut, menurut Bambang, bisa dilihat dari berbagai aspek baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
Baca Juga: Pihak Hendra Kurniawan Minta Kapolri Lindungi Ismail Bolong: Jangan Ditekan dan Jangan Suruh Lari
Namun demikian, Bambang tidak melihat ada langkah konkret dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk turun tangan langsung menyelamatkan institusi Polri yang mendapat sorotan dengan kasus yang menyeret nama petinggi Korps Bhayangkara itu.
Menurut Bambang, langkah yang dilakukan pimpinan tertinggi Polri itu baru sekadar memberikan pernyataan dan retorika saja.
"Kapolri harus turun tangan sendiri dan menunjukkan langkah-langkahnya yang konkret, bukan statement-statement, bukan retorika-retorika, dan bukan akan-akan," kata Bambang saat dihubungi pada Kamis (1/12/2022).
Bambang mengatakan, kasus setoran yang kemudian disebut sebagai uang koordinasi tambang ilegal di Kalimantan Timur itu bisa menjadi preseden buruk bagi citra kepolisian apabila Kapolri tidak segera menuntaskannya.
Baca Juga: Usai Brigadir J dan Kuat Maruf Ribut di Magelang, Susi Buat Status Menangis Sembari Tulis Begini
"Kalau masih menunda-nunda dan menunggu desakan publik, ini akan makin menjadi preseden buruk bagi citra Polri yang profesional, bahwa Kepolisian tidak bergerak bila tidak didesak," ujar Bambang.
Karena itu, Bambang menambahkan, jika Kapolri Jenderal Listyo Sigit masih bergerak lambat, maka sudah semestinya Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun tangan guna menyelamatkan institusi Polri dari penyakit-penyakit yang ada di tubuh kepolisian.
"Presiden bukan sekadar meminta, melainkan memerintahkan Kapolri untuk secepatnya mengambil tindakan terhadap personel yang melakukan pelanggaran," ucap Bambang.
Ia menyebutkan, implementasi dari perintah, salah satunya tentu saja ada dukungan kebijakan, teknis, dan ada tenggat waktu dari pelaksanaan perintah tersebut.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV