> >

Cerita Alumni Gontor soal Tradisi Santri Senior-Junior: Kekerasan Diharamkan di Pondok

Peristiwa | 9 September 2022, 12:52 WIB
Amama SE, seorang alumni Gontor mengisahkan tentang budaya santri senior dan junior di pondok pesantren tersebut. (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV -  Amama SE, seorang santri dan alumni Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor tahun 2001, mengisahkan tentang tradisi yang ada di tempatnya menimba ilmu tersebut.

Ia tidak menyangkal adanya tradisi antara santri senior dan santri junior yang ada di lingkungan ponpes.

Tradisi senioritas ini, dalam ceritanya, juga terjadi di pesantren maupun lingkungan pendidikan lainnya. Meski begitu, ia mengisahkan, di Ponpes Gontor, tradisi itu biasanya tidak sampai hingga melukai atau semacamnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, seorang santri Gontor asal Palembang, AM (17 tahun), meninggal dunia pada 22 Agustus 2022 lalu. Dia diduga meninggal akibat dianiaya santri senior. 

Menurut Amama, pengawasan pihak Pondok Gontor terkait perundungan atau bullying, ketat.

Bahkan, kata dia, salah satu hukuman bagi santri yang ketahuan melakukan perundungan adalah dikeluarkan dari ponpes. 

“Salah satu hukuman berat di Gontor itu adalah mem-bully, menghina ras secara verbal, baik suara, bicara atau menghina itu sudah termasuk pelanggaran. Itu masuk dari pelanggaran keras dan hukumannya untuk dikeluarkan (dari Gontor)," papar Amama, dikutip dari pemberitaan Kompas TV, Kamis (9/9/2022).

“Jadi, kekerasan itu sudah sangat diharamkan di Pondok Gontor,” sambungnya.

Baca Juga: Hasil Autopsi: Ada Luka dan Bekas Benda Tumpul di Dada AM, Santri Gontor yang Tewas Diduga Dianiaya

Baca Juga: Profil Ponpes Gontor: Dari Kisah Abad ke-18, Lahirkan Banyak Ulama dan Cendekiawan Muslim

Tradisi Senior-Junior di Gontor

Amama menyesalkan terjadinya kekerasan antara santri senior dan junior yang membuat AM, santri Ponpes Gontor 1, Ponorogo, Jawa Timur, tewas.

"Tradisi senior-junior, beda kelas itu ya pasti ada (di semua tempat, tidak hanya di Gontor) karena beda hubungan. Tapi pengawasan sudah sangat ketat sekali, dari ustaz-ustaz pengasuhan, dari ustaz-ustaz pembimbing sudah sangat ketat sekali," paparnya.

"Bahkan, salah satu hukuman terberat adalah ketika santri membuat mahkamah ilegal. Itu pelanggaran yang sangat berat," sambungnya. 

Salah seorang wali santri Ponpes Gontor, Aan Wildan Ahsani, juga menyesalkan peristiwa ini terjadi. 

“Terus terang ya, prihatin ya," paparnya. 

Ia pun menyebutkan, pihak Gontor sebagai institusi lembaga pendidikan harus berbenah. 

"Semoga jadi momentum yang baik di institusi Gontor sebagai instutusi pendidik calon pemimpin supaya mengawasi para santri, baik senior-junior dan jadi pembelajaran berharga," sambungnya. 

Baca Juga: Kronologi Tewasnya Santri Gontor Versi KemenPAA, Korban Ditendang di Dada, Lalu Dibawa ke RS

Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS.TV, terdapat luka memar dan bekas benda tumpul di dada AM (17 tahun). Hal itu diketahui dari hasil sementara autopsi yang dilakukan di Palembang pada Kamis (8/9/2022). AM diduga tewas lantaran dianiaya oleh sesama santri. 

Hal itu diungkapkan Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo. Ia juga menyatakan, proses autopsi berjalan selama enam jam. 

"Alhamdulillah berjalan dengan lancar selama 6 jam selesai tadi siang, untuk hasil sementara atau kesimpulan sementara salah satunya adanya ditemukan memar dan bekas benda tumpul di area sekitar dada," kata Catur, Kamis (8/9/2022), malam dilansir Surya.

"(Pendarahan dan penyebab kematian) saksi ahli yang akan menjelaskan," ujarnya.

Korban dugaan penganiayaan juga bukan satu, melainkan ada tiga orang. Selain AM yang wafat, ada dua korban lainnya yang menjalani perawatan. 

Sebagai informasi, AM meninggal dunia pada 22 Agustus 2022.

Adapun pihak Pondok Pesantren Gontor sendiri sudah mengeluarkan terduga pelaku kekerasan tersebut dan berjanji akan kooperatif mengikuti proses hukum yang berlaku. 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU