> >

26 Agustus 1883: Krakatau Meletus, 30 Ribu Kali Lebih Dahsyat dari Bom Hiroshima

Peristiwa | 26 Agustus 2022, 11:23 WIB
Hari ini dalam sejarah, Gunung Krakatau meledak pada 26 Agustus 1883, dunia menjadi gelap yang disebut-sebut sebagai kiamat kecil. (Sumber: BBC)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini dalam sejarah, pada 26 Agustus 1883, Gunung Krakatau yang berada di sebelah barat Pulau Sumatera meletus, membuat dunia menjadi gelap.

Letusan Gunung Krakatau tercatat di Guinness World Record sebagai ledakan terkuat sepanjang sejarah dengan level 6 skala Volcanic Explosivity Index (VEI).

Dampak dahsyat yang dirasakan membuat banyak orang menganggap dunia akan kiamat.

Pasalnya, dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat abu vulkanik yang menutupi atmosfer.

Belum lagi, puluhan ribu orang meninggal dunia akibat abu panas dan tsunami yang ditimbulkan letusan Krakatau.

Berikut rangkuman sejarah letusan Gunung Krakatu pada 26 Agustus 1883, dilansir dari berbagai sumber.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi, Semburan Abu hingga 1.500 Meter

Gunung Krakatau sebelum Meletus

Dikutip dari lipi.go.id, Gunung Krakatau berdiri di atas pulau berapi yang dikenal dengan nama Pulau Krakatau atau Rakata dengan luas 33,5 km².

Pulau ini terbentang bersama dengan Pulau Sertung dan Pulau Panjang. 

Di atas Pulau Krakatau berdiri Gunung Krakatau dengan tinggi 800 meter, Gunung Danan (405  meter), dan Gunung Perbuatan (120  meter).

Potret Gunung Krakatau sebelum dan sesudah meletus masih menjadi misteri hingga saat ini.

Hal ini karena satelit komunikasi pertama di dunia baru di luncurkan oleh manusia pada 10 Juli 1962 sehingga tak ada yang bisa menggambarkan secara pasti.

Namun, fenomena dahsyat ini dituliskan dalam catatan-catatan sejarah yang kemudian dibukukan.

Melansir History, Gunung Krakatau sebelum meletus pada 26 Agustus 1883 sudah menunjukkan gejolak berupa aktivitas seismik.

Bahkan gempa seismik yang ditimbulkan terasa hingga Australia yang berjarak 3.300 kilometer.

Pada 19 Mei 1883, Gunung Krakatau mulai memperlihatkan aktivitas vulkanik berupa debu yang membubung tinggi.

Sebuah kapal perang Jerman yang melintasi wilayah Krakatau melaporkan adanya awan dan debu setinggi 7 mil di atas Krakatau.

Dua bulan setelah laporan itu, mulai ada letusan dengan abu mencapai ketinggian diperkirakan 6 km (20.000 kaki) dan ledakannya terdengar di Batavia Baru (Jakarta) yang berjarak 160 km jauhnya. 

Namun, aktivitas vulkanik itu justru disambut dengan gembira oleh penduduk setempat karena belum adanya mitigasi kebencanaan.

Baca Juga: Ketinggian dari 200 hingga 1.500 Meter, Gunung Berapi Anak Krakatau Erupsi 6 Kali!

Detik-Detik Gunung Krakatau Meletus 1883

Letusan di Krakatau berlanjut pada 16 Juni, dengan ledakan keras dan awan hitam tebal menutupi pulau-pulau selama lima hari. 

Kerasnya letusan yang sedang berlangsung menyebabkan air pasang di sekitarnya menjadi sangat tinggi, berdampak pada kapal yang sedang berlabuh.

Gempa bumi terasa di Anyer, Banten, dan kapal-kapal mulai melaporkan ada massa batu apung yang besar ke barat Samudra Hindia.

Pada awal Agustus, seorang insinyur topografi Belanda, Kapten HJG Ferzenaar, menyelidiki kepulauan Krakatau. 

Ia mencatat tiga kolom abu utama yang mengaburkan bagian barat pulau. Ia juga melihat lapisan abu setebal 0,5 m (1 kaki 8 inci) yang membuat semua vegetasi di pulau itu mati.

la pun tak merekomendasikan untuk melakukan pendaratan lebih lanjut.

Hingga pada Minggu, 26 Agustus 1883, langit sekitar pulau Krakatau berubah menjadi gelap dengan petir yang menyambar-nyambar. 

Di Selat Sunda, awak kapal Charles Bal yang sedang berlayar di dekat Pulau Krakatau mendengar suara gemuruh.

Siangnya terjadi hujan batu apung dalam ukuran besar dan panas, berlanjut dengan suara raungan keras di bumi yang terdengar hingga sejauh 4.800 kilometer. 

Suara itu bahkan terdengar sampai Pulau Rodriguez, Mauridiu di Samudra Hindia yang berjarak 4.500 kilometer.

Saat itu, Krakatau mengeluarkan jutaan ton batu, debu, dan magma. Materialnya menutupi wilayah seluas 827.000 km².

Daya ledak Gunung Krakatau disebut mencapai 30.000 kali ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Letusan Gunung Krakatau membuat pecah gendang telinga para pelaut yang sedang berlayar di Selat Sunda.

Pada hari kedua, 27 Agustus 1883, letusan Krakatau diikuti oleh tsunami yang membawa material vulkanik berupa magma dan batu panas yang menghantam pesisir Lampung dan Banten.  

Gelombang tsunami yang ditimbulkan mencapai jarak 70.000 kilometer. Menurut Carey, Sigurdsson, Mandeville, dan Bronto (2000), hal ini disebabkan daya piroklatis yang membuat energi tsunami menjadi besar.

Gelombang tsunami dari letusan Krakatau mencapai hingga benua Afrika atau meliputi sekitar seperempat wilayah Bumi.

Sedangkan suara letusan Krakatau terdengar hingga Srilanka dan Karachi di bagian barat; Perth dan Sydney di benua Australia di bagian timur.

Dunia Pascaletusan Krakatau

Melansir laman BNPB, setelah letusan Krakatau, dunia menjadi gelap selama dua setengah hari karena atmosfer tertutup oleh abu vulkanik. 

Akibatnya, suhu bumi turun dan mengubah iklim secara drastis di mana musim dingin lebih panjang daripada musim panas.

Tertutupnya langit oleh debu vulkanik juga menyebabkan menurunnya curah hujan. 

Air hujan yang jatuh pun membawa serta debu vulkanik yang tidak dapat digunakan untuk kebutuhan air minum.

Hal itu juga mengakibatkan bulan terlihat berwarna kebiru-biruan dan langit saat matahari terbit terlihat kehijau-hijauan. Keadaan ini berlangsung sampai hampir 2 tahun. 

Selain itu, ledakan Krakatau juga membuat dua pertiga Pulau Krakatau tenggelam.

Gelombang tekanan akibat letusan terpancar ke seluruh dunia hingga 5 hari setelah letusan.

Gelombang kejut setelah letusan terakhir dan yang paling besar bergema ke seluruh dunia hingga 7 kali dan ketinggian kabut asap yang terjadi diperkirakan mencapai 80 kilometer.

Korban Jiwa

Hingga saat ini, korban jiwa akibat letusan Krakatau belum bisa tercatat secara pasti karena berdampak sangat luas.

Jumlah korban jiwa yang dicatat oleh pemerintah Hindia Belanda adalah 36.417 dengan rincian 165 kampung hancur total, 132 kampung hancur sebagian.

Namun beberapa sumber menyatakan bahwa jumlah korban jiwa melebihi 120.000.

Dua wilayah di Selat Sunda, yaitu Banten dan Lampung adalah dua wilayah yang mengalami dampak letusan paling parah.

Seluruh penduduk dusun Ketimbang, Raja Basa, Lampung Selatan tewas akibat hujan abu panas. Di Pulau Sebesi, sekitar 3.000 orang dinyatakan tewas.  

Kapal-kapal yang berlayar jauh hingga Afrika Selatan juga melaporkan tsunami membuat mayat para korban terapung di lautan selama berbulan-bulan setelah kejadian.
 

Penulis : Dian Nita Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV, Kompas.com, lipi.go.id, bnpb.go.id


TERBARU